LIMA PULUH TUJUH

6 2 0
                                    

Berbeda dengan kediaman Rusy, rumah Jason lebih tenang dan hanya terdengar suara jangkrik yang mengisi malam hari mereka. Jason mengeringkan rambutnya dengan handuk yang dia gunakan saat mandi tadi dan duduk bersila menghadap ke arah TV tabung yang ada di ruang tamu rumahnya.

"Kenapa pakai handuk? Kamu nggak ada hairdryer?" tanya Jacquine pada anaknya.

"Untuk apa hairdryer. Untuk uang makan aja udah susah, why would I waste my money on something that I rarely use," Jason berkata dengan sinis, "unlike somebody, panti asuhan cuman kasih anak usia enam belas tahun yang memutuskan untuk keluar dari panti, sebesar lima ratus ribu."

"Lima ratus ribu?"

"Ya, kebanyakan ya untuk anak muda kayak aku?" sinis Jason, dia paling benci dan kesal kalau sedang mengenang masa-masa mirisnya itu.

"Nggak sama sekali," Jacquine menggelengkan kepalanya, "rumah ini udah jadi milik kamu kan?"

"Milik aku?" Jason menatap perempuan yang merupakan Ibu Kandungnya itu dengan tatapan jengah yang meledek, "kalau aja uang lima ratus ribu tahun lalu bisa dinilai dengan satu buah rumah, udah pasti aku menghasilkan banyak uang dalam waktu singkat dan membeli semua rumah yang ada di gang kecil ini."

"Enough with the sarcasm, will you?"

"I will not."

"Kenapa sih, Jas? I choose the worst option in my life for you, then what? I got nothing but your sarcastic comment?"

"Bukannya aku udah ingetin Mama untuk nggak memilih aku? But you did it anyway," Jason memutar bola matanya jengah, dia berdiri dan bersiap untuk pergi ke kamarnya—kamar yang berada disebelah kamar mandi tanpa adanya pintu pembatas.

Jacquine memegang kepalanya yang begitu pusing, dia belum makan sedari kemarim malam karena begitu sibuk dengan pekerjaannya dan permasalahan kehidupannya. Dia berjalan menyusuri pojok ruangan yang terdapat dispenser kecil dengan kompor kecil disana. Air dan roti akan menjadi makan malamnya malam ini. Setidaknya dia tidak akan kelaparan.

"Mama belum makan?" Jason memperhatikkan Mamanya yang begitu linglung ketika berjalan, dia lalu mengecek bungkus roti yang diambil oleh Jacquine untuk mengecek tanggal kadaluarsa dari makanannya. "Udah kadaluarsa," sesuai dugannya, tidak ada makanan yang dapat dipercaya dirumahnya itu.

"What? Really?" Jacquine terkejut, dia kira rotinya baik-baik saja karena masih belum ada jamur disana.

"Kita pesan antar makanan aja," Jason langsung saja mengambil ponselnya dari balik celana pendek yang dia gunakan, "mau makan apa? Aku ada kenalan makanan yang bisa datang dengan cepat."

"Ah, yeah," Jacquine menganggukan kepalanya, "ada aglio olio? Tuna will be great."

Mendengar satu nama makanan yang begitu asing di telinganya, Jason langsung saja menoleh dan tertawa renyah, "I am so sorry, what? Tuna? Sayangnya Mang Ojan cuman nyediain nasi goreng rasa tuna dan bihun goreng."

"Ah really? Nasi goreng tuna? Sounds great," Jacquine dengan polos menyetujui tanpa mengetahui kalau tuna yang dimaksud oleh anaknya itu adalah sindiran.

"Yeah, whatever," Jason masih terkekeh dan mengirimkan pesan pada Mang Ojan untuk mengantarkan makanan yang dia pesan.

Beberapa saat kemudian, ketukan pintu terdengar saat Jason sedang memainkan gitarnya sembarang tanpa nada dan meninggalkan Mamanya dalam keheningan. Jacquine berjalan cepat ke arah pintu untuk lebih dulu membukakan pintu bagi siapapun orang yang mengetuk, "Selamat malam," sapanya.

"Malam, mang Ojan mau kirim makanan untuk dek Jejes," ujar pria dengan peci hitam dikepalanya yang tersisa beberapa helai rambut saja,"Dek Jejes ada?"

"Jejes?"

"Mang Ojan!" teriak Jason yang langsung lari begitu mendengar nama panggilannya yang begitu familiar dari orang yang dia sayangi. "Makasih banyak udah dianterin ya, Mang." Dia langsung saja mengambil alih bungkusan plastik yang dibawakan oleh pria paruh baya di hadapannya itu.

"Mang Ojan? Jejes? I don't understand," Jacquine mundur dua langkah untuk membiarkan anaknya itu untuk leluasa berbicara dengan pria paruh baya yang disebut Mang Ojan itu.

"Hari ini Mang kasih bonus sate ayam soalnya Bude lagi iseng coba bikin sate," kata Mang Ojan sembari menunjuk bungkusan yang dia bawa tadi.

Jason menganggukan kepalanya dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya, "Tolong bilangin makasih dari saya buat Bude ya, Mang," dia begitu senang tanpa sadar ada tatapan heran dari Mamanya yang berdiri tepat disamping dirinya.

"Ashiap, santui, nanti Mang Ojan bilangin," jangan heran mengenai kata-kata yang baru saja disebutkan oleh Mang Ojan karena itu semua diajarkan oleh Jason ketika cowok itu nongkrong didepan tempat jualannya Mang Ojan. "Ini siapa, Jejes?"

"Ini?" Jason menoleh ke samping kanan, "Mama aku."

Mama aku. Dua kata yang benar-benar ingin didengar oleh Jacquine sejak dari lama. Selama ini hanya Welsen yang memperkenalkan dirinya kepada siapapun yang mereka temui saat jalan berdua, tapi sekarang? Anak kandung lainnya yang memperkenalkan dirinya kepada kenalan lainnya.

"Mama?" Kedua alis Mang Ojan menyatu, beliau belum pernah dengar sebelumnya kalau Jason memiliki orangtua. Yang dia tau hanyalah Jason dibuang dari orangtua kandungnya dan panti asuhan tempat dia tinggal sejak kecil. "Mama kandung?"

"Iya, Mang. Mama kandung."

"Salam kenal, saya Jacquine," Jacquine mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan.

"Ah, tangan Mang Ojan kotor, Bu," Mang Ojan mengelap kedua tangannya ke baju hitam yang dia pakai, "habis masak dan potong bawang."

"Ah, baik, tidak apa-apa, Mang," jawab Jacquine.

"Tadi siapa namanya, Bu?"

"Jacquine, Mang."

"Ja-jakun?" Mang Ojan belum pernah mendengar dan menyebutkan nama yang begitu sulit untuk dia hafal, bahkan dia saja masih menyebut Jason dengan Jejes ataupun anak kontrakan ganteng. "Susah namanya, Bu," kekeh Mang Ojan.

"Ah, Jakuin bacanya, Mang," Jacquine memberitahu. Sudah kesekian orang yang mengatakan kalau namanya sulit. Salahkan kedua orangtuanya yang memberikan nama Jacquine.

"Baik," Mang Ojan menganggukan kepalanya, "Mamang ijin pamit dulu ya. Depan harus ada yang jaga," setelah itu dia pamit dan kembali ke tempat jualannya.

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang