Hari ini adalah hari jumat, hari yang ditunggu-tunggu oleh keempat anggota Rusy Gang karena malam ini mereka akan berangkat ke Denpasar untuk acara pernikahan sepupunya Dezel. Setelah mencetak tiket penerbangan, Welsen mendorongkan koper miliknya dan Katarina yang tadi cewek itu titipkan ke lounge khusus tamu business class.
"Gue mau makan ini," Katarina menunjuk sosis bakar ketika Welsen masuk ke dalam lounge penerbangan mereka. Perempuan itu sedang bersama Dezel saat ini, membicarakan makanan apa yang harus mereka makan sebelum naik ke pesawat.
"Jangan makan banyak-banyak," ujar Welsen yang melenggang begitu saja melewati Katarina dan meja sosis bakarnya.
"Bawel ih," Katarina menjulurkan lidahnya ke arah Welsen, "kayak Bapak-bapak, tukang ngatur. Dasar! Pantes aja jomblo," dia kembali meledek cowok yang padahal sudah berbaik hati untuk mendorongkan koper miliknya yang begitu berat supaya dirinya dapat berlari mengambil makan malamnya di lounge.
"Tiket kita udah aman?" Sam menjatuhkan tubuhnya ke sofa panjang yang diduduki oleh Welsen dengan tangan yang dipenuhi oleh remahan cookies yang dia santap tadi.
"Lo ngapain sih, Sam?" Welsen bertanya sembari memandangan remahan-remahan tersebut, lalu dia menengadahkan wajahnya untuk bertanya, "lo anak kecil? atau kesambet roh anak kecil? Bisa-bisanya makan cookies aja berantakan. Norak."
Bukannya menjawab langsung, Sam lebih dulu memasukkan cookies yang terdapat di salah satu piring yang ada diatas meja ke mulut sahabatnya yang terdengar seperti nasihat dan cemoohan orangtua.
"Lo gila?" Welsen bertanya, mulutnya masih mengunyah halus cookies yang Sam berikan. Dengan terpaksa dia melahap habis cookies tersebut. Tiket yang ada di dalam hoodienya dia pindahkan ke pouch yang dibawa oleh Sam karena dirinya tidak membawa tas apapun kecuali koper ukuran sedangnya itu.
"Enak kan?"
"Nggak."
"Dasar gila," ledek Sam, menurutnya cookies yang sedang dia makan dan berikan pada Welsen adalah cookiesterenak yang bisa dia dapatkan di VIP Lounge penerbangannya malam ini. Dia sudah berkeliling ke seluruh meja prasmanan dan tidak menemukan makanan ringan yang seenak kukis tersebut. Sam mengeluarkan kamera polaroid miliknya.
"Cuci tangan dulu bisa kali," sindir Welsen dari arah samping, "tangan penuh remahan kukis kayak gitu masih mau megang kamera."
"Berisik," balas Sam, dia membidik seseorang dari bali kamera polaroidnya.
"Fotoin siapa lo?"
"Kepo amat sih, Raja Weel," jawab Sam tanpa menengok ke arahnya.
"Lo lagi foto dua curut?" Welsen bertanya, pandangannya dia arahkan pada dua orang yang sepertinya menjadi objek pengambilan gambar Sam.
"Weel, bawel ih," sindir Sam, dia bangkit dari tempat duduknya untuk maju lebih jauh agar bidikannya tepat sasaran.
Dezel menatapnya dengan penuh tanda tanya dan menutupi perasaan penasaranny itu, "Lo suka sama Kat?"
"Suka sama Kat?"
"Iya, lo suka sama dia?"
"Lo gila?"
"Kenapa? Bukannya wajar kalau lo suka sama Kat? You have been with her for five years, right?" Welsen mengusap bibirnya dengan tisu kering yang ada diatas meja, membersihkan remahan kukisnya.
"Aneh lo," Sam menggelengkan kepalanya, sebetulnya dia ingin sekali melanjutkan pembicaraannya dengan Welsen dan memberitahu apa yang ada diotaknya saat ini, tapi dia menahan semua itu. Karena, kalau dia mengatakan hal itu, liburan dadakan yang seharusnya diisi dengan momen bahagia dan aktivitas berlibur lainnya pasti akan menjadi runyam.
"Kenapa sih? Kenapa gue aneh? Coba jelasin," pinta Welsen yang sudah terpancing dengan pemikiran temannya itu.
"Nggak ada waktu buat ngomongin hal yang nggak masuk akal," Sam bangkit berdiri dari tempat duduknya tanpa menengok ke arah Welsen karena fokusnya tergantikan dengan dua orang perempuan yang datang dari arah pintu masuk. Nuansa pakaian kedua orang tersebut benar-benar menonjol dan membuat perhatiannya teralihkan.
"Mereka siapa? Kok bisa di VIP Lounge kita? Bukannya lo pesen semua bangku biar nggak ada wartawan atau orang-orang lainnya untuk bisa keluar masuk seenaknya?" Sam bertanya pada Welsen.
Perempuan yang dibicarakan oleh Sam itu berjalan ke arah Dezel dan Katarina yang masih sibuk dengan piring makanannya yang sedang mereka isi penuh. Dia membuka masker hitam yang menutupi sebagai wajahnya dan langsung saja memeluk erat Dezel yang terlihat sangat terkejut.
"Ap-apaan sih," Dezel berusaha untuk melepas pelukan orang yang ada dibekakangnya, piring yang ada ditangannya pun sampai jatuh mengenai kaki Katarina secara tidak sengaja karena ketidaksiapan Dezel menerima pelukan orang yang ada dibekakangnya.
"Aw!" teriak Katarina, pecahan piring yang ada ditangan Dezel pun terjatuh sebagian ke lantai dan sisanya tertancap halus di kakinya.
"Kat!" teriak Welsen dan Sam panik, mereka berdua langsung berlari untuk menghampiri cewek itu secepat kilat.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Sam, raut wajahnya tercetak jelas bahwa cowok itu benar-benar sangat khawatir, dia berjongkok untuk melihat kondisi kaki cewek itu.
"Kat? Sorry-sorry," Dezel tidak berusaha untuk melepaskan pelukan orang yang ada dibelakangnya lagi, kini dia fokus dengan keadaan kaki Katarina. Ada beberapa bagian kaki cewek itu yang tertancap beling halus dari piringnya.
"Kaki lo-" Ucapan Welsen terhenti, pandangannya dari kaki Katarina langsung beralih pada perempuan yang masih memeluk temannya itu, "kalau sampai kaki Katarina kenapa-napa, lo yang akan tanggung akibatnya."
"G-gue," Perempuan yang diajak bicara oleh Welsen pun melepas pelukannya pada Dezel dengan gugup, dia tidak tau kalau akan jadi seperti ini.
"Lo siapa sih, sialan!" seru Sam, dia begitu marah dan murka, apalagi ketika Katarina masih meringis kesakitan ditambah dengan Welsen yang berusaha untuk mengeluarkan pecahan beling yang masih bisa dia ambil.
Dezel membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa wanita yang berani-beraninya menyentuh dirinya tanpa ijin dan membuatnya kehilangan keseimbangan dan menjatuhkan piring yang sedang dia pegang. Betapa terkejut dirinya ketika mendapati cewek taksirannya itu, "Jade?"
"Jade? Cewek lo?" Sam bertanya dengan nadanya yang terkesan menghina.
"I-iya gue Jade," perempuan itu melepas masker hitam miliknya dan tatapannya menunjukkan bahwa dia takut dan kebingungan.
"Sialan! Bener-bener sialan!" maki Welsen, tangannya berhati-hati menyentuh pecahan beling tersebut agar tidak menancap lebih dalam. "Nggak bisa kayak gini, kita harus cari pertolongan pertama. First aid kit."
"Mau panggil ambulans aja nggak?" Dezel bertanya, nada ragu-ragu terdengar dari suara cowok yang awalnya terdengar dingin tapi ketika mengetahui bahwa perempuan itu adalah Jade ... dia ragu, sedikit.
"Apaan sih, ini cuman kena beling doang dikit. Kenapa sampai panggil ambulans," Katarina menutupi rasa sakitnya dengan kekehan kecil, dia juga menambahkan, "nggak usah marah-marah gitu kali, berlebihan amat deh. Ini namanya kecelakaan," dia mengatakan hal itu agar ketiga temannya tidak begitu menyudutkan Jade, si tersangka utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF THE ROAD
Teen Fiction---------------------------------------------- This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no.19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work...