ENAM PULUH SEMBILAN

10 1 0
                                    

California, hari keberangkatan

"Kenapa harus koper warna kuning sih, Weel? Lo ingat kalau lo seorang residen di rumah sakit ternama di Indonesia yang tercatat sebagai lima puluh rumah sakit dengan fasilitas terlengkap di dunia kan? In addition, lo juga pewarisnya," Dezel benar-benar tidak habis pikir dengan bawaan yang dibawa oleh sahabatnya itu. Koper dengan warna kuning melekat menjadi pilihan sahabatnya untuk terbang ke London.

"Because she likes yellow," jawab Welsen dengan singkat, padat dan jelas. Sejujurnya memang hanya itulah alasan kenapa dirinya rela untuk menghamburkan uang sebanyak delapan juta dolar agar penjaga toko koper di salah satu mall kotanya membuka dagangannya jam dua pagi agar Welsen dapat membeli koper warna kuning.

"Dasar bucin. Nggak bisa kayaknya gue temenan sama bucin. Bisa sakit jiwa," sinis Dezel, dia mengeluarkan ipadnya dari dalam tas berwarna coklat besar yang berada diatas kopernya. Ada panggilan masuk dari seseorang yang tentu saja dia ketahui. Dia adalah Camille. "Hey, babe," sapa Dezel begitu dia mengangkat panggilannya.

"Babe?" Welsen mengerutkan dahinya heran, dia belum tau kalau Camille sedang menghubungi temannya itu karena dia sekarang sedang membelakangi bangku Dezel.

"How was your sleep? You doing alright, babe?" tanya Dezel pada kekasihnya, dia tersenyum bahagia ketika Camille menganggukan kepala atas jawaban dari kedua pertanyaannya.

"Justru yang nggak bisa tidur dari semalam itu cuman Kat, she is a mess," adu Camille pada kekasihnya.

"Ah, she is? Tumbenan banget dia nggak kabarin aku," ujar Dezel.

"Ya, and Sam is getting married."

"He is?!" Dezel terkejut.

"Lo ngomong sama siapa sih, Setan!" seru Welsen yang kesal sedari tadi mendengarkan ocehan orang yang dia kira sedang berbicara dengannya tapi ternyata tidak. Dia menyadari hal itu karena tidak ada satupun perkataan yang sesuai dengan yang seharusnya dikatakan oleh Dezel. Dia membalikkan badannya dan menemukan Dezel dengan wajah terkejutnya.

"Lo tau kalau Sam bakalan nikah? Within a week!" teriak Dezel terkejut. Selama ini dia hanya tau kalau setelah lulus di Harvard, sahabatnya itu pindah ke Paris untuk melanjutkan bisnis fashion dari Mamanya. Rusy Gang bubar? Tidak juga, karena mereka berempat selalu maintain kabar masing-masing melalui sosial media dan grup. Tapi memang ada beberapa hal yang serasa tertinggal dan tidak diceritakan melalui grup tersebut.

"Lo lagi call sama Cami," Welsen menyadari hal tersebut dan menganggukan kepalanya.

"Lo tau Sam mau nikah?" Kembali Dezel tanyakan pertanyaannya.

Dengan santai dan tidak memikirkan reaksi berlebihan dari Dezel, Welsen menganggukan kepalanya dan menyapa Camille dengan kepala dan tangannya. "Your boy is safe with me, Cami," ujarnya pada tunangan sahabatnya itu.

"Yes, thank you! And, your bestfriend also safe with me, Weel," ujar Camille dengan maksud Katarina.

Welsen menganggukan kepalanya, "Dia lagi ngapain sekarang?"

"Kat? She is sleeping," Camille menggeser ipad yang dia pegang di apartemennya saat ini dan memperlihatkan keberadaan Katarina yang sedang tertidur pulas di sofa ruang tamu dengan jaket tebal merah dan kaos hitamnya yang dapat terlihat dengan jelas oleh Welsen.

Secara tidak sadar dia tersenyum Ketika mengatakan, "Good to see her sleeping."

"Hello? Are you kidding me? Disini gue lagi kaget karena sahabat kita yang sedari dulu jomblo, tiba-tiba bakalan nikah dalam jangka waktu satu minggu?" Dezel berkata.

"Jeez! Nggak perlu kaget kayak gitu kali. He is a rich grown up man, nggak mungkin ada cewek yang nggak suka sama dia kan?" Welsen melirik sahabatnya yang berada di sebelahnya dan kembali memfokuskan pandangannya pada layar ipad.

"Iya sih," Dezel akhirnya mengiyakan, "well, okay, tapi kenapa kita harus taunya dari Cami? Kenapa nggak dari Sam-nya langsung? Is he nuts?" ujar Dezel yang tidak terima.

"Sam baru aja kasih tau Katarina sebelum dia tidur," Camille menjelaskan sebelum adanya kesalahpahaman yang lebih lanjut.

Dezel lalu membulatkan bibirnya dan menganggukan kepalanya. Tidak lama kemudian terdengar panggilan pesawatnya yang akan menerbangkan mereka ke London, "See you in eleven hours, babe?"

"Ya, aku udah beliin beberapa bahan masakan buat kamu. You love Korean food, right? I bought kimchi from your favorite mart, last night, " kata Camille, matanya menangkap anggukan kepala dari tunangannya itu. Dia begitu Bahagia melihatnya, padahal hanya sebuah anggukan. Entahlah, mungkin karena dia sudah tidak sabar menunggu kedatangan Dezel dan melihat anggukan kepala langsung dari tunangannya itu?

"Yes!" seru Dezel kesenangan.

Welsen berdecak sebal melihat keuwuan yang tidak bisa dia dapatkan karena masih harus berjuang untuk mendapatkan itu semua, "Bisa nggak sih kalau status hubungan gue itu cepat-cepat diganti aja? Gue sama sekali nggak sabar buat jalanin hubungan pacarana yang beneran sama dia."

"Jangan kebanyakan ngeluh bisa kali ya, Weel?" Camille lalu mengatakan satu kalimat yang membuat Welsen menjadi ragu untuk pergi ke London dan menemui wanita pujaaan hatinya yang sudah lama ia rindukan dan sayangi, "Healing should be together, hadapinnya bareng-bareng karena ketika seseorang ditinggal untuk berbenah perasaannya sendiri, intinya misahlah ya, that means she or he won't become anything for you, less than a friends."

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang