Ketulusan Oriel

14.2K 966 64
                                    

Oriel menghentikan mobil milik Zack di sebuah taman yang kini telah sepi. Selesai dari kantin tadi, Oriel terus memperhatikan wajah Lauryn yang kini sangat berbeda dari biasanya. Gadis itu terdiam untuk waktu yang lama, duduk tenang di samping kemudi tanpa mengatakan apapun padanya.

Sebuah helaan nafas pelan terdengar oleh indra pendengaran Oriel.

"Kenapa lo cari tau tentang gue?" tanya Lauryn. Ia hanya tidak ingin membawa masalah buruk pada Oriel nantinya. Tapi, sepertinya sudah terlambat. Lauryn yakin Zack menceritakan kebenaran tentang dirinya.

"Karena gue suka," jawab Oriel yakin. Matanya menatap lurus ke depan jalanan yang terlihat sangat sepi.

"Dan setelah lo tau kebenarannya?"

Oriel mengalihkan pandangannya menatap Lauryn yang kini juga menatapnya. Raut wajah Lauryn terlihat sendu bercampur marah.

"Gak berubah. Gue tetap sayang sama lo," balas Oriel, "terlepas dari masa lalu lo, gue gak peduli. Cukup ada lo seorang, itu udah cukup buat gue."

"Lo yakin?" tanya Lauryn, "gue yakin kakek Zack udah kasih peringatan ke lo."

Oriel mengangguk mantap. "Yakin."

Mata itu. Mata berwarna hitam legam yang menatap intens padanya. Tidak ada keraguan sama sekali didalamnya. Apa pantas?

Lauryn orang pertama yang melepaskan kontak mata dengan Oriel. Ia merasakan benci sekaligus senang saat melihat ketulusan dan keyakinan yang seharusnya tidak boleh ia dapatkan selama hidupnya. Kehidupan masa lalunya membuatnya lebih senang dibenci daripada dipuja. Hidup Lauryn sudah terbiasa dikatakan negatif.

"Mungkin lo lupa, tapi kemarin gue bilang ke lo, kalau gue benci sama perasaan tulus lo itu."

Oriel menggelengkan kepalanya pelan. Ia meraih kedua tangan Lauryn dan meletakkannya di dada.

"Lo bisa rasain, kan?" tanya Oriel pelan, "gue gak bohong soal perasaan gue ini. Gue beneran sayang sama lo, Lau."

Detak jantung Oriel bisa jelas Lauryn rasakan dan itu sama dengannya. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatinya Lauryn.

"Lau?" panggil Oriel dengan nada rendah sedikit seraknya.

"Kita keluar dulu." Lauryn menarik kedua tangannya lalu beranjak keluar dari mobil. Ia perlahan berjalan ke sebuah ayunan yang ada di taman.

Ia butuh menenangkan perasaannya yang campur aduk saat ini. Ketakutan, cemas, prasangka-prasangka yang ada dalam pikirannya, senang, sedih dan perasaan yang tidak rela jika Lauryn mengabaikan perasaan Oriel. Dan ketakutannyalah yang membuatnya ragu.

Oriel terus mengikuti langkah kecil Lauryn dari belakang. "Mau main?" tawar Oriel.

Kedua tangan Oriel mulai mengayunkan besi panjang yang menggantung di kedua belah sisi Lauryn yang kini sedang duduk.

"Gue gak pernah main ini waktu dulu di AS," ucap Lauryn mulai bercerita. Oriel harus tahu bagaimana dirinya yang sebenarnya, kan. Ya. Lebih baik Oriel tahu langsung hal ini dulu darinya.

"Mainan gue dulu, balok, pipa besi, pisau, sampai senjata api, semuanya udah gue mainin."

"Gue juga punya kepribadian lain dalam diri gue. Mungkin lo sendiri udah ngerasain perbedaan gue dulu," jelas Lauryn.

Oriel tetap mengangguk kecil walau Lauryn tidak bisa melihatnya. "Laura, bukan?" terka Oriel, "dia lebih pendiam daripada lo yang suka pecicilan," canda Oriel.

Ia ingin mencairkan suasana hati Lauryn dan itu berhasil. Kekehan kecil lolos dari bibir Lauryn.

"Aneh, gue kok gak cemburu ya dibandingin sama cewek lain," balas Lauryn, "apa menurut lo gue DID?" tanya Lauryn.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang