"Ma, nasi gorengnya nanti dingin kalau Mama lama-lama di kamar mandi," panggil Jason, dia mengetuk pintu kamar mandi yang sudah terkunci selama lima menit. "Are you okay, Ma?"
Tidak ada balasan apapun dari dalam kamar mandi, Jason pun akhirnya memutuskan untuk kembali mengetuk, "Ma, Mama?" Kembali dia tidak mendengar jawaban apapun, Jason lalu memutuskan untuk mencari kunci cadangan kamar mandi yang pernah dia simpan untuk berjaga-jaga seperti kondisi saat ini.
"Ma, aku buka ya?" Jason meminta ijin ketika dia sudah menemukan kunci cadangan kamar mandinya itu. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Jason untuk berhasil membuka pintu kamar mandi, tempat dimana Jacquine tidak sadarkan diri. "Mama?!"
"Mama!" teriak Jason, segera dia berlari dan mengangkat Mamanya itu untuk dia bawa ke rumah sakit. Sebelum dia keluar dari rumah, Jason tidak lupa membawa dompet dan ponsel milik dirinya sendiri serta Jacquine karena dia pasti akan membutuhkan pertolongan dari orang lain.
Lima belas menit kemudian, Jason dan Jacquine sudah sampai di rumah sakit khususnya di ruang UGD untuk diberikan pertolongan pertama. Begitu dokter memeriksa Jacquine, Jason berjalan keluar untuk menghubungi orang-orang yang dia perlukan. Pertama dia memutuskan untuk menelpon nomor yang dia ketahui yaitu Katarina.
Setelah itu, dia menekan panggilan pertama di ponsel milik Jacquine dan muncullah nomor yang tidak dia ketahui sebelumnya, namun dia tahu siapa pemilik dari nomor tersebut.
"I heard everything from Kat," suara dari balik telepon itu terdengar ditelinga Jason, "is she okay? Dokter bilang apa?"
"Gue belum dengar apapun dari dokter," jawab Jason.
"Do I need to come?"
"..."
"Do you think she needs me?"
"..."
"Will you promise me to protect her for the rest of your life?"
Berbagai pertanyaan terdengar ditelinga Jason, tapi cowok itu lebih memilih untuk tidak menjawab.
"Lo akan ngebuat Mama bahagia kan? Kalau lo janji kayak gitu, gue akan ikhlasin apa yang diminta sama Mama. Buat gue setiap permintaan Mama adalah perintah, dan biasanya selalu gue jalanin. Tapi hari ini ... gue nggak bisa langsung putusin untuk jalanin atau nggak. Kalau lo janji untuk selalu ngebuat Mama bahagia, then I will let her go with you," ujar Welsen dari kediamannya dan dibalik sambungan telepon. Tidak mendengar apapun, Welsen pun berkata, "Jawab gue, Jason Rayden."
"Gue janji akan ngebuat dia bahagia, tapi satu hal yang harus lo tau. Lo ada di first dialnya Mama, bukannya itu berarti dia nggak benar-benar ingin melepas lo?" jawab Jason, dia mengambil tempat di bangku depan pintu UGD.
"First dial ... nggak berarti apa-apa bagi gue."
"..."
"Tolong jaga Mama."
"I will."
"Dia nggak sekuat yang lo liat. Mama paling suka tuna dan dia ada alergi sama kacang," Welsen memberitahu untuk mencegah kejadian yang sangat tidak dia inginkan terhadap Mamanya itu.
Jason menghela nafasnya panjang, entah kenapa dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi saat ini. Dia merasa telah menghancurkan hubungan antara seorang Ibu dan anak kesayangannya padahal kenyataannya dia sama sekali tidak pernah meminta untuk diurus oleh Jacquine. "Lo tau kalau lo masih bisa ketemu dan jagain nyokap kan?"
"Gue tau, tapi kalau gue ketemu sama Mama ... gue nggak akan rela untuk ikhlasin dia buat lo. Jadi, gue bener-bener minta tolong sama lo untuk jaga dia buat gue. Setidaknya itu yang bisa lo lakuin sebagai anak yang dipilih sama Mama."
"Are you going to be okay?"
"Eventually, I will be okay," Welsen menganggukan kepalanya pelan walau tidak terlihat oleh siapapun.
"Gue sama sekali nggak berniat untuk jadi kayak gini."
"Ya."
"Gue sama sekali nggak minta untuk dipilih. Bahkan dari dulu gue udah yakinin diri gue sendiri untuk nggak masuk sebagai pilihan, menghancurkan diri gue sendiri agar ..."
"Gue paham," Welsen memotong perkataan Jason karena dia yakin kalau dirinya tidak perlu untuk mengetahui hal itu. Apapun yang terjadi ya biarlah terjadi. Kalau memang bahagianya Jacquine adalah bersatu dengan Jason, maka dia ikhlas untuk memutus hubungannya dengan Jacquine agar keinginan Mamanya itu terwujud. "Lo udah dapatin salah satu wanita yang gue sayang, please take a good care of her. Let me know if you or her need anything."
"Thanks, gue bakalan kabarin lo mengenai kondisi Mama nanti."
"Ya."
"And ... I just want to say I am sorry tentang apa yang gue lakuin ke Kat, gue sama sekali nggak maksud," Jason meminta maaf meskipun sudah telat. "Is she okay?"
"Biar masalah Kat gue yang urus. Lo cukup urus nyokap aja," tegas Welsen, nadanya menjadi lebih tegas lagi ketika mengucapkan hal ini, "cukup sekali aja kejadian kemarin terjadi. Gue nggak akan biarin lo untuk dekat-dekat sama Kat lagi. Not even once."
"Ya."
"Gue mungkin bisa ngalah mengenai nyokap karena you are her happiness, tapi nggak dengan Katarina. If you touch her, bahkan sehelai rambut dia, I will kill you."
"Ya."
"Begitupula dengan Mama. Lo macam-macam dengan Mama dan ngelanggar janji lo untuk bahagiain dia—seperti apa yang dia bayangkan, you will die as well."
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...