gu

17.1K 1K 24
                                    

Minggu yang tenang tidak disia-siakan oleh Lauryn. Baginya hari Minggu itu adalah hari hibernasinya. Waktu yang tepat untuk terus bergelut dengan kasur, bantal dan selimut. Apalagi kegiatan semalam yang cukup menantang adrenalinnya, membuat Lauryn rasanya enggan beranjak bangun.

Suara pintu kamar yang terbuka, serta langkah kaki yang mendekat tertangkap oleh pendengaran Lauryn.

Ini yang Lauryn tidak suka jika menginap di rumah orang. Matanya masih ingin tidur, tapi telinganya terlalu sensitif menangkap suara. Kan sangat mengganggunya jika seperti ini.

"Bangun," ucap seseorang.

Lauryn dari balik selimut tersenyum senang mendengar suara bariton laki-laki itu.

"Ntar," jawab Lauryn.

Oriel tidak lagi menjawab. Laki-laki itu menarik selimut Lauryn yang membungkus tubuh gadis itu.

"Oriel! Gue masih ngantuk," ucap Lauryn. Tangannya kembali memeluk guling yang ada sebagai ganti kehangatan dari selimut yang hilang.

Oriel mendesis pelan. Ia menyesal sudah menarik selimut Lauryn. Gadis itu dengan berani, hanya mengenakan celana pendek diatas lutut dan kaos hitam miliknya yang kebesaran dipakai Lauryn.

"Bangun," ucap Oriel lagi.

"Gak!" tolak Lauryn.

Lauryn membalikkan badannya, hendak pindah ke sisi lain. Tapi Lauryn tidak ingat kalau lengannya terluka. Alhasil gadis itu terpaksa bangun dan meringis kecil.

"Makanya jangan bandel," tegur Oriel. Ia duduk di tepi kasur dan mengambil alih tangan Lauryn yang diperban.

"Gak bandel cuma ngeyel," ucap Lauryn, malas.

Apa bedanya?

"Lo tidur gak bisa diam?" tanya Oriel ketus saat melihat ada sedikit bekas merah dan luka Lauryn yang sedikit membengkak.

"Orang tidur ya merem. Mana tau mereka ngapain pas tidur," jawab Lauryn. Lauryn menguap, membuat air matanya berkumpul di pelupuk mata. Ia mengucek-ucek pelan matanya.

Oriel mengamati wajah Lauryn lamat-lamat. Dalam hati menggeram kesal. Tadi malam, bekas luka Lauryn tidak kelihatan jelas, tapi sekarang. Ada beberapa luka memar di pipi tirus Lauryn. Bahkan bahu Lauryn juga nampak jelas merah kebiruan. Kenapa terlihat? Karena kerah kaos hitam miliknya terlalu besar untuk Lauryn yang kurus.

"Lo mau ngapain bangunin gue?" tanya Lauryn ketika kesadarannya mulai tertarik ke dunia.

"Makan," jawab Oriel.

Lauryn ikut melihat kearah yang Oriel tunjukan dengan matanya. "Okay. Gue mau mandi dulu."

"Apa lagi Oriel?" tanya Lauryn gemas, saat Oriel malah menahan tangannya.

"Cuci muka aja," ucap Oriel, "jangan mandi."

"Okay. Gue nurut." Lauryn tersenyum tipis. Ia berlalu pergi ke dalam kamar mandi.

"Oriel gak mau nemenin?" ledek Lauryn sambil terkekeh kecil. Ia kembali menutup pintu saat Oriel melemparkan sebuah bantal padanya.

"Aaaa, Oriel!" teriak Lauryn panik.

Oriel tanpa berpikir panjang, langsung bergegas menghampiri Lauryn yang berada di dalam kamar mandi. "Kenapa?"

"Coba lo liat luka gue dibelakang ini," pinta Lauryn. Ia memperlihatkan bahu kanannya yang terasa berdenyut ngilu saat tidak sengaja terpentok tembok. "Biru banget. Ini gimana nyembuhinnya? Tangan gue aja gak nyampe," keluh Lauryn.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang