Suasana supermarket terlihat lebih ramai daripada biasanya. Katarina dan teman-temannya berencana untuk membeli peralatan dan perlengkapan untuk acara potluck besok. Seperti biasanya, Dezel ditugaskan untuk mendorong keranjang belanja mereka dan Sam yang akan mengambil barang-barang yang mereka inginkan.
"Kok keranjangnya habis?" Dezel mengernyit heran, tidak biasanya keranjang troli supermarket habis.
"Mungkin karena lagi ramai kali ya?" jawab Katarina.
"Lebih tepatnya karena lo kelamaan di kamar buat milih outfit tapi pada akhirnya tetap pakai hoodie sama celana pendek," sindir Welsen pada perempuan yang sekarang hanya tersenyum masam.
"Namanya juga cewek, lo udah tinggal bareng cewek lebih dari satu tahun tapi masih belum paham juga. Gimana sih," Sam menggerutu, dia mengedarkan pandangannya dan menangkap ada satu keranjang troli kosong di dekat tiang ujung. Tanpa mengatakan apapun, dia pergi untuk mengambil.
"Ngapain lo?" tanya Dezel saat Sam baru saja meninggalkan mereka.
"Akhirnya Sam berguna juga," sinis Welsen yang sebenarnya tidak ditujukan untuk menyindir siapapun, dia berbicara dengan nada sinis ya karena dengan begitu dia bisa berkomunikasi.
"Buat apa lo pada pinter kalau matanya nggak dipake," ujar Sam setelah dia kembali dengan troli kosong yang langsung diduduki oleh Katarina.
Katarina memang tidak pernah membiarkan keranjang belanjaan mereka kosong, dia akan memastikan kalau tubuhnyalah yang akan mengisi kekosongan keranjang mereka pada menit-menit awal berbelanja.
"Kebiasaan," Welsen memutar bola matanya jengah, dia melepaskan jaket hitam yang dia pakai dan menaruhnya diatas paha Katarina yang jelas terlihat oleh siapapun mengingat cewek itu menggunakan celana pendek.
"Umur boleh enam belas tahun, kelakuannya tetap sepuluh tahun," Dezel menggeleng-gelengkan kepalanya, dia sudah tidak paham lagi dengan Katarina.
"Jangan lupa, beberapa minggu lagi gue umur tujuh belas yang artinya gue itu udah dewasa!" protes Katarina yang tidak terima dikira anak kecil hanya berdasarkan tingkah lakunya.
"Mau umur berapapun, di mata kita bertiga jiwa lo itu anak kecil, Kat," ledek Sam yang diiringi dengan kekehannya.
"Terserah lo pada aja," ujar Katarina yang akhirnya mengalah, dia menjulurkan telunjuknya ke depan dan memberikan perintah pada salah satu dari ketiga teman cowoknya itu untuk mendorong keranjang belanja mereka dan dirinya sendiri, "go go!"
"See? Cuman anak kecil yang bisa kayak gitu," bisik Sam pada Welsen dan juga Dezel.
Rak pertama yang mereka hampiri ketika masuk ke dalam supermarket adalah rak roti. Sam dengan cekatan mengambil roti yang dikhususkan untuk burger setelah Katarina menyuruh dia, "Yang ini kan? Kadaluarsanya empat hari lagi," Sam memutar bungkusan roti burger tersebut, "masih bagus kok."
"Beli beli! Beli delapan bungkus," perintah Katarina.
"Delapan bungkus nggak kebanyakan?" Welsen bertanya.
"Nggak, satu bungkus isi enam yang artinya bakal ngasilin tiga burger. Kelas kita isinya ada lima belas orang," Katarina menjelaskan.
"Berarti cuman butuh lima dong?" Dezel bertanya.
Katarina menggelengkan kepalanya, "Belum selesai, satu bungkus buat percobaan dan dua bungkus lainnya buat persediaan di rumah," pada akhirnya para kaum pria pun menganggukan kepalanya paham.
Selama enam tahun kurang mereka berempat tinggal bersama, kegiatan berbelanja adalah salah satu dari puluhan kegiatan yang disukai oleh Rusy Gang (Nama komplek dari perumahan mereka). Mungkin alasan kenapa mereka bisa awet tinggal bersama tanpa ada permasalahan yang besar ya cuman dua, mereka menyukai hal yang sama dan tidak mengambil pusing mengenai nada bicara ataupun hal-hal yang sebenarnya besar bagi setiap orang.
"Weel, ada anak kelas sepuluh yang chat gue," Katarina membuka topik mengenai adik kelas perempuannya yang bertemu dengannya di toilet dan berakhir mengirim pesan padanya mengenai Welsen.
"Nggak peduli," Welsen membalasnya tak acuh, dia malah melepas topi hitam yang dia pakai dan memasangkannya ke kepala Katarina, "gerah. Gue males pakai topi."
"Dih! Males pakai topi terus nitipnya ke kepala gue?" Katarina dengan sewot membalasnya.
Welsen dengan polos pun mengangguk.
"Dasar orang aneh," Katarina melempar kotak es krim yang ada di keranjang belanjaan pada Welsen, namun cowok itu lebih dulu menangkapnya, "hoki!"
"Hoki karena gue jago makanya bisa nangkep?" balas Welsen, dia lalu menaruh kotak es krim yang ada ditangannya kembali ke keranjang. "Kita nemu anjing galak ini dimana sih? Kolong jembatan ya? Galak banget," Welsen mengacak-acakkan rambut Katarina tanpa penolakan dari yang punya.
Beberapa detik kemudian, Katarina baru sadar akan rambutnya yang sudah acak-acakan dan menatap cowok itu dengan matanya yang tajam dan penuh aura pembunuh. "Tangan lo mau gue potong kayak es krim potong ya?"
"Lo berdua tiap hari," Sam menggelengkan kepalanya tidak sanggup lagi, kalau saja didepannya adalah rak obat-obatan, dia pasti sudah meminum obat panadol yang banyak tanpa membayarnya terlebih dahulu.
Dezel tertawa keras melihat ketiga temannya itu. Kejadian seperti ini memang seringkali terjadi. Entah Katarina yang bertengkar dengan Welsen ataupun sebaliknya, Sam yang hanya bisa menggelengkan kepalanya yang pusing akibat kelakuan teman-temannya dan Dezel yang ada disana untuk menertawakan mereka. Setidaknya, kenangan itulah yang akan diingat oleh Dezel sebelum masa depan yang meretakkan mereka sedikit demi sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...