TIGA PULUH TUJUH

7 2 0
                                    

"Kenapa lo pada lemes banget sih daritadi?" Katarina membuka pintu utama rumah mereka dan menaruh sepatu yang dia pakai, saat ini dia sudah bisa dengan bebas berjalan kesana kemari tanpa bantuan kursi roda ataupun gendongan dari cowok yang sekarang sedang menyenderkan punggungnya dan menatap dirinya dan kedua orang lainnya dari sana.

            "Nggak ada apa-apa," Sam yang menjawab, padahal dalam hatinya dia paham betul dengan kondisi apa yang sekarang sedang terjadi, khususnya karena perlombaan itu.

            Dezel melangkahkan kakinya untuk menghampiri Katarina dan mengacak rambut perempuan itu dengan lembut, "Jangan terlalu banyak mikir ah, nggak ada apa-apa kok." Siapapun kecuali Katarina sebetulnya sudah paham, paham sekali malah.

            "Gue serius tau," Katarina menyipitkan matanya mengelilingi ketiga cowok yang sudah pasti sedang menyembunyikan sesuatu darinya, dia menunjuk Sam dengan jari telunjuknya, "cerita atau gue gorok leher lo," dia melipat tangannya dan menyisakan jari jempol untuk dia gunakan sebagai pisau untuk memotong leher Sam yang masih belum mau jujur padanya.

            "Nggak ada apa-apa, lo cuman overthinking aja. Udah malam, lebih baik kita cepat-cepat mandi dan belajar. Besok udah jadwalnya sekolah dan ujian fisika dari Bab 2-3. Cukup sibuk dan rumit untuk mengisi malam hari ini kan?" Sam lalu melebarkan senyuman palsunya.

            "No, we are not going anywhere sebelum kalian cerita tentang apa yang kalian tutupin dari gue. Is this about Jade and Abigail? Why? You guys want to date them? Atau mungkin karena kalian bertiga dan mereka berdua, jadi ada salah satu dari kalian yang harus mengalah? I can find your solution in that case," Katarina menerka-nerka.

            "Kat, we don't need to discuss about this," Welsen kembali memberitahu, dia sama sekali tidak ingin dibahas malah.

            Katakanlah Katarina adalah salah satu perempuan egois yang serba ingin tahu, tapi dia memang benar-benar ingin mengetahui permasalahan apa yang meresahkan ketiga sahabtnya. Dia benci kalau harus menerka-nerka dan tidak tahu mengenai apapun. Dia benci ketidaktahuaan dan seharusnya ketiga sahabatnya itu mengerti.

            "Apa ini karena apa yang tadi nyokap gue bilang? In that case, I am so sorry, really."

            "Kat, kita semua cape untuk hari ini dan seharusnya siapin tenaga untuk hal lain dibandingkan harus ngebahas masalah yang lagi dicari jalan keluarnya sama Welsen," Sam menjelaskan.

            "Why Welsen? Why not us? Kenapa nggak kita berempat yang cari solusinya?" Katarina mengernyit heran. Dia semakin curiga mengenai apa yang sedang disembunyikan.

            "Because we trust Welsen, kita percaya akan semua solusi yang nantinya akan ditawarkan untuk memecahkan masalah ini. So, you don't need to worry about anything dan fokus ke permasalahan yang lebih menanti diri lo sendiri. Perlombaan dan ujian besok siang," Sam menghela nafasnya lega setelah Katarina meninggalkan mereka bertiga dan menaiki tangga tanpa berbicara apapun.

            "We need to figure things out," Lalu, Dezel memberikan tatapan peringatan yang sebetulnya sudah diketahui oleh kedua temannya yang lain, "Katarina nggak butuh tau mengenai hal ini, dan jadikan dia orang terakhir yang tau," sebelum dia berlalu untuk ke kamar, dia menyempatkan diri untuk menepuk pundak kanan Welsen.

            Sam menghampiri Welsen, dia dapat melihat kantung mata nan gelap yang seakan memberitahu bahwa cowok itu sudah bekerja keras untuk melakukan apapun yang dia bisa dan memikirkan semua yang ada. "Do you want to eat ramen? All I could think right now is you need a better ramen to get yourself together and gather all the energies you need."

            "Ramen?" Welsen tersenyum miring, pikirannya terbesit dengan apa yang Katarina katakan dua hari yang lalu saat mereka berempat ikut menemani perempuan itu menonton salah satu drama Korea yang dia suka.

            "Well, if you think about that ramen, I will kill you," Sam tentu saja mengerti maksud dari reaksi yang diberikan oleh temannya. Tidak mungkin dia melupakan arti dewasa dari makanan yang dia suka pada saat mereka mengunjungi Korea Selatan, hanya karena penjelasan drama Korea yang sebetulnya sedikit masuk akal baginya.

            "Ok, let's go to the kitchen and eat ramen," Welsen menurunkan tangannya yang tadi dia silangkan di dada dan memasukkan kedua tangannya ke kantung celana yang dia pakai, "Ramyeon meokgo gallae?(1)" dia bertanya pada Sam dengan satu-satunya kalimat yang dia tau dalam Bahasa Korea dengan nada suaranya yang cukup menggoda seperti para peran utama di drama yang dia tonton.

            "I will kill you, Welsen Rayden," Sam menonjok bagian lengan temannya itu dan berjalan lebih dulu.

(1) Maukah kamu makan ramen denganku? —dalam Bahasa Korea.

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang