Terluka lagi?

17.1K 1.1K 9
                                    

Oriel bersama Argan sontak berlari ke dalam rumah sakit. Mereka sudah menemukan dimana wanita yang mereka sayang berada.

Zack menghela nafas pelan. "Anak sama bapak sama aja. Kalo udah panik bablas main kabur aja," keluh Zack yang tertinggal di belakang bersama para sahabat Oriel.

Anwar terkekeh kecil. "Namanya juga anak sama orangtua, Kek," ucap Anwar.

"Tau nih Kakek, kayak gak gitu aja ke Oriel sama abangnya," ucap Radit, bercanda.

Zack ikut tertawa kecil. "Kalian benar juga sih." Ia merangkul akrab pundak Deren yang berjalan disebelahnya.

***

"Mama gapapa?" tanya Oriel.

"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Argan hampir bersamaan dengan putranya.

Keduanya menatap cemas walau Oriel tidak kentara cemasnya, pada Grisselda yang duduk di kursi tunggu depan ruang pasien.

Melihat kedatangan orang yang ia sayangi, perempuan tersebut bangun dan langsung memeluk erat tubuh Argan, suaminya. Tangisnya tumpah, membasahi jas Argan yang sudah tidak rapi akibat panik mencari istrinya.

Argan tidak tinggal diam. Ia kembali memeluk tubuh Grisselda yang gemetar. Dirasa sudah tenang, barulah Argan kembali bertanya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Argan lagi.

Grisselda melepaskan pelukannya. Ia mengusap air matanya, lalu mengangguk mengiyakan. "Tapi-"

"Tapi apa?" tukas Argan panik kembali. Ia mencek seluruh tubuh Grisselda, sama sekali tidak ada bekas luka di tubuh istrinya. Tapi ada bercak darah yang menempel di baju Grisselda. "Ini darah siapa?"

"Itu." Grisselda bingung harus menjelaskan bagaimana. Ia menoleh kearah pintu salah satu ruangan pasien di depannya.

"Siapa yang terluka nak?" tanya Zack, ingin tahu siapa yang didalam ruangan itu.

"Lauryn."

Jawaban Grisselda sontak membuat Oriel tertegun. Ia dengan cepat membuka pintu kamar rawat itu. Ia terdiam saat melihat tidak hanya Lauryn yang berada di brangkar, tapi juga ada Agam dan bang Jonan yang berdiri dikedua sisi brangkar.

"Cewek rese lo!" marah Agam.

"Tau," timpal Jonan kesal, "maksud lo apaan bawa-bawa preman ke arena balap?!" lanjut Jonan, marah. Ia terkejut saat melihat Lauryn yang datang dengan preman-preman yang mengejarnya.

"Gimana kalau misalnya di arena balap gak ada kita?! Mau jadi apa lo sama preman-preman itu?!"

Untungnya di arena balap banyak teman Jonan yang sedang berkumpul. Mereka bersama-sama melawan balik para preman yang ingin menyakiti Lauryn dan Grisselda.

"Jadi manusia," jawab Lauryn, malas, "lagian juga gue sengaja bawa mereka ke arena. Cuma arena yang terkenal banyak orang walau udah dini hari sekalipun," ucap Lauryn membela diri.

"Bego! Lo harusnya pancing mereka ke kantor polisi bukan arena," ucap Jonan, ia masih merasa kesal dengan kecerobohan yang Lauryn lakukan.

"Terus biarin mereka ke tangkep polisi gitu?" tebak Lauryn.

"Iyalah. Biar polisi yang urus," jawab Jonan.

"Ogah!" bantah Lauryn, "enak di mereka dong tinggal nyerahin diri tanpa luka," keluh Lauryn, "gue 'kan maunya ngehajar orang yang udah lukain gue dulu sampe puas, baru gue lepas ke polisi," ungkap Lauryn. Ia mengangkat pandangannya ke arah pintu.

"Oriel!" panggil Lauryn, senang. Moodnya bisa kembali naik, hanya dengan melihat Oriel.

Oriel yang dipanggil pun mendekat kearah brangkar. Ia melihat sendiri luka Lauryn di lengan kanan atas yang sudah tertutup oleh perban. Ia menatap wajah Lauryn yang tersenyum lebar padanya. Membuat hatinya yang tadi sempat panik, kini menjadi tenang.

"Dah. Kali ini lo harus balik bareng gue," ucap Agam.

"Gak mau!" tolak Lauryn, "apa kata cewek lo nanti, kalau lo punya selingkuhan yang jauh lebih cantik dari dia?"

Agam menghela nafas lelah. "Mulai lagi lo?!" ucap Agam, kesal.

Jonan menggenggam tangan Lauryn. "Balik bareng gue," putus Jonan.

"Kasian jomblo kalau ditolak dosa gak?" tanya Lauryn asal pada Agam.

"Lo kalau bukan karena lagi luka, ogah gue tolongin lo," ucap Jonan, malas. Candaan ketiganya memang kadang mengesalkan dan semuanya Lauryn yang memulai.

Lauryn turun dari brangkarnya. Ia melambai sebentar kearah Oriel. "Pulang duluan ya," pamit Lauryn.

Oriel diam. Ia ingin mengatakannya tapi tidak bisa. Seperti tertahan oleh sesuatu.

Baru saja keluar dari pintu, Jonan melihat Zack dan perempuan yang sempat Lauryn selamatkan.

"Kami pamit pulang dulu, bapak/ibu," ucap Jonan, sopan. Membuat Lauryn malas. Biasanya juga engga pernah begitu.

"Jo, biarin Lauryn tinggal bareng kakek," ucap Zack pada Jonan. Ia kenal siapa itu Jonan, lewat Lauryn.

"Okay kakek. Lauryn terima tawarannya," balas Lauryn semangat. Daripada ia harus mendengarkan ceramah nasihat dari Jonan, lebih baik bersama kakek Zack.

"Tapi Ayah-" ucap Argan seolah tak setuju dengan keinginan ayahnya itu.

"Ini keputusan Ayah! Gak ada sangkut pautnya sama kamu," ucap Zack tegas, "lagian Lauryn yang sudah menolong Grisselda dari preman-preman itu," lanjutnya.

"Oiya, kalau Lauryn gak salah inget, preman-preman itu memang ngincar Tante Griss. Mereka juga sempat bilang ini soal proyek baru yang di Bali," ucap Lauryn, kali ini wajahnya nampak serius.

Argan terkejut mendengar penuturan Lauryn. Ia mencengkram kuat kedua pundak Lauryn. "Yang bener kamu?!" sentaknya.

Lauryn meringis. Pundaknya yang terluka terlalu kuat dicengkeramnya.

"PAPA!" marah Oriel. Ia melepaskan paksa tangan Argan dari kedua pundak Lauryn, lalu membawa gadis itu kedalam pelukannya. "Jangan sakiti Lauryn," tegas Oriel.

Grisselda memukul ringan tangan Argan. "Kamu lupa kalau dia yang udah nolongin aku?!" marahnya.

"Gapapa, cuma kaget doang kok. Gak usah dianggap serius," ucap Lauryn menengahi, "saya akan jelaskan pada tuan Argan, tapi besok. Hari ini saya lelah."

"Janji kamu," ucap Argan menuntut.

Gemas. Grisselda mencubit perut Argan. "Jaga cara bicara kamu," tegur Grisselda.

"Saya janji," ucap Lauryn yakin.

***

Sesuai apa yang Ay bilang... Ay update sampai sini dulu ya, bye-bye 👋

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang