SEMBILAN BELAS

11 3 0
                                    

"RAJA PULANG!" teriak Katarina dari arah dapur ketika mendengar suara pintu masuk yang terbuka, sontak dia langsung menutup dua kotak piza yang sudah dia pesan dan berlari kedepan, meninggalkan Sam yang masih menjilat saus-saus yang ada ditangannya.

            "Berisik, babu," ejek Welsen, dia menanggalkan hoodie yang dia pakai dan melemparnya ke sofa ruang tamu, menyisakan kaus putih yang dia pakai.

            Katarina tiba-tiba saja melompat ke arah Welsen yang mau tidak mau harus siap untuk menangkap perempuan itu, kalau tidak mereka pasti akan terjatuh. "YEY! AKHIRNYA PULANG!" teriak Katarina yang baru saja mendarat di gendongan Welsen.

            "Kat, jangan teriak di kuping gue dong," Welsen membuang nafasnya panjang, kedua tangannya dia taruh di bagian kaki Katarina untuk menopang cewek itu, tanpa menyentuh sedikitpun bagian pahanya.

            "Gue bosen tau di rumah tanpa kalian berdua," adu Katarina, dia menoleh ke arah Dezel yang berada tidak jauh darinya, "gimana double date kalian? Ada yang nyantol?"

            "Apanya yang nyantol," Dezel memutar bola matanya kesal, dia menunjuk Welsen, "masa dia minta pulang padahal baru sepuluh menit sejak dia taruh minuman yang dia pesenin buat kita di meja. Gila dia emang," dia menggelengkan kepalanya.

            Mendengar itu, Katarina tertawa sambil memundurkan kepalanya tanpa mengubah posisi gendongannya, dia memastikan kalau cowok yang sedang menggendongnya itu menatap wajahnya juga, "Lo pasti mau makan piza yang gue pesen kan? Makanya mau pulang cepet?"

            "Jangan gila," Welsen mengelak, "ngapain gue pulang cuman gara-gara piza."

            "Terus gara-gara apa, setan?" Dezel bertanya dengan kesal.

            "Gara-gara ni bocah chat gue terus," Welsen menunjuk perempuan bermata hazel yang ada di depannya saat ini menggunakan dagunya yang lancip dan sempurna.

            "Hah! Gue nggak ngechat lo, jangan halu ya, Weel!" Katarina tidak terima, dia hanya mengirimkan pesan satu kali pada cowok itu dan hal selanjutnya yang terjadi adalah Welsen menghubunginya dan mengijinkannya untuk memesan makanan kesukaannya dengan kartu kredit milik cowok itu, yang tentu saja sangat jarang terjadi.

            "Ya udahlah ya, yang penting kita udah pulang sekarang. Buat apa bahas kejadian yang udah terjadi, emangnya bisa ngubah keputusan gue untuk minta pulang cepat tadi?" Welsen berkata, lalu dia melangkahkan kakinya tanpa menurunkan Katarina dari gendongannya.

            "Gimana ceweknya Dezel?" Katarina bertanya. "Cantik?"

            "Cantik," jawab Welsen yang membawa dirinya dan juga Katarina ke dapur.

            "Cewek yang mau dijodohin sama lo juga cantik?"

            "Cantik," Welsen kembali menjawab jawaban yang sama.

            "Oh, bagus deh kalau begitu."

            "Kenapa bagus?"

            "Bagus karena akhirnya lo bisa ketemu sama cewek cantik," jawab Katarina.

            "Emangnya selama ini gue nggak ketemu sama cewek cantik?"

            "Mungkin? Makanya lo jomblo selama delapan belas tahun kan? Karena belum ketemu cewek cantik yang pas sama lo kan? Iya kan?"

            "Emangnya kalau mau pacaran itu cuman liat cantiknya doang?"

            Katarina mengedikkan bahunya tidak tau, "Mungkin? Bukannya itu yang diliat sama cowok-cowok pas milih pasangan?"

            "Lo bahaya," ujar Welsen.

            "Kenapa bahaya?"

            "Sudut pandang lo harus diganti sedikit biar mikirnya itu lurus-lurus aja, nggak belok."

            "Emang pemikiran gue belok pas mikir tentang cowok yang liat fisik pas milih pasangan?"

            "Ya. Belok. Banget," Welsen menegaskan satu persatu kalimat yang keluar dari mulutnya.

            "Bukannya bener?" Katarina bertanya, sedari tadi matanya dengan fokus melihat mata cowok yang ada didepannya tanpa melihat ke arah lain. Dia belum pernah melihat mata indah milik Welsen dari dekat sebelumnya. Ah, dulu pernah sekali. Saat cowok itu sedang bermain basket dan secara tidak sengaja matanya mengenai bola dan mau tidak mau Katarina meniupi mata cowok itu.

            "Nggak semua cowok kayak gitu, Kat, haduh," Welsen menjawab.

            "Nggak tau ah," Katarina memajukan bibirnya, menyenderkan kepalanya di bahu cowok yang sangat menyebalkan menurutnya.

            "Lo berdua lagi syuting drama?" Sam bertanya, mulutnya sibuk mengunyah garlic bread yang dipesankan oleh Katarina tadi, kemudian dia mengambil air yang ada di meja, "sini makan, masih banyak pizanya," dia mendorong dua kotak piza yang tertutup ke arah Welsen.

            Sebelum mengambil piza yang diberikan oleh Sam, dia lebih dulu menaruh Katarina yang ada digendongannya ke atas meja makan marble yang kokoh dan biasanya digunakan untuk mengerjakan tugas karena memudahkan mereka untuk mengakses dapur. "Udah nyampe," ujar Welsen pada Katarina. Tangan kiri Welsen digunakan oleh cowok itu untuk membuka kotak piza sedangkan tangan kanannya dia pakai untuk memastikan Katarina tidak akan terjatuh dari meja meskipun cewek itu duduk dengan leluasa.

            "Lo ngapain?" Katarina bertanya, menanyakan posisi berdiri Welsen yang ada didepannya dan mengunyah piza yang barusan dia ambil.

            "Apa?" Welsen ikut bertanya.

            "Tangan lo," Katarina menunjuk tangan kanan Welsen yang seakan melingkar ke bagian perutnya tapi tidak tersentuh karena cowok itu meletakkan tangannya di atas meja.

            "Menurut lo ngapain emang? Ya, jagain lo lah," perlu diingat kalau bukan Welsen yang menjawab pertanyaan Katarina, melainkan Sam karena yang ditanya sedang sibuk makan.

            Katarina tertawa mendengar itu, "Mon maap nih, apa tadi? Jagain gue? Kang bohong," tuduhnya pada Welsen, dia mengarahkan jarinya ke depan dan kembali tertawa, kali ini lebih terkesan meledek, "ada satu hal yang nggak mungkin dilakuin sama dia, yaitu, jagain gue."

            "Ah, lo mah buta," ujar Sam.

            "Biarin aja si monyet ini berasumsi," Welsen berbicara pada Sam.

            "Kebanyakan asumsi masalahnya monyet yang satu ini," Sam membalas, kemudian dia menyipitkan matanya ke arah Dezel yang baru saja datang, "Gimana cewek yang baru lo ketemuin itu? Udah pas? Apa harus cari yang lain?"

            "Iya, gue juga penasaran," Katarina membalikkan badannya ke arah Sam, dia hanya baru mendengar Welsen meminta pulang lebih cepat.

            "Nggak juga sih, dia baru aja chat gue katanya kita di invite ke acara keluarganya," Dezel menunjukkan ponselnya pada ketiga temannya itu, "acara bakti sosial lebih tepatnya. Keluarga Jade biasanya ngadain baksos gitu setiap tahunnya biar bisa spend time with family and others."

            "Wah! Keren juga, berarti dia dari keluarga yang baik-baik dong?" tanya Katarina dan dibalas dengan anggukan kepala dari Dezel sedangkan Welsen memasang tampang datarnya sambil berpikir. Keluarga baik ya? Tapi dia tukang ngatur, bukannya itu termasuk ke hubungan yang nggak sehat?

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang