Senyuman tipis vs Urat malu tertipis

15.1K 982 31
                                    

"LAURYN!" marah Anna.

"HADIR GUE DISINI!" balas Lauryn berteriak namun tetap santai. Ia meminum es teh dari gelas milik Oriel.

Persiapan buat suara.

Anna dengan pandangan murkanya, menarik tangan Lauryn agar bangun dari pangkuan Oriel. "Awas lo!" usir Anna, "gak pantes cewek kayak lo duduk di pangkuan Oriel. Harusnya gue," lanjutnya dengan kesal.

Lauryn menepis tangan Anna yang memegang lengannya. "PD gila," ucap Lauryn malas.

Suka gak nyadar emang, batin Brama.

Kayaknya gue perlu beliin kaca yang besar deh, batin Prisil. Ia menatap malas pada Lila yang ikut menatap marah padanya.

"Lo yang kepedean gila!" sahut Lila, "Oriel tuh tunangan Anna. Ngapain lo ganggu mereka?!" sentaknya.

Lauryn yang belum beranjak dari duduknya di pangkuan Oriel, menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Anna berada. "Wah iya tah?!" tanya Lauryn antusias, "kok gue gak liat cincinnya ya?" cibir Lauryn, "WAH JANGAN-JANGAN CINCIN GHAIB YA?!"

Lauryn seperti orang gila memegang kedua tangan Oriel. Mencari keberadaan benda kecil melingkar itu. Padahal sudah jelas tidak ada sama sekali, tapi masih dicari olehnya. Memang dasarnya sudah begitu.

Oriel yang merasa terganggu karena Lauryn duduk tapi, tidak bisa diam sama sekali. Gadis itu terus bergerak, ia menghela nafas gusar. Dengan satu gerakan tangannya, ia memegang erat pinggang Lauryn. "Jangan bergerak terus," tegur Oriel.

Awalnya Lauryn kaget karena Oriel tiba-tiba saja memegang pinggangnya. Tak hanya itu, Oriel juga menarik tubuh Lauryn agar mendekat.

Gadis itu terlalu jauh duduknya. Membuat ujung lutut Oriel sakit karena isi Lauryn yang hanya tulang.

"Udah diam," ucap Oriel. Ia menatap tajam pada Anna dan teman-temannya.

"Pergi!" titah Oriel, "gue deket sama siapapun. Bukan urusan lo," tegas Oriel. Dengan satu tangan, Oriel kembali melanjutkan makannya. Sikapnya kembali tenang seperti biasa.

Ini Lauryn memilih diam. Ia sedang menikmati pemandangan indah di depannya. Sebuah patung pangeran bernyawa dengan wajah tenangnya sedang makan makanan yang sama dengannya.

Tapi seketika Lauryn sadar lalu mencebik kesal.

"Kenapa?" tanya Oriel yang menyadari perubahan wajah Lauryn.

"Lo jadi manusia jangan kelewat batas ganteng. Gue jadi banyak saingan buat nempel sama lo," keluh Lauryn.

Oriel tersenyum tipis bahkan sangat tipis bagai benang jahit. Ia menjawil hidung mancung Lauryn dengan tangannya yang bebas. "Perlu gue beliin kaca?" tanya Oriel pelan.

Dahi Lauryn mengerut heran. "Kaca? Buat apa?"

"Ciri manusia gak pernah ngaca emang kayak lo, Lauryn," sahut Brama gemas. Ia menatap malas pada Lauryn. Kapan pekanya coba.

"Oh gue lupa ngasih tau. Lauryn emang suka gak sadar diri orangnya," ucap Prisil yang diangguki oleh Crista. Mereka berdua membicarakan Lauryn pada Clara.

Lauryn menatap tajam sebagai candaan pada kedua sahabatnya.

Kalau Clara amati. Wajah Lauryn sebelas dua belas dengan Oriel. Yang satunya cantik, yang satunya ganteng. Masa iya Lauryn tidak sadar bagaimana bentuk wajahnya sendiri? Kalau Clara menjadi saingan dengan orang seperti Lauryn, maka ia akan mundur secara mandiri.

Mundur bos, saingannya berat.

***

Seperti biasa, Lauryn tidak akan pulang ke rumahnya sebelum waktu balik kandangnya tiba. Ia memilih untuk ikut bersama Oriel dan anak-anak REXITER's lainnya yang ingin berkumpul di basecamp REXITER's.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang