Waktu berlalu begitu cepat tanpa adanya perubahan yang terlalu signifikan kecuali Katarina yang hanya berbicara kepada Welsen ketika mereka makan siang bersama dan selalu menghabiskan waktu di perpustakaan untuk memperdalam materi ujian yang akan diujikan dalam beberapa hari lagi sebagai syarat kelulusan. Saat ini, Katarina sedang berada di bangku perpustakaan dengan dua buku soal Bahasa Indonesia yang menjadi target pelajaran yang harus dia kuasai pertanyaan jebakannya. "Ah, kemarin gue sempet lihat pertanyaan ini deh. Dimana ya?" gerutu Katarina ketika menemukan satu soal yang mirip.
"Kemarin Bu Lifa kasih soal kayak gitu, jawabannya yang A," ujar seseorang yang ada di belakang Katarina dan sudah mengintip buku soal yang digunakan oleh Kat, "nggak makan siang lagi hari ini?"
"Ah, iya," Katarina menganggukan kepalanya setelah menoleh dan memastikan siapa orang yang mengajaknya berbicara.
"Don't be hard on yourself, love," ujar Jason, laki-laki yang seringkali mengajaknya berbicara sejak hari pemakaman Jacquine. Sudah empat belas hari mereka ditinggal oleh wanita hebat itu, "gue pengen ngadain acara kecil-kecilan di panti, datang kan lo?"
"Could be," Katarina menjawabnya dengan ketidakpastian sembari membalikkan buku soalnya untuk menjawab pertanyaan lainnya, "text me about the details and I will think about it.""Okay!" seru Jason tanpa menyadari suaranya yang terlalu keras dan membuat beberapa orang menoleh ke arahnya untuk protes tentu saja.
"Menurut lo, Welsen bakalan datang nggak kalo gue ajak dia?"
"Mungkin."
"Hem, ajak nggak ya? Menurut lo gimana? Ajak atau nggak?"
"You are his brother, though aunty Jacq udah nggak ada. You are still his brother, half blooded, sure," Katarina lalu menganggukan kepalanya, "he will come."
Jason menyunggingkan senyumannya yang sudah satu minggu ini terus dia cetak di wajah terbaiknya itu, "Thanks, I mean ... thanks for everything, Kat."
"Buat apa bilang terimakasih," ledek Katarina dengan nada sinisnya itu.
"Mengingat masa lalu kita, lo masih dengan baik terima gue. And, it means a lot for me."
"Lebay ah," dia memukul kepala cowok yang berumur satu tahun dibawahnya meskipun mereka satu angkatan karena Jason sempat naik satu tingkat lebih cepat ketika mendapatkan kesempatan untuk loncat dengan kemampuan berpikirnya yang jauh diatas rata-rata anak umur delapan tahun pada saat dulu.
Kemudian, seperti biasanya Jason akan mengaduh kesakitan dan membuat kehebohan di perpustakaan yang pada akhirnya akan membuat Katarina terusir dari ruangan yang paling dicintainya sejak beberapa hari yang lalu. "Kenapa suka perpustakaan di saat ada banyak banget ruangan yang ada di sekolah ini dan bisa dijadiin tempat belajar? Kenapa harus perpustakaan?"
"Really? Pertanyaan ini lagi?" Katarina memutar bola matanya jengah, sudah tiga kali Jason menanyakan pertanyaan yang sama dan membuat Kat harus mengulang jawabannya selama empat belas hari ini.
Jason mencetak senyuman bodohnya dan menaruh tangan kanannya di seputaran leher, menunjukkan kalau dirinya malu dan merasa tidak enak, "Biasalah ya, orang bodoh suka lupa soalnya pas lahiran, Tuhan kasih paket apes lengkap ke gue," canda dirinya sendiri.
"Harusnya muka lo juga termasuk di paket apes, nggak sih?" ledek Katarina.
"Haruskah?" tanya Jason dengan wajah polosnya itu.
"Cape ah," Katarina ingin sekali menampar seorang Jason Rayden yang selama ini dipuja-puja oleh rakyat sekolahnya karena tingkat ketampanannya yang melebihi cowok-cowok lainnya di sekolah, namun sayang sekali Jason juga dikenal dengan otak kosong dan sikapnya yang brengsek, sehingga siswi perempuan di sekolah mereka ada yang membuat fanclub untuk pembenci Jason.
"Jadi, alasan gue belajar di perpustakaan itu karena cuman tempat ini yang pas untuk belajar dan benar-benar tenang," ujar Katarina.
"Ah, gue inget," Jason menjetikkan tangan kanannya, "cuman perpustakaan yang bisa buat lo bahagia kan saat ini? Smell of the books remind you about him, ya kan?"
"Kalau yang kayak gituan aja inget, kalau soal pengetahuan kayaknya nolak ya otaknya?" sindir Katarina, dia cukup tau mengenai peringkat Jason karena cowok itu berada di peringkat paling terakhir dan seperti orang lainnya yang hanya mengingat murid mana yang mendapatkan peringkat pertama dan terakhir, Katarina menjadi ingat dan ingin mencari tau mengenai orang yang sudah dia anggap sebagai cowok bodoh itu.
"Biasalah," jawab Jason dengan santai, "lo sadar kalau lo bisa aja balik langsung ke dia tanpa harus nunggu kayak gini kan? I hate seeing both of you menjadi seorang teman yang biasa aja."
"Emangnya dulu lo lihatnya kayak gimana ke gue dan Weel?" Entah kenapa rasa penasaran Katarina jauh lebih besar, sehingga dia langsung saja menutup rapat-rapat buku soal Bahasa Indonesia yang sudah sepuluh menit dia pelajari sebelum kedatangan raja gosip.
"Kalian?" Jason nampak sedang berpikir dengan menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya itu, "the best couple I have ever seen in my entire life."
"Seriusan?"
"Seriusan lah, masa bercanda," ujar Jason yang memang sama sekali dia tidak tambahkan tanpa dibumbui apapun. "Maka dari itu, ketika gue nemuin lo nangis-nangis bombai di rooftop, gue langsung tau kalau permasalahan itu mengenai lo yang minta jauhan sama Welsen dan terus mempertahankan status pertemanan kalian. Dari situ gue sadar kalau nggak akan ada cowok yang bakalan bisa dekatin lo karena apapun yang dilakuin sama Welsen itu berhasil. He melted you."
"Melted, memangnya gue mentega apa," protes Katarina yang tidak terima ketika dirinya diumpamakan sebagai mentega oleh Jason. Dia akan menerima kalau dirinya mentega kalau saja Kim Taehyung yang mengatakan itu sambil tersenyum kearahnya.
Jason berdecak sebal, "Tapi, gue seriusan deh. Gue bener-bener nggak sabar sampai Welsen datang ngehampirin lo untuk mulai semuanya dari nol lagi. I really can not wait to see both of you jadi orang yang paling bahagia di muka bumi ini."
Dan, tanpa Jason sadari ... ada dua orang yang sama-sama mengaminkan permintaannya itu karena mereka menantikan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...