ENAM PULUH

13 2 0
                                        

Kalau dibilang dirinya bingung atau tidak, jawabannya ya. Tentu saja dia bingung. Tidak tau harus melakukan apa. Tidak tau mana yang benar dan mana yang salah. Semua hal itu tengah dirasakan oleh Welsen. Sesampainya mereka di rumah sakit tempat dimana Mamanya dirawat, tepatnya masih dalam penanganan dokter di UGD, Welsen langsung saja memisahkan diri dan berjalan menuju taman luas di rumah sakit. Dia mengambil posisi di tengah taman karena tempat itulah yang satu-satunya menyediakan bangku.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat pagi, yang tentu saja membuat taman menjadi sepi tak berpenghuni dan menjadi tempat yang pas untuk Welsen berpikir.

Satu, dia bingung dengan apa yang seharusnya dia lakukan. Bukannya mengikhlaskan kepergian Mamanya untuk mengejar kebahagiaannya menjadi salah satu hal yang benar untuk dilakukan? Dan dia sudah melakukan itu kan? Iya kan?

Dua, dia memutuskan untuk tidak pergi ke rumah sakit karena dengan begitu dia bisa menahan keinginannya untuk memperjuangkan Mamanya agar tidak berujung bercerai dengan Papanya yang saat ini sedang sibuk memindahkan kantor pusat Jakarta ke New York karena laki-laki paruh baya itu ingin cepat-cepat meninggalkan Jakarta dan menghabiskan banyak waktu di luar, meskipun itu akan membuat dirinya menjadi jauh dengan anak kandungnya sendiri. Dia tidak begitu memusingkannya.

Tiga, Katarina tidak seharusnya marah mengenai hal ini kan? Toh, Mamanya akan baik-baik saja walaupun dia tidak datang. Setidaknya itu yang dia yakini.

"Lo ngapain disini? Lagi mikir?" Dezel yang menyadari temannya yang menghilang begitu saja langsung saja menghampiri, dia mengambil tempat di sebelah Welsen.

"Ya, gue nggak tau apa yang gue lakuin ini bener atau salah."

"Gue paham kalau lo jadi bingung akan hal ini, tapi bukannya akan menjadi wajar kalau seorang anak datang ketika salah satu orangtuanya masuk ke rumah sakit? Terlepas kalian ingin memutuskan hubungan atau nggak, kalian tetap sepasang anak dan ibu. Mama Jacquine tetap yang lahirin lo, dan lo adalah anaknya dia, sampai saat ini ataupun nanti kedepannya."

"Gue,"

"Katarina marah sama lo juga wajar, dia nggak mau lo kehilangan momen berharga kayak gini karena siapa yang tau kedepannya? Lo lupa kalau Papanya Kat pernah hampir kehilangan nyawanya ketika dia lagi sibuk ngurus olimpiade dan Papanya nyuruh dia untuk fokus sama kerjaanya, dan bodohnya Kat waktu itu nurut. Setelah itu apa yang terjadi? Papanya kritis, kondisinya drop, dan Katarina? Dia malah ngelakuin hal yang seharusnya bisa dia tunda dan nggak ada di saat Papanya berjuang. Lo inget apa yang dirasain Kat kan? Menyesal dan apa? Nggak ada yang bisa dilakuin sama dia untuk mutar ulang waktu." Kejadian tersebut terjadi pada saat mereka menduduki bangku SMP. "Untungnya aja, Papa nggak apa-apa pada saat itu."

Dezel melanjutkan, "Dia cuman mau lo untuk nggak menyesal. That's it. Dia pernah ada di posisi lo sekarang, dan dia mengingatkan lo untuk nggak ngulang kejadian yang sama kayak apa yang dia laluin dulu."

Sekarang Welsen paham alasan kenapa hal ini terjadi. Perlahan, dia kembali memproses apa yang dia dengar satu harian ini. Mungkin, alasan yang ingin dia percayai saat ini adalah dia terlalu lelah untuk menghadapi segalanya sekaligus, dan mendorongnya untuk melakukan hal yang sebelumnya belum pernah dia lakukan, seperti melakukan hal bodoh dengan tidak ingin datang ke rumah sakit.

"Gue denger apa yang Mama minta sama lo," Dezel memberitahu apa yang dia dan Sam dengar pada saat berdiri di depan rumah Jason.

"She asked me to let her go, to find her happiness. Kayaknya dia nggak pernah bahagia saat sama gue dan Papa," ujar Welsen, jujur saja dia memahami alasan yang menjadi landasan Jacquine mencari cara untuk bercerai dengan Papanya dan menjauhkan dirinya dari Welsen untuk memilih hidup bersama anak yang belum pernah dia kenal secara dalam. Mungkin, karena dia merasa akan menjadi lebih baik kalau mencari kebahagiaan baru dengan orang yang berbeda.

Dezel menggelengkan kepalanya, "She is happy with you, but not with your dad. He is very busy sampai yang nggak punya waktu untuk kalian, dia terlalu sibuk untuk mencari hal yang sebetulnya belum tentu dibutuhin sama orang yang menjadi alasan dia mencari uang."

Welsen menunduk, meratapi rumput-rumput yang ada di taman dan menengadah setelah itu untuk melihat langit yang sudah berubah menjadi gelap sejak beberapa jam yang lalu.

"Yang gue lihat, dia itu kesepian. She needs someone yang bisa diajak untuk ngelakuin banyak hal buat dia. She needs that kinda type of person," ujar Dezel, lalu dia terenyuh mengenang apa yang dikatakan oleh Jacquine pada saat mereka berdua sedang menyiapkan bawang putih permintaan Katarina pada saat mereka berliburan dulu, "once, dia pernah bilang sama gue kalau dia menemukan seseorang yang sepertinya bisa bikin dia bahagia dibalik dunianya yang sepi, maybe it's him, Jason."

Welsen menganggukan kepalanya setuju, dia sangat menyetujui yang baru saja dikatakan oleh Dezel karena mereka berdua memiliki pemikiran yang sama mengenai hal itu, "Terus apa yang harus gue lakuin? Kayaknya dengan membiarkan Mama sama Jason—melepaskan dia, menjadi pilihan yang salah dimana Kat?"

"Apa lo yakin dia ngomong kayak gitu?"

"Ya. Dia bilang kayak gitu."

"Menurut gue, Katarina nggak mungkin ngomong hal itu tanpa ada alasan yang jelas, kalau memang dia ngomong kayak gitu, you should ask her the reason. Mungkin, dengan begitu lo bisa nemu titik terangnya."

"Gue ... nggak yakin sama semua ini."

"Yakin nggak yakin, lo tau kalau kita semua akan ada dibelakang lo kan? Kita akan selalu support lo, apapun pilihan dan apapun yang lo lakuin kedepannya, Weel."

"Gue ..."

"Setiap manusia itu kalau lagi milih pilihan hidupnya itu pasti ngerasa kayak gitu, takut dan salah, semua itu wajar. Tapi, gue cuman bisa bilang satu hal. Kalau nanti kedepannya pilihan lo itu salah, jangan pernah salahin diri lo untuk milih pilihan tersebut karena at least lo udah coba untuk jalanin pilihan lo dan membuat hal tersebut menjadi pengalaman baru di hidup lo."

"Ya, gue paham."

"Begitupula sama Mama Jacquine yang udah netapin pilihannya, terlepas itu pilihan salah ataupun benar, lo harus hormatin permintaan dan pilihan dia. Be there for her, meskipun lo terkena dampaknya secara langsung ataupun tidak langsung."

"But she wants to cut me off."

"Nggak pernah ada di dunia ini yang mau mutusin hubungan kekelurgaan sama anak kandungnya sendiri. Nggak pernah ada, Weel."

"Weel," Sam mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal akibat berlari dari UGD sampai ke taman rumah sakit, "nyokap, Mama," nafasnya masih tidak beraturan, ditambah lagi dengan kebingungan yang dilanda dirinya, "Mama ... she is gone."

"She is gone," ucap Sam sekali lagi.

Naas? Tentu saja. Perkataan Dezel yang mengatakan kalau tidak ada di dunia ini yang ingin memutus hubungan dengan anaknya itu salah besar karena sayangnya ... Jacquine telah benar-benar memutus hubungan dengan anak kandung kesayangannya dari suaminya. Dan, apapun yang telah dilakukan, diperdebatkan hari ini menjadi sia-sia ketika orang tersebut malah pergi.

Dan, sekali lagi ... sekali lagi Welsen merasa tertinggal jauh dan terbebani oleh semua fakta yang harus dia dengar, rasakan, dan lalui.

END OF THE ROADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang