"Ini rumahnya dia?" Sam tampak tidak yakin dengan apa yang dia lihat sekarang. Sebuah rumah yang berada dalam perumahan kumuh dan berara dalam gang yang sempit menjadi tempat tujuan mereka. Setelah Dezel bertanya dengan teman satu kelasnya Jason, mereka langsung saja meluncur tanpa pikir panjang lagi. Tujuan mereka sudah jelas.
Eye for an eye.
"Bener kok," Dezel memastikan alamat yang tertera di ponselnya sekali lagi.
"This ... I am so sorry," Sam benar-benar terkejut dengan apa yang dia lihat saat ini, "but this is not the house that I was expecting to see from a boy who had the nerve to messed up with us."
"Gue juga sih, asli kaget banget."
"Ya kan," Sam lalu berjalan memasuki pekarangan dan lebih dekat ke arah pintu dari rumah yang sama sekali tidak terurus dengan baik. Tapi, ketika dia baru saja ingin untuk mengetuk pintu, telinganya menangkap percakapatan mengenai sesuatu dari dalam.
"DO YOU THINK THAT HE WILL BELIEVE YOU? AFTER WHAT YOU HAVE DONE? REALLY, MOM?!"
"I DON'T GIVE A SHIT ABOUT WHAT I HAVE DONE. I HAVE YOU DAN ITU YANG TERPENTING."
"SO YOU ARE THINKING OF GIVING UP ONE SON AND MAKING UP WITH ANOTHER SON, LIKE WHAT YOU DID BEFORE, WITH ME. SELALU KAYAK GITU KAN CARA PENYELESAIAN DARI MAMA. DON'T YOU THINK SO?"
"JASON ..."
"MAMA KIRA AKU AKAN BAHAGIA DENGAN MAMA MEMILIH AKU DAN MENYERAH UNTUK MENGASUH WELSEN? NO. I AM NOT HAPPY ABOUT THAT."
"KENAPA KAMU BERPIKIR SEPERTI ITU, JAS?"
"KENAPA? BUKANNYA SIMPLE? IF YOU CHOOSE TO RAISE ME NOW, IT IS TOO LATE TO CHANGE A GUY WHO ARE VERY STUPID, FULL OF SIN AND A FREAKING BASTARD YANG SELALU MAININ PEREMPUAN? BUT, ON THE OTHER HAND, YOU RAISED A GUY-MY LITTLE BROTHER FROM ANOTHER FATHER."
"JASON ..."
"MOM, IF I WERE YOU, I WILL NOT GIVE A SHIT ABOUT A KID LIKE ME AND JUST LIVING MY LIFE WITH THE LUCKIEST KID YANG MEMANG UDAH DITAKDIRIN BUAT PUNYA SEMUANYA."
Dezel dan Sam saling berpandangan saat mendengarkan percakapan kedua orang yang ada di dalam rumah tersebut dengan penuh tanda tanya. Apa yang sebetulnya terjadi? Latar belakang seperti apa yang disembunyikan oleh Mamanya Weel, Jason dan juga Katarina? Kenapa permasalahan ini menjadi begitu sulit dan seperti tidak akan dapat terselesaikan dalam waktu yang singkat?
"We should go," ajak Dezel, dia menarik tangan kanan Sam untuk pergi menjauh dari rumah tersebut.
"Mereka ngomongin apa sih? Gue cuman bisa nangkap sekilas aja sama inti percakapan mereka," Sam berterusterang. Dia dan Dezel sudah kembali ke dalam mobil saat ini.
Dezel menghela nafasnya pelan, "Gue sama sekali nggak nyangka rumah Jason akan seperti itu dan percakapan antara dia dan Mamanya Welsen," dia mengambil jeda sebelum menyatakan pendapatnya, "it doesn't make any sense.Jadi, sekarang Mama mau meninggalkan Weel dan ngurus Jason? Itu kan inti percakapan mereka berdua?"
Sam menganggukan kepalanya, "Gue juga berpikir kayak gitu sih. Tapi, seriusan deh ... dia bukan kayak Mama yang gue kenal." Sudah beberapa kali Sam ikut bertemu dengan Mamanya Welsen untuk liburan, acara keluarga, acara pernikahan ataupun lainnya dan sama sekali tidak pernah sekalipun dia mendengar Mamanya Welsen bersikap tidak logis.
"Iya, I think ... this is a huge problem yang sampai mengakibatkan kayak gitu. Keadaan yang maksa dia buat jadi nggak logis dan egois," jawab Dezel.
Sam menganggukan kepalanya kembali, kali ini hanya dua kali, lalu dia mengarahkan pandangannya kembali pada rumah yang baru saja dia datangi, "Walaupun Jason itu punya hubungan darah sama Welsen, it doesn't make him to have a right to messed with us, terutama Katarina."
"Sure thing," Dezel menyetujui.
"Kita tungguin aja kali ya? Setelah Mama keluar baru kita masuk buat kasih dia pelajaran?" Sam memberikan sarannya yang dibalas dengan sahutan singkat untuk menyetujui rencana Dezel.
Tidak lama kemudian, ada panggilan masuk dari orang yang benar-benar sedang tidak ingin Dezel ladenin. Dia sudah lelah akan permasalahan hidupnya, tidak perlu ditambah dengan masalah percintaan. Dia adalah Jade.
"Kenapa nggak diangkat?" Alis Sam terangkat melihat tingkah sahabatnya itu.
"It's her."
"Her?"
"Jade."
"Kenapa nggak diangkat?" Sam kembali menggulang pertanyaannya sembari mengecek apakah jawaban yang ada dipikirannya sama dengan apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu.
Dezel menyunggingkan senyuman masamnya, "Gue sama Jade udah nggak ada apa-apa, jadi nggak akan ada masalah apapun kalau gue nggak angkat teleponnya kan."
"You know that you loved her, right?"
"Love?"
"Loved."
"Yeah, I did, a long time ago."
"Then, kenapa ngelepas dia?"
"Kita bahas ini setelah lulus sekolah aja gimana? Because us, me and Jade, kita nggak punya harapan apa-apa lagi yang sampai mengharuskan gue untuk bahas permasalahan ini sekarang."
"Okay," Sam menganggukan kepalanya setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...