62. Siapa Dia?

1.8K 80 13
                                    

"Novalnya kemana? Kok gak jemput?"

Neska terperangah mendengar suara secara tiba-tiba padahal ia sedang sendirian daritadi. Ternyata pemilik suara berat itu Athalas. Baju yang dikeluarkan dan dasi yang longgar memang sudah biasa bagi para kaum lelaki.

"Dia lagi main sama temen-temennya,"

Athalas manggut-manggut, "Gak ada temen pulang kan jadinya? Bareng yuk!"

"Gue pulang sendiri."

"Gue antar aja gimana?" tawar Athalas. "Udah mau hujan juga. Ntar lo sakit kalau kehujanan. Tangan lo yang luka itu belom boleh kena air dulu kan?"

Neska melirik tangannya yang diperban lalu beralih ke Athalas. Ia diam dan malah tetap setia menunggu angkot di pinggir jalan.

Athalas mendengus, "Kalau lo sakit nanti bokap lo khawatir. Kalau bokap lo khawatir nanti malah jadi banyak pikiran. Emangnya lo gak kasian apa? Terus kalau banyak pikiran nanti stress. Nah kalau udah stress menjalar kemana-mana tuh. Contohnya—"

"Aduh berisik tau gak!" omel Neska. "Bawel banget jadi cowok!"

Bibir Athalas mengatup. "Yaudah maaf."

Neska menatap sinis Athalas. Wajah cowok itu jadi muram. Neska jadi tidak tega sendiri.

"Aku tungguin sampai kamu dapat angkot kalau gitu," ujar Athalas lesu.

"Ngapain sih? Udah sana pulang."

Athalas kembali mendengus. Ia meraih tangan perempuan itu dan memberi kunci mobil. "Mobilnya ada di parkiran. Tau kan mobilnya yang mana?" ujar Athalas lalu berbalik pergi menjauh.

Neska lama koneknya. Dia suruh gue pulang naik mobil dia?

Neska mengejar Athalas lalu memegang tangan laki-laki itu. "Tunggu sebentar."

Athalas menoleh namun diam tak menjawab.

"Kenapa kasih kunci mobil lo ke gue?"

"Biar lo pulang. Gue tau lo gak mau kalau gue yang antar."

"Ya terus lo pulangnya gimana dong?!"

JEDARRR! Neska kaget setengah mati ketika mendengar suara petir. Tidak lama kemudian, turun hujan dengan lebat. Sontak Athalas menutupi kepala gadis itu dengan jaket yang ia pegang tadi. Neska menahan napasnya sejenak sesaat keduanya berbagi jaket itu. "Ayok neduh dulu disekolah!"

Neska mengiyakan. Mereka berlari-lari kecil masuk kembali kedalam sekolah. Sesaat meneduh, Athalas melihat seragamnya yang hampir setengahnya basah karena jaket tadi ia prioritaskan untuk Neska. "Lo langsung pulang gih," ujar Athalas.

"Terus lo nya gimana?"

"Kenapa? Khawatir?"

"Ya enggak lah! Ngapain khawatirin mantan," elak Neska.

"Yaudah kalau gitu gak perlu tanya,"

"Gue serius."

"Gue gampang bisa pulang naik apa aja."

Athalas kembali berjalan menjauhinya. Neska jadi merasa bersalah. Ia lalu menahan Athalas lagi dan mengembalikan kunci mobil milik cowok itu. "Lo aja yang nyetir."

Athalas menarik satu alisnya ke atas seperti meminta penjelasan.

"Tangan gue kan masih luka. Lo tega suruh nyetir sendirian?" tanyanya galak.

Neska membuang mukanya melihat ke arah lain. Athalas berdecih. Dasar!

***

"Lo kenapa panik gitu? Gue datang kesini mau minta lo balas budi. Dulu gue bantu lo buat bikin dia keluar dari sekolah. Sekarang lo harus bantuin gue juga."

AthalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang