Teror

12.6K 857 16
                                    

Angin semilir sore hari ini benar-benar sesuai dengan perasaan Lauryn saat ini. Jalanan yang sengaja Oriel pilih karena tidak terlalu padat membuat hati Lauryn tenang. Beban ketakutannya dan pemikirannya selama beberapa hari ini seolah terangkat dari dirinya.

"Mau mampir ke supermarket Lau?" tawar Oriel yang melihat supermarket tidak jauh didepannya.

Lauryn mengangguk. "Ya. Ganti cokelat gue. Gue mau yang manis-manis buat di rumah," jawab Lauryn.

Oriel memarkirkan motornya di depan supermarket yang ada. Ia turun setelah Lauryn. "Yakin cokelat biasa?" tanya Oriel.

"Gak masalah," jawab Lauryn, "sekalian yang banyak. Anak-anak REXITER's kalau main gak tanggung-tanggung, camilan gue pasti habis dalam semalam," lanjutnya.

"Ntar kita suruh mereka beli sendiri. Sekarang naik motor, susah bawa banyak," balas Oriel. Ia menggenggam tangan Lauryn masuk ke dalam supermarket.

"Selamat sore, selamat datang di supermarket kami," sapa seorang laki-laki yang menjaga kasir sekaligus menyapa keduanya.

Lauryn hanya membalas senyuman kecil.

"Jangan senyum Lau," peringat Oriel.

"Eh? Masa gak boleh?" tanya Lauryn pelan.

Oriel menarik cepat Lauryn melewati meja kasir. Lauryn sendiri mengikuti langkah Oriel menuju salah satu rak makanan. Untung tangan Lauryn yang bebas sempat mengambil sebuah keranjang.

"Aw." Lauryn meringis kecil saat Oriel tiba-tiba berhenti, membuat dahinya menabrak punggung Oriel. "Kasih tanda kalau mau berhenti," keluh Lauryn.

"Lau, suka pisang?" tanya Oriel tanpa mengindahkan keluhan Lauryn.

"Hm? Kenapa?" tanya Lauryn tidak mengerti.

"Maksud gue Laura. Apa dia suka pisang?" tanya Oriel lagi.

"Oh. Lo mau ketemu Laura?" tanya Lauryn, yang diangguki oleh Oriel.

"Ko gue ngerasa aneh ya. Cowok gue mau ketemu gue yang lain," kekeh Lauryn menyadari keanehan pada dirinya.

"Gak aneh. Biar adil, kan."

Lauryn mengangguk mengiyakan. Dirinya mulai memejamkan matanya sejenak. Dirasa ingin jatuh, Oriel sigap menahan kedua bahu Lauryn. Tidak lama kedua mata itu kembali terbuka dengan pandangan mata yang sedikit meredup dan tatapan yang kian tajam.

Bibir Oriel tersenyum tipis. Dengan begini Lauryn tidak akan menggoda atau menanggapi laki-laki lain. Kepribadian Laura memiliki sifat yang kurang ramah pada orang baru daripada sifat asli Lauryn. Pandangan matanya juga sangat berbeda dari Lauryn yang biasanya selalu semangat.

"Hello, my boyfriend," sapa Lauryn pelan, "are you sure you want talk to me?" tanya Lauryn.

"Yes of course. Why not?" balas Oriel yakin.

Lauryn mengangguk mengerti. "Fine."

***

Setelah selesai berbelanja, Oriel dan Lauryn berencana untuk kembali ke rumah Lauryn guna membawa beberapa keperluan Lauryn untuk tinggal bersama di rumah Oriel.

Saat di lantai 2, tepatnya di depan pintu kamar Lauryn, Oriel menghentikan langkahnya saat melihat perilaku Lauryn yang dirasa cukup aneh.

"Kenapa?" tanya Oriel tidak mengerti.

Lauryn tersenyum tipis. Ia berjongkok di depan pintu masuk. Tangannya menunjuk ke sebuah stiker yang sengaja ia tempelkan di antara daun pintu dan kusen pintu. Namun, sekarang sudah terobek menjadi dua bagian di ujung bawah pintu.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang