DUA

39 6 0
                                    

"Lo nggak apa-apa?" Welsen bertanya sambil berlari, dia mengimbangi kakinya dengan perempuan yang ada di sebelahnya. Mereka sudah berada di putaran ke sepuluh sekarang.

            "I'm fine," mulutnya bisa berbohong, sedangkan wajahnya tidak bisa. Wajah Katarina benar-benar sudah merah padam saat ini, tapi cewek itu masih terus berusaha untuk menahan perih yang dia rasakan.

            "Muka lo udah merah semua, Kat," ujar Welsen, dia betul-betul mengkhawatirkan temannya itu. Kalau saja Pak Bondhi mengijinkan, dia sudah pasti menggantikan cewek itu untuk lari. Tidak apa kalau dia harus mengelilingi lapangan sebanyak empat puluh kali, yang penting Katarina tidak menderita.

            "Gue nggak apa-apa, Weel. Ini mah reaksi biasa kali," jawab Katarina dengan senyuman yang dia paksakan.

            "Kalo emang udah nggak sanggup, lo harus bilang loh Kat," Welsen berkata sedangkan Katarina hanya membalasnya dengan anggukan kepala.

            Ketika mereka berlari mengelilingi track lari yang dimiliki oleh sekolahnya, ada beberapa orang yang memperhatikkan Katarina dan juga Welsen secara tidak langsung. Mereka adalah Ivonne dan kawan-kawannya yang sedang kena hukuman juga akibat telat dan beberapa pelanggaran lainnya seperti membawa majalah fashion dan tidak memakai seragam sesuai dengan ketentuan.

            "Mereka berdua dihukum kenapa ya kira-kira?" tanya Isabella, temannya Ivonne.

            Ivonne yang sedari dulu memendam perasaan terhadap Welsen hanya bisa gemas ketika melihat interaksi cowok itu dengan perempuan kerdil yang ada disana tanpa mempedulikkan pertanyaan temannya sendiri.

            "Mereka berdua lucu banget ya," Isabella kembali berbicara, dia memang temannya Ivonne dan dia sendiri tau kalau temannya itu suka sama Welsen, tapi dia tidak bisa mengabaikan penglihatannya terhadap interaksi kedua orang yang ada di track lari sekarang.

            "Gue setuju sama lo sih, mereka berdua emang adorable banget. Kenapa mereka nggak jadian ya?" Hilda yang merupakan anak baru ikut berbicara.

            "Karena Welsen dijodohin sama Ivonne," jawab Isabella, dia menoleh ke Ivonne untuk meminta persetujuan akan fakta yang pernah diberitahu temannya itu. Tepatnya satu bulan yang lalu, Ivonne pernah bercerita bahwa keluarganya sudah mengatur perjodohan dengan keluarga Welsen sejak mereka kecil.

            "Ah," Ivonne terlihat gugup tapi melanjutkan perkataannya dengan, "ya, beberapa bulan yang lalu, nyokap gue bilang katanya kalau gue dijodohin sama keluarga Rayden yang satu sekolah sama kita."

            "Rayden?" Hilda mengerutkan keningnya.

            "Ah, lo anak baru sih ya. Nama panjang Welsen itu Rayden, Welsen Rayden," Isabella memberi penjelasan. Lalu dia mengambil posisi untuk melakukan hukuman yang diberikan oleh Pak Bondhi, yaitu sit-ups.

            "Oh gitu, but I heard there is another Rayden in this school," ujar Hilda.

            "Ah, Jason Rayden maksud lo?" Isabella bertanya.

            "Ya, bisa aja kan yang dijodohin sama Ivonne itu Jason? Anyway, mereka berdua adik kakak?" Pertanyaan Hilda spontan memicu kekehan dari beberapa orang yang ada di sekitarnya itu.

            "Lo kira dengan nama keluarga yang sama membuat mereka adik-kakak? You dream a lot, honey. Jason dan Welsen adik-kakak? What a shame," ujar Ivonne dengan senyuman sinis yang dia miliki.

            "Nggak mungkin banget kalau Jason dan Welsen satu keluarga, Hil. Jason itu anak berandalnya sedangkan Welsen? He is perfect, perhatian, ganteng, pintar, semua sifat baik ada di dia semua," Isabella memberitahu.

            Hilda menganggukan kepalanya paham atas informasi yang baru saja diberitahu kepadanya, lalu secara tidak sengaja dia memancing Ivonne cemburu akibat perkataannya, "Speaking of perhatian, tadi gue denger kalau Welsen rela buat ngelakuin hukumannya Katarina karena katanya muka Kat bakalan merah-merah kalau kena matahari terlalu lama. Sweet banget ya," dia terkekeh setelah itu.

            Emosi Ivonne terhadap Katarina yang sudah padam mendadak muncul lagi ke permukaan. Dia tidak bisa menerima bahwa cowok yang dia suka melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan terhadap perempuan lain. Dia sangat marah sampai tidak menyadari posisinya yaitu bukan siapa-siapanya Welsen untuk memarahi cowok itu.

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang