EPILOG 1

23 1 0
                                    

            Indonesia, negara kelahiran bagi keempat orang yang saat ini baru saja turun dari pesawat pribadi milik keluarga besar mereka dan langsung segera menuju tempat yang sangat mereka rindukan yaitu rumah besar di Kawasan Rusy yang akan menjadi persinggahan mereka selama beberapa hari kedepan. Kepulangan mereka ke Indonesia sangat damai pada awalnya, tidak ada handcuff yang seperti dikatakan oleh Welsen saat menelpon Camille dulu. Sayangnya, Katarina menggandeng laki-laki yang ada disampingnya dengan jeweran untuk masuk ke dalam rumah besar berpintu cokelat yang baru saja dibuka oleh Sam setelah mereka bertengkar di mobil tadi, "Gue udah bilang kalau jangan angkat telefon dari Prof Ryan!"

"He called you for a couple times," jawab Welsen sembari merintih kesakitan, kemudian dia mengatakan satu kalimat yang membuat jeweran dari kekasihnya itu menjadi lebih kuat daripada yang sebelumnya, "Oh, no, dia telefon kamu udah lebih dari dua kali, bahkan berkali-kali sampai aku nggak bisa ngitung udah berapa kali dia hubungin kamu sejak kita turun dari pesawat."

"Bodo amat! Pokoknya gue kan udah ingetin lo untuk nggak angkat telefon dia sama sekali! Mau dia call sepuluh kali kek, dua puluh kali, no! Jangan pernah diangkat! I said that to you, dengan nada yang sama juga!" seru Katarina.

"Kan, gue udah bilang sama lo buat nggak angkat. Bandel sih jadi orang," Sam yang sedang menurunkan koper-koper mereka dari dalam mobil pun ikut mengkompori pertikaian sepasang kekasih yang baru saja meresmikan hubungan mereka.

"Gue juga udah ingetin dia loh," Dezel juga ikut mengamankan posisinya di mata perempuan yang akan menunjang isi perut mereka selama tinggal di Indonesia, tepatnya untuk mengurus urusan pekerjaan mereka di perusahaan cabang Indonesia dan mengurus hal-hal yang perlu mereka lakukan.

"Anak setan," Welsen menghina kedua sahabatnya yang sangat kurang ajar itu, "lo berdua bilang suruh angkat karena takutnya penting ya!"

Sam dan Dezel langsung saja buru-buru menggelengkan kepala mereka sebelum terlihat oleh siapapun, "Nggak kok! Seriusan deh! Sama sekali nggak!"

"See? Emang lo nya aja yang bandel jadi orang," sindir Katarina pada Welsen yang sudah berhasil ia tarik untuk duduk di ruang tamu besar rumah yang dulu mereka tinggali selama beberapa belas tahun.

"Nggak, Kat! Seriusan deh! Mana mungkin aku tega ngebiarin cewek aku sendiri untuk sibuk ngurus Profesornya yang bakalan terbang ke Indonesia buat ngikutin mahasiswa kesayangannya dengan alasan berlibur," Welsen berusaha untuk mengamankan posisinya juga saat ini dengan memberikan alasan yang lumayan valid dan terdengar masuk akal.

Tapi, sayangnya, alasan tersebut tidak pernah bisa di nilai signifikan untuk ngebuat Katarina percaya akan omongannya, "Babe, we have known each other for a long time, ya kan?" Jurus andalan Welsen yang terakhir akhirnya bisa disalurkan olehnya.

"Karena kita tinggal lama bareng, gue jadi tau sikap kurang ajar dan nggak sopannya lo untuk angkat telefon gue sembarangan," Katarina berkata dan dibalas dengan juluran lidah dari Sam dan Dezel untuk Welsen.

Sam menjulurkan lidahnya kearah Welsen yang sekarang berhasil dibawa masuk ke ruang tamu dengan jeweran yang terus berada di telinganya, "You deserve it, setelah apa yang lo lakuin ke Prof Harry dan anulir semua nilai gue selama semester lima."

"Sial, nilai lo dianulir because of your stupid acts, bukan karena gue," balas Welsen dengan suara yang lebih keras karena dia sudah ditarik jauh dari teras rumah oleh kekasihnya itu. "Kat, kuping gue bisa selebar gajah kalau ditarik terus kayak gini," protesnya.

"Biarin aja, biar bisa dengar lebih jelas kalau udah dikasih perintah," balas Katarina.

"Katarina, sayangku," gombal Welsen, jangan tanya kenapa seorang Welsen Rayden bisa menggombal seperti ini kalau tidak diajari selama dua tahun lebih oleh Sam saat cowok itu menumpang di apartemennya saat di Indonesia. Setelah kelulusan, Sam memutuskan untuk kembali ke Indonesia bersama Welsen dan melangsungkan praktek bidang mereka masing-masing di negara tercinta sembari menunggu orang-orang yang mereka cintai kembali.

"Nggak usah banyak gombal ya, gue tau akal busuk lo," Katarina menyipitkan matanya pada Welsen, kemudian dia membawa cowok itu kehadapan aquarium besar yang masih ditinggali oleh ketiga ikan kesayangan mereka, tentu saja masih dirawat dan diberi makan oleh pembantu keluarga Welsen yang bertugas untuk membersihkan rumah yang tidak ditinggali dengan alasan kalau tidak komplit, ya, tidak mau tinggal.

Katarina berhenti di depan aquarium tersebut, "Lihat nih ya, ikan lo tiga-tiganya masih gembul, sedangkan laki-laki gue? Mereka keroncongan karena gue nggak beli album mereka pas lo minjam uang dulu," dia menunjuk ketiga ikan yang sekarang sedang berenang bebas dan bertambah besar. "Akibat ngirit lo, gue kehilangan album yang harusnya udah ada di lemari gue sekarang."

"Kat, kejadian itu udah bertahun-tahun yang lalu, Sayang," Welsen dengan sengaja menekankan kata terakhirnya agar perempuan yang sekarang sedang marah ini bisa lebih reda. Tapi nyatanya dia salah, Katarina malah tambah murka.

Dia melepas jewerannya terhadap Welsen dan berkacak pinggang, "Gue nggak mau tau ya, Weel. Lo harus cari album yang gue belum beli pas itu dan tolong siapin dana buat sponsorin pesta alumni kita."

"Done and done," Welsen menyetujui dan menganggukan kepalanya dengan cepat, "wait," dia mengerutkan dahinya bingung, "pesta alumni? When? Kok aku baru tau? Siapa yang jadi ketuanya? Kok sempet-sempetnya nyiapin pesta gituan sih?"

"Kamu itu ya benar-benar, ceweknya sendiri yang nyiapin partynya dan kamu nggak tau mengenai hal itu?" Katarina menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang dia dengar, "kayaknya malam ini lo harus tarik sofa ke depan aquarium ikan-ikan lo biar bisa lebih berpikir jernih sambil lihatin air aquariumnya." Dia lalu berjalan meninggalkan Welsen yang kelimpungan dan merasa bingung.

"Babe, are you serious? Aku tidur disini?" Welsen menunjuk aquarium miliknya, "didepan anak-anak aku?"

"Iya! Biar otak kamu tuh makin jernih! Kayaknya selama ini terlalu banyak diisi sama ilmu kedokteran," jawab Katarina sembari menuruni anak tangga, "maybe for one week? Yeah, one week is enough for you to clear your brain and to realize your mistakes—angkat telefon Prof Ryan, lupain fakta kalau gue ketua acara alumni tahun ini dan tentu saja karena lo ngebuat gue kehilangan kesempatan untuk mengoleksi album limited edition buatan laki-laki gue dulu."

Welsen menoleh ke belakang untuk melihat tempat tidurnya malam ini, "No, I will not sleep in here, no way," dia kembali menggeleng-gelengkan kepalanya, "tega banget sih kalau Katarina beneran nyuruh gue untuk tidur disini."

"Oh, she is, dia benar-benar kejam," Katarina yang mendengarkan apa yang dikatakan oleh Welsen dari bawah pun menjawab, "kalau aja lo datang nyamperin gue beberapa tahun yang lalu, mungkin gue akan mengurangi hukuman tidur di depan aquariumnya selama tiga hari."

"Babe," Welsen memasang wajah melasnya dan tersenyum manis agar Katarina luluh, tapi nampaknya kedua cara tersebut tidak berhasil untuk menghindari hukuman dari kesalahan-kesalahannya itu. 

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang