"Lau, sempit! Gak muat dipaksa masuk."
"Haha...kamu sih, dibilangin ngeyel! 'Kan aku udah bilang itu gak akan muat, siapa yang kekeuh mau?" tanya Lauryn menantang. Jangan lupakan senyuman miring yang tercetak jelas di wajah cantiknya.
"Lau, jangan ketawa. Bantuin," pinta Oriel. Ia kelimpungan sendiri.
"Gak!" tolak Lauryn, "udah tau sempit kalau punya aku, malah kamu pake."
"Terus ini gimana? Cuma bisa masuk setengahnya aja."
Lauryn mengendikkan bahunya acuh. "Barang kepunyaan kamu kecilin aja, biar muat," saran Lauryn, lalu diiringi kekehan ringan.
"Gak bisa, Lau. Udah ukurannya segini," balas Oriel.
Lauryn berdecak kecil. "Kalau bisa paksa lagi aja."
"Kalo rusak gimana?"
"Emang itu tujuannya. Biar rusak sekalian, kan?"
"Lau, nyebelin!" Oriel beralih fokus untuk kembali memasukkan kepunyaannya. Bukannya membantu Lauryn malah kesenangan karenanya.
Melihat wajah serius Oriel sungguh kepuasan tersendiri bagi Lauryn. "Ayo Oriel, terus! Kamu pasti bisa! Dorong lagi yang kuat, sayang!" ucap Lauryn memberikan semangatnya.
'Pluk'
Lauryn terdiam mendapatkan lemparan kemeja putih milik Oriel tepat di wajahnya.
"Diam, Lau! Kata-katanya ambigu. Kamu kira aku mau lahiran!" omel Oriel pelan.
Bukannya marah Lauryn justru kian tertawa. Ia bahkan memegangi perutnya yang sedikit nyeri. "Dari awal juga udah ambigu karena ucapan kamu, Oriel."
Oriel terdiam. Ia mengingat perkataannya sejak tadi. Bodohnya lagi, Lauryn justru kian menambahkan kata-kata yang ambigunya serupa. Pantas saja Lauryn kesenangan sejak tadi.
"Lau!" tegur Oriel. Ia gregetan sendiri sekarang.
"Baru sadar ya?"
"Sekarang mau bantuin apa lanjut ngetawain?"
"Kalau aku milih opsi kedua gimana?" tanya Lauryn balik.
"Siap-siap aku bungkam!" ancamnya.
"Uuu takut, tapi mau dong!"
Seperti biasa, ancamannya tidak akan pernah bisa mempan pada Lauryn, yang kini sudah sah menjadi istrinya. Gadis itu malah duduk di tepian kasur dengan kedua kaki yang terayun-ayun ke bawah lengkap dengan piyama hitam kesukaan Lauryn.
"Sini Oriel, disini ya." Jari telunjuknya bergerak mengalihkan pandangan Oriel pada kedua bibirnya. "Gimana?"
"Gak!" tolak Oriel, "bukan ancaman kalau yang diancam malah kesenangan," lanjutnya.
"Hahahaha...terus kamu maunya gimana?" tanya Lauryn lagi.
"Bantuin." Oriel kembali fokus pada kegiatannya. "Kalau gak, gak ada pelukan nanti malam," ancam Oriel lagi.
"Gak bisa itu! Kamu guling hidup aku, Oriel!" keluh Lauryn, "ancamannya yang sebelumnya aja ya," ucap Lauryn mencoba tawar-menawar dengan Oriel.
"Jadi, mau bantuin apa engga?" tanya Oriel.
"Oke fine," putus Lauryn. Ia beranjak dan segera membantu Oriel. "Koper aku kecil, barang kepunyaan kamu kebesaran. Apa gak ada koper yang lain?" tanya Lauryn, ia sudah mencoba membantu, tapi memang barangnya Oriel yang tidak muat untuk masuk kedalam koper miliknya.
"Coba aku tanya dulu sama mama." Oriel berlalu pergi. Ia mencoba bertanya pada mamanya barangkali ada koper yang sedikit lebih besar daripada milik Lauryn.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE (END)
Teen FictionCerita On Going ⚠️Dilarang Copas, Plagiat dan melakukan hal-hal seperti plagiarisme ⚠️ Argani Putra Oriel, lelaki yang selalu berani menghadapi bahaya dengan wajah bak malaikat. Persis sekali dengan namanya. Oriel akan menjadi orang pertama yang tur...