TUJUH

20 6 0
                                    

"Gue benci potluck," Sam membuang nafasnya panjang setelah dia duduk di meja kantin pada jam makan siang. Dia memberikan nampan makanan yang dia bawa tadi pada Katarina yang sudah menatapnya dengan penuh harap.

"Gue laper, nggak mikirin potluck," ujar Katarina yang tidak begitu memusingkan acara bulanan yang biasanya diadakan oleh para wali kelas guna untuk mendekatkan murid-muridnya dengan membawa makanan masing-masing, lalu membuat satu lingkaran besar dan saling tukar makanan.

"Makannya pelan-pelan," Welsen menyodorkan botol minumannya pada Katarina yang sudah mulai makan bakso yang dibawakan oleh Sam.

"Iya," Katarina melebarkan senyuman senangnya.

"Lo mau bawa apa pas potluck?" Sam bertanya pada Dezel dan kedua temannya yang lain.

"Gue nggak tau. Tahun lalu gue bawa pie buah tapi pantatnya gosong," jawab Dezel, ingatannya kembali pada tahun lalu ketika dia kelas sebelas. Setelah memutar otaknya selama beberapa hari, Dezel akhirnya meminta bantuan Katarina untuk membuatkan dirinya pie buah, tapi sayangnya ketika kulit pienya dipanggang ... Dezel kelupaan untuk mematikan oven.

"Lo bawa apa, Weel?" tanya Sam pada Welsen yang sedang memperhatikkan perempuan yang ada didepannya saat ini.

"Gue, gue bawa sandwich," jawab Welsen tanpa mengalihkan pandangannya sedetik pun.

"Sandwich? Simple banget gila," Sam menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Bawa chicken wrap aja, lebih keliatan repot dari sandwich tapi sebenarnya sama aja kok," Katarina memberitahu, tapi secara tidak sengaja dia malah tersedak oleh bakso yang dia gigit sehingga dia terbatuk. Tangannya berusaha untuk meraih botol minum yang diberikan oleh Welsen tadi, tapi Welsen lebih dulu bangkit berdiri dari tempat duduknya dan membukakan botol minumnya untuk Katarina.

"Makan itu jangan sambil ngomong," ujar Welsen dengan nada khawatirnya.

"Setiap hari buat kita khawatir aja ih," Sam ikut berdiri dari tempatnya dan menepuk punggung Katarina yang duduk disampingnya.

"Kayaknya hobi lo emang buat khawatir kita ya," Dezel yang ikut panik ketika Katarina terbatuk-batuk pun hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika perempuan yang mereka semua khawatirkan malah tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa setelah dia sudah meminum air yang diberikan oleh Welsen.

Sam yang melihat senyuman tidak berdosa dari Katarina langsung saja menoyor kepala cewek itu, "Yang bener ah kalo makan."

"Iya ih, khawatir banget ya?" Katarina tertawa.

"Cewek paling nggak masuk akal di sekolah ini, ya cuman lo doang. Udah tau keselek malah ketawa," sindir Dezel, dia menyuap nasi bento yang dia pesan tadi.

"Minum lagi," Welsen menyodorkan botol aqua baru yang ada di meja bagian kanannya pada Katarina.

"Nggak ah, kembung," jawab Katarina.

Welsen menganggukan kepalanya sedangkan matanya menuju ke mangkok bakso Katarina yang masih tersisa sayur-sayuran. Tau kalau Katarina pasti tidak akan menghabiskan sayuran dari mangkok baksonya, Welsen mengambil alih mangkok tersebut dan melahap habis sayuran yang ada disana tanpa rasa jijik sekalipun.

"Mau dong, Kak, dihabisin juga sayurnya," ledek Sam pada Welsen yang terlihat tidak acuh dengan candaannya.

"Jangan main-main, makan sayuran lo," ujar Welsen.

"Mending back to topic sebelum Katarina keselek, kita bawa apa pas potluck nanti?" Dezel yang terlihat lebih frustasi daripada ketika dia mengerjakan soal matematika pun melihat ke arah Katarina seakan dia meminta pertolongan.

"Gampang. Lo bawa chicken wrap," Katarina menunjuk Dezel, lalu telunjuknya beralih ke Sam dan Welsen secara bergiliran, "lo bawa sushi dan Welsen bawa burger. Mudah, simple dan murah."

"Seriusan? Boleh nggak sih bawa itu?" tanya Sam, alisnya secara tidak sadar naik.

"Boleh lah," Katarina menganggukan kepalanya.

"Oke, berarti sepakat ya kalau gitu?" tanya Dezel.

"Gue sih oke," Welsen menyetujui ide yang diberikan oleh Katarina karena dia tidak begitu peduli dengan makanan apa yang dia bawa pada acara potluck, yang dia pedulikan itu cuman satu. Dasi Katarina terlihat ada sedikit noda dari cabai yang cewek itu tuangkan ke dalam mangkuk baksonya. "Lepas dasi lo, Kat."

"Kenapa?" Katarina mengerutkan dahinya heran.

"Ada noda," Welsen lalu melepas dasinya terlebih dahulu dan memberikannya pada Katarina, "lo pakai dasi gue aja. Nanti dasi lo gue cuci dulu di toilet."

Katarina menunduk untuk melihat apa yang Welsen katakan mengenai dasinya dan memang benar kalau disana ada sedikit noda. Satu menit kemudian dasinya sudah terlepas dari lehernya, "Gue aja yang cuci punya gue."

"Nggak usah, gue aja," Welsen lebih dulu mengambil paksa dasi milik Katarina dan memberikan cewek itu dasi miliknya.

"Lo pada duluan aja ke kelas, gue ke toilet dulu," ujar Welsen pada ketiga orang yang menatapnya dalam diam. Ketika dia melenggang pergi, Sam mengambil koin yang ada dibalik sakunya.

"Mau taruhan nggak?" tanya Sam pada kedua temannya yang terlihat penasaran.

"Taruhan apa?"

"Taruhan kalau Weel baik ke Katarina cuman karena dia mau Kat buat masakin dia burger pas potluck besok," ujar Sam, dia memperlihatkan koin yang terlihat berbeda dari koin pada umumnya. Ada tulisan tugas dan juga seratus ribu di dua sisi koin tersebut.

"Terus koinnya buat apa?" tanya Dezel.

"Buat nentuin hukuman yang kalah lah. Entah itu kerjain tugas atau bayar seratus ribu," Sam memperjelas peraturan taruhan yang dia ajukan. "Lo pada pilih apa? Gue pilih Welsen bakalan minta Kat buat masakin makanan potluck dia."

"Gue sama kayak lo," ujar Katarina dengan penuh percaya diri. Sudah enam tahun lamanya dia tinggal bersama Welsen, cowok itu pasti ada maunya kalau baik padanya.

"Kalau gue ... Welsen baik karena emang pada dasarnya dia baik dan perhatian aja, bukan karena potluck," Dezel juga terlihat yakin dengan pilihannya.

"Okay kalo gitu, dua setuju dan satu nggak setuju ya," Sam memutuskan, lalu dia melempar koinnya ke atas dan menangkapnya, "tugas. Yang kalah bakalan buatin tugas buat yang menang."

"Oke."

"Oke. Gue yakin bukan karena potluck," ujar Dezel sekali lagi.

"Gue harap juga bukan karena potluck."

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang