LIMA PULUH LIMA

5 2 0
                                    

"Are you okay?" Sam dan Dezel berlari masuk ke dalam rumah setelah mengebut dari rumah Jason ketika dipanggil oleh Katarina. Mereka cemas tentu saja. Apalagi ketika mereka mengetahui apa yang terjadi tanpa harus diberitahu oleh Katarina ataupun Welsen, karena mereka mendengarnya secara langsung.

            Katarina sedang memeluk Welsen yang sudah lebih leluasa saat ini, dia dapat merasakannya. Sebelumnya, cowok itu benar-benar tegang, cemas, marah dan lelah, meskipun dia berkata baik-baik saja.

            "Is he okay?" tanya Dezel sekali lagi untuk memastikan.

            "He is," Katarina menganggukan kepalanya, tidak mungkin dia memberitahu bahwa cowok yang ada dipelukannya tadi sempat mengeluarkan air matanya. Bisa-bisa mereka terkena serangan jantung.

            "Lo butuh apa, Weel? Kasih tau kita," ujar Sam dengan nada bicaranya yang begitu khawatir.

            "Gue baik-baik aja kok," jawab Welsen dari balik pelukannya dengan Katarina, dia tetap menjawab pertanyaan sahabatnya itu meskipun tidak menghadap ke arah mereka.

            "Lo harus bilang ke kita kalau ada apa-apa, Weel. Or even kalau nggak ada apa-apa juga tetap harus bilang sama kita," Sam melangkahkan kakinya dan mendudukan dirinya di salah satu sofa ruang tamu.

            "Ya, gue nggak apa-apa kok," balas Welsen.

            Katarina yang menyadari kalau Welsen menjadi sedikit tidak nyaman pun langsung saja berkata, "Gue yang emang manja aja pengen pelukan sama dia. Pelukan bukan berarti dia kenapa-napa kan," jelas dia langzung tau ketika kerutan alis dari Sam mengerut. Katarina tau kalau alasannya tidak masuk akal dan tidak dapat diterima oleh Sam.

            Kalau Welsen baik-baik saja, untuk apa dirinya menghubungi kedua sahabatnya itu untuk pulang?

            Tanpa ingin membuat semuanya menjadi lebih panjang dan runyam, Sam mengalihkan pembicaraannya, "Gue mau pesen makan. Kalian mau apa? Chineese or Korean food?"

            "Korean will be great," jawab Dezel tanpa menunggu lama lagi. Dalam waktu tiga detik dia langsung menjawabnya tanpa ragu.

            "Lo? Samain aja?" Sam menoleh ke arah Katarina dan Welsen untuk bertanya, lalu dibalas dengan anggukan kepala dari mereka berdua.

            Setelah memesan makan malam mereka yang sudah sangat amat telah dari jam yang seharusnya, Welsen melepaskan pelukannya terhadap Katarina dan membicarakan suatu hal yang sebetulnya tidak membuat siapapun di rumah itu tertarik.

            "I need your explanation about what happened between my birth dan Jason's. Gue mau tau alasan apa yang ngebuat nyokap lebih milih untuk nelantarin gue dan cerai sama Papa," Welsen berkata, matanya begitu sembab pada awalnya tapi untungnya sudah sempat dikompres es batu oleh Katarina sebelum dua sahabatnya yang lain pulang.

            "Weel, kayak yang tadi lo bilang sama gue. We need food to process all of this," ujar Katarina.

            Welsen menggelengkan kepalanya, "Gue pikir gue nggak akan bisa dengar itu setelah makan. Hanya akan ngebuat gue muntah aja nanti," ujar Welsen.

            "Ada benarnya juga sih, Weel. Kita bahas permasalahan ini nanti aja. We need to eat and so do you," Sam memperhatikkan mata temannya yang terlihat begitu lelah, seakan dia sama sekali belum tidur.

            "Alright," Welsen mengangguk menyetujui, dia lalu berjalan menuju ruang tamu dengan menggenggam tangan kekasihnya itu.

            "Udah resmi kan?" Dezel bertanya pada Sam yang juga tengah salah fokus ke genggaman tangan kedua orang yang ada didepannya dan keluar dari ruangan dapur.

            "They are," ujar Sam, "gue seneng sih kalau memang Katarina ada disamping Welsen saat ini karena emang dia yang dibutuhin sama Weel disaat kayak gini. He needs her, sangat."

            "Gue jadi kasihan sebenarnya sama apa yang udah terjadi. Kita juga perlu kasih tau apa yang kita dengar tadi pas di rumah Jason kan?" tanya Dezel.

            "Iya. Harus sih," balas Sam.

            "Tapi ..."

            "Sadly we have to see him falling apart," Sam menundukkan kepalanya, memikirkan reaksi Welsen nantinya benar-benar membuatnya menjadi merasa ... tidak enak, khawatir, sedih dan lainnya.

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang