DUA PULUH SATU

9 2 0
                                    

Keesokan harinya, hari senin pun datang dan para siswa kelas 12-1 harus mengawali hari mereka dengan ujian fisika yang pastinya menguras setengah bagian dari otak mereka. Para Rusy Gang kecuali Welsen benar-benar kewalahan melihat soal-soal yang tertulis di kertas ulangan mereka. Sam mengetuk kepalanya dengan pena yang ada ditangan, "Gue benci fisika," dia berbicara pada Welsen yang menjadi teman sebangkunya hari ini.

            "Gue biasa aja sih, soalnya masih gampang kok," jawab Welsen yang membuat Sam ingin terjun dari lantai sekolahnya sekarang juga. Bisa-bisanya cowok kejam itu bilang soal-soal ulangan mereka gampang.

            "Lo gila," Sam menyudahi pembicaraannya dengan Welsen, dia menoleh ke tempat duduk Dezel dan Katarina yang ada dibelakangnya. "Bisa kerjain soalnya?"

            Katarina mengangkat wajahnya ketika mendengar pertanyaan Sam, "Bisa," dia kembali memperhatikkan soal nomor lima yang sedang dia kerjakan, lalu menggelengkan kepalanya, "nggak bisa."

            "Apes ya kita," Sam berkata dengan nada rendahnya seakan dia sedang putus asa sekarang.

            "Gue heran kenapa kita hari ini harus ulangan dadakan sih," keluh Sam pada Katarina, dia memperhatikkan guru fisikanya yang sedang sibuk menilai hasil ulangan dari kelas sebelumnya.

            "Sebenarnya Bu Khiel udah kasih tau mau ulangan dari kemarin di portal siswa kita, tapi sayangnya setelah lima belas menit post, dia langsung hapus biar nggak ada siswa yang kerjain ulangan dia pakai persiapan," Welsen membalikkan tubuhnya ke belakang, tidak peduli kalau gurunya akan menangkap dirinya yang berbicara saar ujian.

            "Ah, sial," umpat Katarina, rasanya dia ingin memarahi gurunya itu, "lo udah tau tentang status update dia yang bilang ada ulangan?"

            "Tau," Welsen menganggukan kepalanya polos.

            "Sial!" Dengan cepat Katarina menjatuhkan penanya dan memukul lengan Welsen dengan sekeras yang dia bisa, "lo sih bener-bener ya! Harusnya lo itu kasih tau kita," dia berbisik tapi nada suaranya masih terdengar jelas.

            "Bukan temen, jangan ditemenin," Sam mengompori dari depan Katarina sedangkan Dezel tidak begitu mengurusi perdebatan kecil yang dilakukan oleh ketiga temannya karena dia harus menyelesaikan soal miliknya.

            "Lo bukannya udah gue kasih tau juga kalau ada ulangan," Welsen berkata pada Sam yang spontan membuat cowok itu mengangkat kedua alisnya heran. Mengetahui kebingungan Sam, Welsen pun berkata, "pas lo kasih makan ikan satu sama makanan ikan punya Kat, gue kasih tau lo tentang ulangan dan kata lo biarin aja."

            "Ah? Masa sih?" Ingatan mengenai kejadian itu muncul dibenak Sam, tapi satu hal yang dia ingat dengan jelas. Kala itu Welsen tidak memberitahu kalau fisika yang menjadi bebannya pada hari senin ini.

            "Beneran begitu, Sam?" Katarina memicingkan matanya tidak terima oleh kedua fakta yang dia dengar dari Welsen yaitu makanan ikannya diambil oleh Sam dan cowok itu tidak membahas apapun mengenai info ulangan yang diberikan oleh Welsen.

            Tanpa mendengar jawaban Sam, Katarina melempar serbuk penghapusnya yang dia gunakan saat menghapus perhitungan dasar di lembar soalnya ke arah Sam yang berada didepannya, "Dasar nyebelin."

            "Maap," Sam menyengir tanpa dosa, kemudian mereka semua melanjutkan masa tenangnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit yang tertulis dengan jelas di lembar soal masing-masing.

            Beberapa menit kemudian, Bu Khiel berjalan mengelilingi kelas untuk mengawasi jalannya ulangan yang dia berikan di pagi hari ini. Dia sempat melirik ke meja pentolan kelas yang sangat dia senangi karena mereka berempat memang benar-benar pintar dan bukan sekedar omongan belaka.

            "Gimana soal ulangan fisika hari ini, Welsen? Kamu bisa jawab? Seberapa tinggi level kesukarannya?" Bu Khiel berhenti di depan meja Welsen dan Dezel.

            "Menurut saya masih bisa dijawab, Bu," jawab Welsen dengan sopan.

            "Seberapa tinggi level kesukarannya?" Bu Khiel mengulang pertanyaannya yang masih belum dijawab oleh murid kesayangannya itu.

            Welsen nampak berpikir sejenak, dia menoleh ke Katarina yang sedang menghitung jawabannya untuk nomor tujuh untuk menilai level kesukaran dari ujian hari ini, "Hmm, mungkin tujuh dari sepuluh, Bu."

            "Tujuh ya? Berarti masih lebih sulit ujian yang pas kita kelas sebelas semester dua, betul?" Bu Khiel menjawab perkataan Welsen dengan sebuah pertanyaan yang sebetulnya digunakan untuk bahan tingkat ujian kedepannya.

            "Iya, menurut saya seperti itu, Bu. Kalau menurut Katarina mungkin nggak, Bu," kata Welsen yang dipergunakan untuk mengejek sekaligus bercanda dengan perempuan yang dia liat masih begitu sibuk dengan perhitungan-perhitungan yang terlihat sangat sulit.

            "Oh ya?" Bu Khiel sontak menengok ke arah Katarina yang ada dibelakang Welsen, meja kedua dari depan dan bertanya pada cewek itu, "apakah benar, Kat? Seberapa susah ujian hari ini?"

            Katarina tidak langsung menjawab pertanyaan gurunya karena yang dia fokuskan adalah untuk menemukan jawaban dari soal yang dia kerjakan saat ini.

            "Kat? Bagaimana, Kat? Mana yang lebih susah?" Bu Khiel memperhatikkan murid perempuannya yang giat itu. "Jadi makin giat menghitung ya kamu, Kat."

            Katarina yang mendengarkan gangguan-gangguan itu sebetulnya ingin melempar siapapun yang berada di dekatnya saat ini. Tapi, dia mengurungkan niatnya ketika mendapati guru fisikanya yang mengajaknya berbicara, "Ah, tadi Ibu ngomong apa ya? Sebelumnya saya lagi fokus untuk menghitung soal Ibu yang sangat susah ini," dia menyengir untuk mengakhiri perkataannya.

            "Ah, baik, kalau begitu kamu fokus aja menghitung," jawab Bu Khiel, dia memfokuskan perhatiannya lagi pada Welsen yang sedang tertawa kecil, "minggu depan ada kompetisi fisika, apakah kamu mau ikut, Welsen? Kompetisinya berkelompok dan berskala international."

            "Boleh, saya boleh pilih anggota timnya, Bu?" tanya Welsen, dia menyerahkan kertas lembar jawabannya pada Bu Khiel yang langsung diterima oleh gurunya itu, "satu tim berapa orang, Bu?"

            "Boleh, kamu pilih orang-orang yang dapat mensupport tim ya. Satu tim berisikan empat orang dan ketika sudah fix siapa yang pergi tolong kamu kabari serta lampirkan paspor mereka untuk pemesanan akomodasi. Kali ini International competitionnya ada di Belanda tepatnya Amsterdam. Prepare your team ya, Welsen, saya percayakan pada kamu," ujar Bu Khiel, setelah itu dia kembali ke tempat duduknya untuk mengawasi ujian yang sebentar lagi berakhir.

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang