Brak!
"Jatuhin!" titahnya, "Apa yang mau lo lakuin ke Oriel?!" tanya Deren mengeram, menahan amarahnya.
"Membunuhnya," jawab Lauryn berani.
"Kenapa lo mau bunuh Oriel? Apa alasannya?!" tanya Brama beruntun. Kedua tangannya mengepal erat, bersiap untuk melawan Lauryn kapanpun.
"Lauryn! Jangan karena lo pikir pacarnya Oriel, lo bisa bunuh Oriel sesuka hati!" sahut Radit ikut emosi.
"Lauryn, lepas senjata api lo!" titah Anwar terlihat serius.
Deren, Brama, Radit dan Anwar, keempat laki-laki itu terkejut bukan main, saat melihat Lauryn yang kini masih tenang menodongkan senjata api tepat di depan dada kiri Oriel. Melihatnya membuat semua laki-laki itu marah dan tidak bisa mengontrol emosi. Tadinya mereka berniat hanya menguping dari balik pintu kamar. Tapi, karena perasaan takut sesaat dan Deren yang mengetahui juga isi lemari Lauryn, membuatnya cemas. Dengan pikiran yang tidak tenang, ia mendorong kencang pintu kamar Lauryn. Keterkejutan mereka bertambah saat melihat senjata api itu nyata di tangan Lauryn.
Lauryn menoleh kearah keempat laki-laki itu. Wajah tenangnya tidak berubah sama sekali. "Oriel yang mati atau salah satu dari kalian? Pilih!" ucap Lauryn memberikan pilihan yang sulit bagi keempatnya.
Mereka semua diam tanpa menjawab. Membuat Lauryn kembali berbicara, "Tentukan pilihan dalam lima detik," titah Lauryn tidak ingin dibantah.
"Satu." Lauryn mulai menghitung, "dua." Gadis itu mulai melepaskan pengaman yang ada pada pistol. Membuat Brama, Radit dan Anwar menggelengkan kepalanya.
"Jangan Ryn," lirih Brama.
"Kenapa lo mau bunuh Oriel?! Lo sayang sama dia, kan. Kalian itu pacaran loh," ucap Radit berusaha mengingatkan Lauryn, tapi nihil.
Lauryn mengabaikannya. Ia lanjut berhitung, "tiga...empat...li-"
"Gue aja," ucap Deren memotong ucapan Lauryn.
"DEREN!" ucap Anwar, Radit dan Brama hampir bersamaan. Ketiganya tidak setuju dengan ucapan Deren.
Lauryn tersenyum puas. Ia dengan cepat mengarahkan pistolnya kearah Deren berdiri. "Permintaan diterima," ucap Lauryn senang. Ia perlahan menarik pelatuk pistolnya. "Selamat tinggal De-"
Brama tanpa sadar berlari di depan Deren. Melindungi tubuh Deren di belakangnya sambil memejamkan matanya erat. Begitu juga dengan Anwar dan Radit yang malah mendorong tubuh Deren dari samping. Hingga berakhir muka ganteng Deren yang mencium tembok.
Lauryn seketika terbahak-bahak. "ANJIR! DEREN CIUMAN SAMA TEMBOK!" ucap Lauryn susah payah di sela tawanya, "kalian juga ngapain sih bertiga kompak amat ngelindungin Deren?" Lauryn mengusap air mata yang sedikit keluar di ujung matanya.
Oriel yang daritadi diam, menggelengkan kepalanya pelan, melihat kejahilan yang dilakukan oleh Lauryn pada sahabatnya. Tapi, ia juga merasa senang, melihat Lauryn yang bisa bercanda keterlaluan ini hingga membuat gadis itu tertawa, membuat Lauryn nampak sama seperti gadis lain yang senang bercanda.
Ketua dari REXITER's itu bangkit dari duduknya dan mengambil alih pistol yang entah sejak kapan sudah tergeletak di lantai kamar. Ia menarik penutup geser ke belakang yang berada di bagian bawah pegangan. Memperlihatkan bahwa pistol yang dipegangnya kosong tanpa isi peluru.
"Kosong?!" tanya Brama tidak percaya. Ia kembali dikejutkan lagi oleh Deren yang tiba-tiba memukul belakang kepalanya setelah melakukan hal yang sama pada Anwar dan Radit. "Sakit, bangsat!" umpat Brama.
Deren tidak peduli. Ia mendekat kearah Lauryn yang kini masih asik tertawa dalam kondisi jongkok. "Candaan lo keterlaluan kali ini Lauryn! Apa lo senang memainkan nyawa begitu?!" geram Deren.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE (END)
Teen FictionCerita On Going ⚠️Dilarang Copas, Plagiat dan melakukan hal-hal seperti plagiarisme ⚠️ Argani Putra Oriel, lelaki yang selalu berani menghadapi bahaya dengan wajah bak malaikat. Persis sekali dengan namanya. Oriel akan menjadi orang pertama yang tur...