Dulu, Welsen selalu bertanya-tanya alasan mengapa Katarina selalu memainkan musik sekencang-kencangnya di dalam kamarnya ketika sedang menghadapi banyak sekali masalah ataupun ketika dia sedang bersedih dan marah kepada keadaan. "A beat to drown out the thoughts, sound so high you can not think, lyrics so close to home you don't even blink," ujar Welsen yang baru saja menyadarinya ketika lagu-lagu yang ada di dalam playlist musik Katarina terdengar mengisi kekosongan kamarnya.
Ketika dirinya sudah mengeluarkan apa yang menyesakkan hatinya dan mulai mencoba untuk mengiklhaskan apa yang terjadi, Welsen menghapus air matanya yang masih tersisa dipelupuk matanya. Dia menaruh ponselnya ke atas meja setelah menerima panggilan telepon dari Jason mengenai kondisi Mamanya.
"Kita harus datang, iya kan?" tanya Katarina untuk memastikan.
"Nggak, gue bilang kalau gue nggak akan datang ke rumah sakit."
"Weel, kalau ada apa-apa sama Mama gimana? Lo bakalan nyesel nantinya."
"She will be fine."
"Is she?" tanya Katarina, "kalau emang lo nggak mau dateng. Gue yang akan dateng ke rumah sakit untuk mastiin kalau Mama baik-baik aja. Afterall, she is your mother," dia mengikat rambutnya dengan ikat rambut yang ada dipergelangan tangannya dan bangkit berdiri.
"Kat, she will be fine."
Tanpa memedulikan apa yang dikatakan oleh Welsen, Katarina bergegas untuk keluar dari kamar cowok itu dan mengambil hoodie yang menggantung dibalik pintu kamarnya untuk menutupi kaos polos putih yang dia pakai. Tidak berlama-lama, Katarina mengambil ponsel dan juga dompetnya, "Lo sama sekali nggak masuk akal kalau nggak dateng ke rumah sakit ketika nyokap lo sendiri masuk kesana. Dimana otak lo? You have changed, kayak cuman beberapa hari ada masalah kayak gini aja lo berubah. Sama sekali nggak masuk akal," Katarina mendumel. Dia tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. "She is your freaking mother, Welsen Rayden. Pull yourself together!"
Sedari tadi, ketika Katarina mendengarkan pembicaraan antara Jason dan Welsen, dia sudah sangat ingin memukul kepala mereka berdua karena tidak panik ataupun khawatir akan kondisi dari Ibu mereka dan malah membicarakan hal-hal yang seharusnya mereka bicarakan ketika mereka memastikan Jacquine baik-baik saja.
"She is fine, Kat. No worries," ujar Welsen sekali lagi saat dirinya menghampiri Katarina yang masih sibuk mencari sendal perginya.
Ketika dirinya tidak menemukan sendal perginya, dia langsung saja berlari keluar dari kamar menggunakan sendal rumahnya. Tidak peduli apa yang dia kenakan, yang pasti dia harus cepat-cepat berangkat ke rumah sakit. Sebelum dirinya keluar dari rumah, dia berteriak pada kedua temannya yang sedang memperhatikannya dengan bingung, "Gue tugasin lo berdua untuk sadarin kalau teman lo yang satu itu," Katarina menunjuk Welsen yang menyandarkan punggungnya ke ujung tangga dengan santai, "otak dia udah kelepas kayaknya. Terlalu banyak beban masalah yang hadir ke hidup dia, ngebuat dia jadi kehilangan kesadarannya." Terakhir, Katarina membuka pintu rumahnya dan segera membantingnya dengan kencang ketika sudah keluar.
"Kenapa? Ada apaan sih?" Dezel bertanya dengan heran, dia baru saja beristirahat di ruang tamu karena telah melalui hari yang panjang. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi dan mereka semua belum juga tidur. Padahal, pagi harinya mereka harus berangkat menuju tempat pameran universitas ternama di Senayan.
"Kat mau kemana jam tiga pagi kayak gini? Ada urusan penting apa?" Sam bertanya pada Welsen yang masih meratapi pintu mereka.
"Rumah sakit," jawab Welsen yang membuat kedua temannya itu terkejut.
"Siapa yang sakit?"
"Mama."
"Mama?"
"Mama gue."
"Dan?" Dezel berdiri dari sofa yang dia duduki, "dan lo masih dirumah? Nggak ke rumah sakit?"
"Iya. Gue bilang sama Jason kalau gue nggak dateng ke rumah sakit," ujar Welsen dengan polos, tanpa merasa kalau dirinya melakukan kesalahan fatal yang akan membuat dirinya menyesal.
Dezel menggelengkan kepalanya, "Sekarang gue paham sama apa yang dibilang sama Kat barusan," dia mennghela nafasnya panjang, "gue ngerti kalau lo baru aja ngejalanin hari yang berat. Ditinggal sama nyokap tanpa alasan dan harus mengetahui alasan itu dari orang lain. Gue tau itu berat ... tapi bukan berarti lo jadi heartless."
"Heartless?" Welsen bertanya tidak mengerti kepada sahabatnya itu. Dia tidak merasa telah menjadi seseorang yang dingin dan acuh mengenai kondisi Mamanya. Atau memang dia menjadi acuh? Tapi ... kenapa? Toh, dia memilih untuk tidak datang ke rumah sakit karena memang menurut dirinya, sudah tidak menjadi hak dan kewajibannya untuk datang, bukan?
"Lo baru saja meninggalkan wanita yang udah lo jaga selama ini dengan orang asing, Weel. You trusted him too much, don't you think so? Welsen yang gue kenal, Welsen yang selalu gue lihat sebagai laki-laki dan sahabat yang sempurna, dia akan datang ketika Mamanya sakit. Apapun yang terjadi. Dia akan datang dan tidak menitipkan Mamanya ke siapapun karena dia percaya kalau nggak akan ada orang yang bisa jaga Mamanya seperti dirinya sendiri."
"Mama," Welsen berpikir keras untuk melanjutkan pembicaraannya, tapi nihil. Dia tidak tau harus ngomong apa sekarang.
"She is your mother no matter what happened, nggak peduli mengenai surat perceraian yang lagi dilakuin sama bokap lo, Mama Jacquine tetap mama kandung lo dan seharusnya lo sebagai anak yang udah diasuh dan dilahirin sama beliau, lo harusnya datang, Weel." Sam yang kali ini memberitahu sahabatnya yang terlihat seperti kebingungan dengan apa yang harus dan tidak harus dia lakukan, dia paham kalau ini pertama kalinya Welsen merasakan hal seperti ini.
"G-gue,"
"Sekarang, ambil jaket lo, kita pergi ke rumah sakit susulin Kat dan nemenin nyokap lo," perintah Dezel, dia juga langsung berlalu untuk pergi ke kamar untuk mengambil hoodienya yang lebih tebal lagi karena dia tadi sempat memperhatikkan hoodie yang dipakai oleh Katarina dan dengan jelas dia bisa mengetahui kalau hoodie tersebut adalah hoodie yang paling dapat digapai oleh Katarina.
"Kita beneran harus datang?"
"Kalau lo nggak mau menyesali apa yang terjadi nantinya, kita harus datang, Weel."
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...