"Kat udah tidur sekarang, terakhir gue cek juga demamnya udah turun," Welsen menghampiri kedua temannya yang sekarang menundukkan kepalanya di ruang tamu. Dia tau apa yang sekarang dipikirkan oleh Dezel dan juga Sam, mereka berdua pasti menyalahkan diri mereka sendiri. Sejujurnya, Welsen pun akan melakukan hal yang sama, tapi dia sadar betul dampak yang terjadi ketika dia menunjukkan rasa bersalahnya pada teman-temannya.
"Nothing really happened, ini kecelakaan. Nggak ada orang yang perlu disalahin tentang ini," dan inilah tujuan Welsen melakukan hal tersebut, untuk menenangkan keduanya.
"Ini salah gue, harusnya gue bisa cek roti yang dimasak sama Katarina tadi. Gue malah fokus sama hal lain pas di dapur sama dia," Sam menghela nafasnya panjang.
"Sam," Welsen memanggil nama temannya itu.
"Bukan salah lo, kalau aja gue nggak ngajak ribut Welsen, Kat pasti bisa makan di sekolah dengan baik. Dia sama sekali belum makan dari pagi, well, we all do," ujar Dezel, tadi pagi memang tidak ada satu orangpun yang menyentuh meja makan. Padahal, pembantu rumahnya sudah menyiapkan beberapa jenis lauk pauk untuk mereka.
"Guys, ini kecelakaan dan bisa aja terjadi sama siapapun. Nggak ada sangkut pautnya sama kalian," ujar Welsen.
"Weel, berhenti untuk bilang kayak gitu, gue tau kalau lo juga pasti menyalahkan kita akan perihal ini," Sam mengangkat wajahnya dan menatap langsung Welsen yang juga melihat ke arahnya. "Just for today, Weel, be youself di depan kita semua. Blame us, it is okay because we all deserve that."
"Iya, lo bisa menyalahkan kita ataupun diri lo sendiri. Kita bakalan terima," ujar Dezel, untuk sesaat dia melupakan apa yang terjadi kemarin malam dengan Welsen. Dia hanya ingin fokus dengan apa yang terjadi sekarang dan cepat-cepat menyelesaikan permasalahan kemarin.
"Guys," Welsen menimbang-nimbang, apakah dia harus melakukan hal yang diinginkan oleh teman-temannya? Hanya hari ini saja, bolehkan dia melakukan itu?
"Go ahead, Weel. Blame us," Sam meminta sekali lagi. Sebetulnya, dia memang sengaja melakukan hal ini karena Sam yakin kalau dengan begitu, mereka bisa kembali seperti sediakala lagi. Meskipun terlihat sulit, Sam yakin bisa.
Welsen akhirnya menyetujui hal tersebut, "Just for today."
"Ya," Sam dan Dezel menganggukkan kepalanya setuju.
"Gue harus ingetin lagi ke kalian kalau kejadian ini sebenarnya itu bukan salah siapapun, kalau memang ada kesalahan dari kita ... itu karena kita bertiga sendiri," ujar Welsen, dia meluruskan kakinya setelah punggungnya menyender ke sofa.
"Nggak," Welsen menggelengkan kepalanya, "gue akan menyebutkan beberapa kesalahan dari kita betiga dan bukan individu."
"Weel," Sam terlihat ragu, tapi dia tetap mendengarkan.
"Salah kita karena ngebiarin diri kita untuk berantem semalam, memperdebatkan hal yang seharusnya nggak diperdebatkan. Gue jelas ngerti kalau lo berpandangan yang berbeda mengenai Katarina, beda dengan gue dan Sam. Mungkin beberapa hal memang Kat terkesan suka membantu orang-orang dengan mempertimbangkan rasa kasihannya, tapi sebenarnya ... asal lo tau aja, walaupun dia memiliki kesan kayak gitu, dia tetap dengan tulus membantu," ujar Welsen.
"Gu-gue," Dezel terlihat mempertimbangkan sesuatu tapi dia menahan ucapannya dan membiarkan Welsen untuk melanjutkan.
"Harusnya kemarin itu juga kita nggak boleh memperpanjang masalah jadi dua hari kayak gini. Jadi, gue minta untuk kedepannya kalau memang kita ada ribut, gue mau hari itu juga selesai. Nggak boleh ada yang namanya perdebatan hari ini mempengaruhi masa depan," ujar Welsen.
"Iya, gue paham," Dezel akhirnya menganggukan kepalanya setuju. Sejujurnya, dia benar-benar merasa bersalah sekarang pada Katarina. Setelah dia memikirkan hal yang dia bicarakan kemarin mengenai Katarina, dan setelah Welsen berkata seperti tadi, pikirannya kembali berpikir lagi.
"Akarnya itu cuman satu, kita membiarkan satu permasalahan menjadi bertambah besar," Welsen berkata.
"Gue minta maaf mengenai hal itu ke kalian berdua, Sam, Weel," ujar Dezel, matanya sedikit berkaca tapi sebisa mungkin dia tidak akan menangis.
"Gue juga minta maaf, kalau aja kemarin gue nggak lanjutin pembahasan kita, kayaknya nggak mungkin Kat bisa denger," ujar Welsen, dia menghela nafasnya panjang, bebannya sedikit terangkat sekarang.
Sam menganggukan kepalanya, "Setelah dipikir-pikir memang ini salah kita bertiga sih," dia kembali memikirkan apa yang sudah terjadi.
"Gue minta maaf atas banyak hal, Weel," Dezel dengan tulus berkata.
"Udah, sekarang kita nggak usah fokus sama permasalahan kemarin. Yang harusnya kita fokusin sekarang itu kesembuhannya Kat. Kalau demam dia naik lagi nanti malam, kita harus bisa gerak dengan cepat," ujar Welsen. Bukannya apa, dia tau betul kalau semakin lama mereka betiga membicarakan masa lalu yang pahit, maka semakin canggung pula pertemanan mereka di masa depan.
"Iya," Sam dan Dezel menyetujui.
"Hari ini kita harus begadang buat nungguin Kat," Dezel memberikan saran.
"Nggak usah, kalian tidur aja. Biar gue yang jaga Kat nanti malam," ujar Welsen.
"Weel, nggak apa-apa kok. Gue juga bisa ikut jaga, Kat," ujat Sam, dia sama sekali tidak masalah kalau harus ikut menjaga perempuan yang sudah dianggap sebagai saudaranya itu.
"Besok itu kita ada evaluasi bulu tangkis, gue nggak akan biarin kalian gadang untuk mengorbankan nilai evaluasi kalian," kata Welsen, dia menaruh tangannya diatas meja kaca sebagai penopangnya untuk berdiri, "lo pada udah makan belum?"
Sam dan Dezel menggelengkan kepalanya bersamaan.
"Pizza? Masakan rumah?"
"PIZZA!" teriak kedua laki-laki yang ada didepan Welsen saat ini, kemudian mereka melebarkan senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...