EMPAT PULUH DUA

9 2 0
                                    

"Gimana rasanya kalau lo dibohongin orang?"

"Maksudnya?" Charles melahap bakso yang dia pesan lima menit yang lalu, dia menatap lekat perempuan yang ada didepannya.

"Kalau lo dibohongin sama sahabat-sahabat lo, mereka nutupin sesuatu dari lo, lo marah nggak?" Katarina bertanya sekali lagi, memperjelas pertanyaannya.

Charles menangkat kedua bahunya tidak tau harus menjawab apa, dirinya belum pernah dibohongi oleh siapapun. Yang pernah membohongi dirinya ya hanya diri Charles sendiri. Berapa kali? Sering, sampai dia tidak bisa menghitungnya dari jari kaki dan tangan.

"Ah, seharusnya gue nggak bahas tentang ini ke lo," Katarina berkata dengan kikuk, dia menyendokkan bihun ayam pesanannya. Dia tidak berniat untuk makan bakso, karena makan bakso hanya akan mengingatkannya pada Rusy Gang. Dia sangat tidak ingin memikirkan tentang permasalahan mereka, khususnya untuk saat ini. Tapi, entah kenapa, ketika Katarina menolak untuk memikirkannya, justru akan ada hal-hal yang terjadi dan kembali mengingatkan dirinya akan mereka bertiga.

"No, gue malah senang lo mau terbuka mengenai hal pribadi lo ke gue. Tapi, sayang banget gue nggak bisa kasih tau lo apapun because I have never experience that before," ujar Charles jujur.

Katarina yang mendengar ketulusan dari perkataan cowok yang secara acak bisa menjadi temannya saat ini pun tersenyum, tidak lebar. Hanya tipis. Karena menurutnya, Charles belum sampai ditahap orang yang dapat dia berikan senyuman lebarnya.

"Lo masih berantem sama teman-teman lo kan?"

"Teman gue?"

"Denzel, Sam sama Welsen maksud gue."

"They are not just friends, they are my bestfriends," entah kenapa Katarina merasa kesal mendengar kesalahan kecil seperti itu.

"Yeah?"

"Yeah."

"Funny how you pronounce they are your bestfriends disaat lo sendiri nggak percaya sama mereka," ujar Charles secara tiba-tiba. Kesan hangat dan perhatian dari cowok itu seketika berubah menjadi dingin dan tidak tersentuh, membuat Katarina tertegun. "Ketika lo mengikatkan diri lo dengan orang yang lo sebut sebagai sahabat, that means whatever it takes, you will believe them. Mau alasan apapun, you believe them."

Katarina terdiam, menyimak apa yang ingin dikatakan oleh cowok yang menurutnya aneh sekaligus menarik. Aneh karena tiba-tiba saja dia menjadi pribadi yang dingin, tidak seperti biasanya. Tapi, tenang saja, kalau masalah dingin mah Welsen jagonya. Pria itu lebih dingin daripada cowok manapun di dunia yang pernah Katarina temui.

"Mau tau nggak alasan apa yang ngebuat sahabat kita menutupi kebenaran dari balik sesuatu?" tanya Charles.

Aneh. Ketika pertanyaan demi pertanyaan muncul dari mulut Charles, dia merasa aneh dan tidak bisa mengatakan apapun lagi.

"Karena mereka mau melindungi lo, itu alasan utamanya, khususnya untuk cowok-cowok yang terlibat dipermasalahan ini, teman tinggal dan teman masa kecil lo. They just want to protect you, from this," Charles mengarahkan telapak tangannya pada perempuan yang diseberangnya.

"This version of you adalah hal yang mereka jaga, dan sayangnya gagal karena lo lebih dulu tau. Sayangnya, lo juga tau mengenai hal ini dari orang lain dan bukan mereka."

"Maksud lo? Version of me?" Katarina menunjuk dirinya sendiri bingung, tangan kanannya dia gunakan untuk mengalungkan kacamata yang dia pakai tadi siang dan ditaruh ke kantong jaket yang dia pakai.

"Lo nggak sadar kalau semenjak lo ngejauh dari mereka, apa yang lo rasain?" Charles bertanya, pertanyaan yang sepertinya tidak bisa dijawab oleh Katarina dan maka dari itu dia yang membantu perempuan itu untuk sadar akan hal yang tidak bisa dilihat oleh Katarina, "lo yang sekarang bukan lagi Katarina yang santai, humble, ceria dan merasa dicintai.

lo yang sekarang adalah pribadi yang pemurung, pendiam, overthinking, dan penakut. Bener nggak?" tanya Charles.

"Gue, gue nggak paham maksud lo, gue sama sekali nggak paham?" Nada gugup dapat terbaca oleh siapapun yang mendengar perkataannya Katarina. Dia lalu kembali bertanya dengan penuh keraguan dan kegugupan, "Gue separah itu?"

"Separah apa?"

"Yang kayak tadi lo bilang. Overthinking, penakut dan lain-lainnya."

"Ah, yes, you are," Charles menganggukan kepalanya tanpa ragu karena dia sudah yakin dengan jawaban yang ingin dia berikan pada Katarina.

"Jadi, yang gue harus lakuin apa?"

"Bukan menjadi hak gue untuk menentukan apa yang lo mau. Sebaliknya, lo sendiri yang harus nentuin apa yang lo mau, siapa yang akan lo maafkan dan apapun itu. It's all about you and them, now. Another tip, memaafkan seseorang itu bukan berarti kita kalah. Itu namanya kita mendewasakan diri, walaupun jadinya terpaksa, but afterall it could be your medicine."

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang