DUA BELAS

16 4 0
                                        

"Kat! Buka pintunya, Kat," Sam menggedor pintu kamar Katarina yang terkunci rapat, dia berniat untuk membangunkan perempuan yang diduganya sedang tidur untuk makan malam.

"Kat, bangun," Sam kembali memanggil dengan suaranya yang keras sehingga Welsen dan Dezel yang sedang saling diam di meja makan, berjalan menghampiri.

"Kat belum jawab juga dari tadi?" tanya Dezel, dia merasa tidak biasanya Katarina tidak membalas panggilan dari siapapun di rumah ini, terlebih lagi ketika jam makan malam.

"Belum," Sam menggelengkan kepalanya, perasaannya menjadi tidak enak sekarang. Dia takut kalau ada sesuatu yang terjadi pada Katarina di dalam karena terakhir dia melihat Katarina masuk ke dalam kamarnya dengan sepiring roti tadi sore.

"Lo coba panggilin dia lagi, gue ambil kunci cadangan dulu," perintah Welsen, sebelum dia turun ke bawah untuk mengambil kunci, dia menatap Dezel, "coba lo masuk ke kamar Kat dari teras, siapa tau dia ada di teras terus nggak kedengeran atau mungkin aja pintu terasnya nggak dikunci."

Dezel menganggukan kepalanya sekali, lalu dia berlari ke kamar Sam untuk menjalani perintah Welsen. Teras kamar Sam dan Katarina memang menyatu agar dapat digunakan dalam keadaan-keadaan darurat seperti sekarang ini.

Sesampainya Dezel di teras, dia tidak dapat melihat apapun dari balik jendela kamar Katarina karena tertutup rapat oleh tirai. Tidak ingin menyerah, dia mencoba untuk membuka jendela samping kamar Katarina yang biasanya tidak dikunci, "Sial," umpat Dezel. Dia sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Semua akses yang mengarah ke kamar cewek itu sudah tertutup rapat.

"Nggak bisa, semuanya ketutup rapat," Dezel memberitahu Sam yang masih mencoba untuk mengetuk pintu kamar Katarina.

"Ya Tuhan, Katarina nggak biasanya kayak gini," Sam benar-benar sangat khawatir sekarang. "Kat! Katarina!" kali ini dia menggedor pintu kamar cewek itu.

"Weel mana sih?!" Dezel jadi ikut panik sekarang, dia berjalan ke arah tangga dan melihat cowok yang sedang dia cari, Welsen masih mengubrak-abrik lemari kaca dekat tangga.

"Weel, ketemu nggak?" Dezel bertanya dengan suaranya yang keras.

"I'm trying," tangan Welsen menjelajah seluruh sisi lemari kaca tapi dia tidak bisa menemukan apapun kecuali map-map kumpulan pelajaran dari bangku menengah bawah milik mereka berempat.

"Sial!" Dezel berteriak frustasi, "selain di lemari kaca, ada tempat yang sekiranya jadi tempat kita buat nyimpen kunci cadangan?" dia bertanya pada Welsen.

"Coba lo tanya Bibi," jawab Welsen dari bawah.

"Ok," Dezel berlari menuruni tangga dan mengarah ke kamar pembantu rumah tangganya itu. Sesampainya dia disana, dia langsung saja menanyakan perihal kunci pada pembantunya yang dia bangunkan secara paksa itu.

Setelah mengetahui informasi keberadaan kunci kamar Katarina, Dezel kembali, namun sayangnya Welsen lebih dulu masuk ke dalam kamar Katarina bersama Sam setelah dua orang itu mendobrak paksa pintu kamar Katarina.

"Kat," Welsen mencoba untuk membangunkan Katarina yang sekarang terlihat sedang tertidur, ketika tangannya menyentuh tangan cewek itu, dia merasakan hawa panas dan keringat dingin yang membasahi seluruh bagian tubuh Katarina, "dia demam?"

"Demam?" Sam mengerutkan dahinya dan menaruh tangannya di dahi Katarina. "Iya! Dia demam!"

"Gue ambil kompresan bentar," Dezel berinisiatif.

"Panggilin Bibi juga, minta dia untuk gantiin bajunya Kat," Welsen memberitahu, "gue ambil obat demam dulu sama masakin dia bubur. Sam, lo tolong jagain Kat dulu ya."

Sam menganggukan kepalanya, "Oke."

"Mau gue bantu masak bubur nggak?" Dezel bertanya.

"Nggak apa-apa, lo kompres Kat aja nanti. Pastiin Bibi ganti baju Kat, gue yakin baju dia basah semua sama keringet," ujar Welsen.

"Oke," Dezel lalu keluar dari kamar nuansa kuning milik Katarina untuk menuju ke kamar pembantunya sedangkan Welsen langsung saja ke dapur. Setelah sampai di dapur, Welsen mengambil beberapa bahan dan peralatan untuk dirinya memasak bubur. Beberapa lama kemudian, Sam dan Dezel menghampiri Welsen yang masih sibuk dengan buburnya.

"Baju Kat lagi diganti sama bibi, tadi dia sempet bangun juga," Sam memberitahu.

Dezel menundukkan kepalanya seakan dia sedang menyesali sesuatu.

"Bagus kalau begitu, bentar lagi buburnya jadi," ujar Welsen, dia mengaduk-adukkan buburnya yang ada di dalam panci.

"Kalau demamnya masih belum turun, kita harus bawa dia ke rumah sakit," ujar Sam yang masih berusaha untuk mengontrol dirinya agar tidak begitu khawatir mengenai hal ini.

"Iya, kita harus gerak cepat biar demamnya bisa cepat turun," Welsen menganggukan kepalanya. Tiga menit kemudian, bubur buatannya sudah jadi dan mereka bertiga kembali ke kamar Katarina.

"Kat, makan dulu," Sam dan kedua temannya yang lain menghampiri Katarina yang sekarang sedang memejamkan matanya sambil menyender ke kepala ranjangnya dengan santai namun tetap terlihat seperti orang kesakitan.

"Gue nggak apa-apa kok," Katarina berusaha untuk tersenyum.

"Nggak apa-apa dari mana sih," Sam betul-betul terlihat sangat khawatir sekarang, berbeda dengan Welsen dan Dezel yang pembawaannya santai namun jauh di lubuk hatinya sedang berperang dengan rasa takut dan khawatirnya itu.

"Makan dulu, tadi kita masakkin lo bubur," Welsen duduk jongkok di samping ranjang Katarina.

"Abis makan bubur lo harus minum obat, Kat. Kita ke rumah sakit kalau demam lo belum turun ya," Sam memberitahu, dia menarikkan bangku rias milik Katarina untuk digunakan oleh Welsen.

"Gue nggak apa-apa kok, paling abis makan obat langsung turun demamnya," ujar Katarina.

"Kok bisa demam sih?" Sam bertanya.

"Tadi ... gue nggak tau pastinya gimana. Mungkin karena gue belum makan dari pagi?"

"Lo gila?!" seru Welsen, tangannya tetap menyuapi Katarina dengan bubur.

"Nggak usah berlebihan gitu, Weel, biasanya juga gue nggak apa-apa kalau belum makan kok. Hari ini beda aja," Katarina berbicara meskipun dia sedang menelan bubur yang diberikan oleh Welsen.

"Tadi bukannya lo udah makan?" Sam mengerutkan dahinya.

"Makan apa?" Welsen seperti mencurigai sesuatu.

"Roti kan tadi?" Sam bertanya untuk memastikan perkataannya pada Katarina, dan beberapa detik kemudian Katarina menganggukan kepalanya.

"Roti yang tadi sore dibersihin sama bibi?" Welsen bertanya.

"Ya," ujar Sam.

"Roti itu berjamur, Sam, you should have known better than anyone elses karena mata lo bisa dengan teliti mendeteksi kalau roti itu berjamur." Welsen menatap Sam dengan tatapan yang menyalahkan.

"Berjamur?" Sam heran.

"Ya, roti itu berjamur dan gue bisa menyimpulkan kalau Kat demam karena roti yang dia makan itu berjamur."

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang