Katarina menyanggul rambutnya dengan satu tangan. Setelah menyelesaikan satu permasalahan yang menganggu mereka, Katarina dan Welsen bergegas untuk pergi ke dapur untuk memanaskan sisa piza dari semalam untuk makan malam mereka. Welsen dengan sigap mengeluarkan piza yang sudah dipanaskan dan menaruhnya ke atas piring yang sudah diambil oleh Katarina tadi.
"Besok pagi kita akan ke pameran kampus kan?" Welsen mencari topik pembicaraan agar kekasih pertamanya itu tidak diam saja.
"Ya," Katarina menganggukan kepalanya dengan canggung. Sejujurnya, dia tidak tau harus bagaimana lagi ketika sepasang sahabat menjadi kekasih dalam sekejap. Terlebih lagi ini pertama kalinya Katarina berpacaran, berlaku juga bagi Welsen yang selama ini selalu menutup hatinya rapat-rapat.
"Selain piza, lo mau makan apa lagi nggak? Gue bisa pesanin makanan yang lo mau," Welsen memberitahu.
"Ah, nggak apa-apa piza aja."
"Gue yakin ini akan menjadi lebih canggung kalau misalnya gue nggak minta maaf soal tadi."
"Yang mana?" Katarina menyipitkan matanya penuh curiga, dia berharap kalau cowok itu akan meminta maaf akan semuanya dan menyesal karena telah mengajak untuk melakukan percobaan mereka sebagai sepasang kekasih.
"Masalah Jason yang berusaha untuk," Welsen berkata dengan lancar, lalu menggantung kata-katanya untuk menggantinya, "ah, lo tau lah yang mana." Dia tidak ingin Katarina menjadi trauma atau apapun hal negatif yang bisa saja terjadi pada cewek itu. "Nggak seharusnya gue juga bilang ke Sam dan Dezel tanpa persetujuan lo."
Katarina berjalan menghampiri cowok yang sekarang sedang meminta maaf padanya. Dia jadi merasa tidak enak melihat tatapan cowok itu yang terlihat sangat merasa bersalah.
"Gue beneran minta maaf, Kat. Kelakuan gue yang tadi akan menjadi yang pertama dan terakhirnya gue melakukan hal bodoh tadi."
"Iya," Katarina menjulurkan tangan kanannya ke pundak Welsen dan menatapnya dalam diam, "nggak apa-apa."
"Please kasih tau gue kalau misalnya lo ngerasa trauma atau apapun karena kejadian tadi siang, Kat. Gue bener-bener berharap lo mau terbuka sama gue nantinya. Gue tau kalau kita cuman pacaran coba-coba doang, tapi gue bener-bener berharap kita bisa lanjut terus. I really hope the best for us, Kat."
"Gue tau," Katarina menganggukan kepalanya, hatinya menjadi lebih terenyuh lagi daripada yang sebelumnya. Kalau saja dia tidak sedang dilanda kebingungan atas hubungan percintaan yang rumit ini, dia sudah pasti akan jatuh sedalam-dalamnya dengan sahabatnya itu.
Welsen membawakan dua piring yang berisikan piza tersebut dan berjalan ke arah ruang tamu, namun sebelum itu dia berkata, "Makan dulu, abis itu kita baru bahas mengenai anak dajjal itu."
Anak dajjal, tentu saja Katarina tau siapa yang dimaksud oleh Welsen. Dia menganggukan kepalanya setelah itu, dan berjalan ke arah kulkas sebelum akhirnya dia menyusul Welsen yang sudah lebih dulu ke ruang tamu. "It will be great if I can drink this now," Katarina menatap soju yang sengaja dibeli oleh Sam untuk malam tahun baru yang akan dilangsungkan beberapa minggu lagi.
Rasanya Katarina ingin sekali mabuk sebelum dia menceritakkan apa yang sudah dia pendam beberapa lama ini. Ketika tangan nakal Katarina ingin membuka botol soju milik Sam, ada panggilan masuk yang terdengar dari ponselnya. Katarina menghela nafasnya kesal, siapa yang berani menelponnya malam-malam seperti ini? Sungguh menyebalkan.
"Halo, Ma," sapa Katarina pada orang yang menelponnya itu, dia adalah Mamanya Welsen.
"Kat, I need to talk with you," Mamanya Welsen lebih dulu memotong apapun yang seharusnya mereka bicarakan layaknya seseorang yang sudah lama tidak saling berhubungan.
"Go ahead," jawab Katarina, sebetulnya dia sudah tau apa yang akan dikatakan oleh perempuan paruh baya itu. Semua skenario sudah tercetak dan tersusun dengan jelas dipikiran Katarina saat ini.
"Kat, nunggu apa lagi? Ayo buruan makan, nanti pizzanya keburu dingin," Welsen tiba-tiba saja muncul dari balik pintu yang menjadi pintu penghubung antara dapur bersih dan ruang tamu.
"Ya, wait, lo makan duluan aja, Weel," ujar Katarina dengan menegaskan satu kata terakhir yang dia sebutkan dengan maksud untuk memberitahu orang yang ada diseberang sana bahwa ada anaknya saat ini.
"Nyalain speakernya aja, Kat. Mungkin emang waktunya untuk ngebahas ini sama kalian berdua," ujar Mamanya Welsen dari balik telepon.
"Weel, your mom," Katarina melepas pegangannya ponselnya dan menyalakan mode speaker seperti apa yang dipinta oleh Jacquine, "she wants to speak with both of us."
"Ah, she did?" Welsen menaikkan kedua alisnya bingung, dia berjalan menghampiri dan mengambil posisi tepat disebelah Katarina. Tangannya dia letakkan di atas meja bar yang biasanya digunakan untuk menaruh masakan yang sudah matang ataupun dijadikan sebagai tempat makan kecil-kecilan. "Hey, Mom," sapa Welsen.
"Hey," balas Jacquine dengan nada suaranya yang masih tenang dan santai. "Nanti tolong beritahu semuanya yang sudah Mama ceritakan ke kamu ya, Kat. Dia berhak tau tentang apa yang Mama udah minta kamu kubur dalam-dalam. He has to know."
"Ya," Katarina menganggukan kepalanya walaupun Jacquine tidak akan melihat anggukannya.
"I am so sorry, son. But, it is time to say goodbye."
Begitu kalimat yang dikeluarkan dari mulut Jacquine selesai, Katarina langsung saja dengan panik dan terkejut melihat Welsen dengan tatapan yang campur aduk. Dia tidak bisa berkata apapun lagi sekarang, dia hanya bisa mendengar dan memperhatikkan apa yang terjadi saat ini.
"Mama tau hari kayak gini pasti datang, yang mama nggak sadarin adalah they came really fast, lebih cepat daripada yang mama harapkan. Mama tau akan menjadi egois dan terkesan meninggalkan satu anak mama yang sudah mama urus sedari dulu demi untuk mengurus anak mama yang sudah mama terlantarkan dulu. I know it's hard to process and accept this, but here's the fact yang harus kita terima."
I told your dad about this and he ... accept this. Surat perceraian juga sudah mama tanda tangani."
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...