28. Kejanggalan

1.6K 84 3
                                    

[HAPPY 5K PEMBACA]

Hari sudah semakin gelap. Satu jam yang lalu, Rezon membubarkan mereka semua. Kini, Athalas dan teman-temannya sedang berada di markas. Athalas tidak mau teman-temannya itu datang terlambat besok, oleh karena itu ia menyuruh mereka semua untuk menginap di markas.

Athalas menganggap bahwa cara ini merupakan yang terbaik untuk mereka semua on time besok tetapi beda dengan pemikiran Thander dan yang lainnya. Bagi mereka, cara ini merupakan cara yang paling kejam karena sudah pasti Athalas akan membangunkan mereka tiga jam sebelum berangkat ke sekolah.

Mereka semua sedang berada di ruang tamu melakukan aktivitasnya masing-masing seperti bermain ponsel, menonton tv, bermain catur, dan lain-lain. Tetapi, ada satu orang yang tengah sibuk menghitung yaitu, Thander. Matanya menatap langit-langit ruang tamu markas. Mulutnya komat kamit tidak beraturan. Thander membisikan sesuatu pada Bagas, "Gue yakin besok pasti Athalas bangunin kita jam empat pagi. Mati bego kita."

Bagas melotot. "Sumpah lo?" ucapnya pelan lalu merangkul Pano disebelahnya dan membisikan lagi. "Menurut penerawangan Thander, besok kita bangun jam empat."

Pano menghela napas, "Gue tidur sekarang, deh!" ucap Pano lalu langsung menarik seluruh penghuni kamar zombie untuk tidur. "Tidur, ayok! Athalas besok bangunin kita jam empat," bisiknya pada Zafran dan Niko yang dibalas anggukan cepat.

Pano menoleh ke Emil yang masih asik menonton tv, "Lo juga, Mil. Akhir-akhir ini katanya lo ngigo mulu," tegur Pano dan menarik Emil masuk ke kamar.

"Kita juga tidur, ayok!" bisik Bagas pada Aron, Joshua dan Yudha yang merupakan penghuni kamar kebencian.

"Yaudah, ayok!" jawab Aron lalu lari terbirit-birit sambil membawa gulingnya.

Athalas melirik mereka semua yang sedari tadi berbisik-bisik. Perlahan, ruang tamu markas menjadi sepi sampai tersisa Thander, Chuang dan Abraham saja. Athalas membuka pembicaraan, "Ada yang aneh sama aeros. Gak ada satupun orang yang tau tentang kode cavella kecuali kita tapi kenapa mereka tau?"

Thander menguap selebar mulut orang utan, lalu bertanya, "Lo gak kasih tau Neska kan, Las? Jangan bilang kalau lo bocorin kode kita. Gue aja gak ngasih tau Maura, loh."

Athalas langsung menatap tajam Thander, "Lo nuduh gue, Than?"

"Ya gak gitu. Gue cuman nanya. Salah gue dimana?" ucap Thander gelagapan.

Abraham bergabung ke dalam percakapan, "Lo beneran gak ngasih tau temen lo tentang identitas kita semua kan, Chuang?" tanya Abraham. Pertanyaan itu membuat Athalas dan Thander menoleh menunggu jawaban Chuang.

"Ya enggak, lah. Gue mana mungkin nusuk lo semua dari belakang," bantah Chuang.

"Disini cuman lo doang yang temenan sama anggota aeros, Chuang. Meskipun ada Neska sama Maura tapi gue sama Athalas aja gak ngasih tau sama sekali. Lo keceplosan kali?" ucap Thander.

"Ya gak lah! Ck! Sialan, si Chiko. Tau darimana, sih?!" dumel Chuang. Chiko Laksana Putra. Teman dekat Chuang saat masih duduk di bangku SMP tetapi mereka seketika lost contact selepas kelulusan. Chuang baru berkomunikasi dengan Chiko setelah sekian lama saat ia ingin meminta informasi mengenai Neska. "Las, gue gak mungkin bo-"

"Gue percaya sama lo dan anggota cavella lainny. Jadi mending cari tau gimana dia bisa tau tentang kita," ucap Athalas dingin lalu menghisap sebatang rokok yang ada di tangannya.

"Nambah lagi tugas gue sialan," ucapnya sambil mengacak-acak rambutnya.

"Apa lo bilang?!" bentak Athalas.

"Gak, Las. Maksutnya, tuh, ban motor gue kudu ditambal." jawab Chuang random menampilkan deretan giginya.

"Bukannya lu ngeluh gegara dapet tugas tambahan dari Athalas ya?" kompor Abraham.

"CEPU BANGSAT!" bentak Pano disambut gelak tawa Abraham.

Thander melirik Athalas, "Ngomong-ngomong lo gak anter pulang Neska, Las? Kayaknya tadi pas pulang gue gak liat Neska sama sekali, dah."

Abraham manggut-manggut. "Iya, gue juga gak liat."

"Gue liat," ucap Chuang. "Waktu gue ganti baju, dia tiba-tiba langsung keluar dari sport hall terus kayak buru-buru gitu."

"Palingan dia panik karena besok tanding," Athalas tersenyum. Gue pastiin kita akan ketemu di final nanti.

Thander mengangguk, "Btw, brownies buatan nyokap lo enak juga. Not bad lah."

Seketika Athalas bangkit berdiri dari sofa. Tubuhnya membeku kaku. Tidak lama kemudian, ia berlari keluar markas dan menghilang dalam sekejap. Melihat itu, Thander menatap bingung ke Abraham dan Chuang. "Ngape temen lo?"

"Au ah, gelap. Tidur bego besok bangun jem empat pagi kalau lebih dari itu disirem air panas sama Athalas baru tau rasa," ujar Chuang lalu pergi ke kamar.

"Untung gue gak kebo kayak lo, sih, Than. Gue denger ada bunyi dikit aja langsung bangun," ucap Abraham. "EMANGNYA LO ADA BUNYI BUKANNYA BANGUN MALAH TAMBAH PULES!" sarkas Abraham.

"Ya Allah, semoga hamba-Mu ini bisa bangun lebih pagi kalau bisa jam tiga bangunnya. Thander mau pamer sama temen-temen, Ya Allah."

***

"Sendirian aja mendingan gue temenin."

Neska terperangah mendengar suara itu. Ketika menoleh ada Noval yang baru saja duduk di kursi sebelahnya. Gadis itu memang berencana untuk pulang lebih dulu tetapi saat di perjalanan pulang, Neska melihat selembaran info lowongan pekerjaan yang ditempel di pintu café dekat sekolah SMA Tunas Harapan.

Dengan modal nekat, Neska mendatangi café itu untuk menanyakan kejelasan tentang lowongan pekerjaan dan tanpa interview ternyata Neska dengan mudahnya diterima untuk bekerja part time disana. Tentunya Neska sangat senang bisa mendapatkan pekerjaan.

"Udah keluar dari rumah sakit lo?"

"Seperti yang lo lihat," balas Noval. "Kenapa? Lo khawatir sama gue?"

Neska berdecih, "Gak usah mimpi." Neska berdiri dan mengeluarkan ponselnya berniat mengecek apakah ada pesan dari ojek online yang sudah dipesan.

"Gue anter."

Neska menaikkan satu alisnya, "Lo pikir gue mau dianter pulang sama anak geng yang hampir bikin gue celaka? Dan lo pikir gue percaya sama lo?"

"Gue deketin lo bukan karena Athalas tapi karena gue emang suka sama lo."

"Suka? Lo kayaknya masih sakit mending balik ke rumah sakit lagi sana," ucap Neska melirik Noval sebentar sebelum melangkahkan kakinya, menjauh dari cowok itu.

"Aneska Zoya Raveena, benar?" tanya seorang lelaki paruh baya yang berhenti didepan Neska.

"Iya, Pak, benar," ucap Neska tersenyum. Baru saja ia ingin mengambil helm yang disodorkan padanya, Noval mencekal pergelangan tangannya.

"Ck! Apa lagi, sih?!" ketus Neska.

Tanpa jawaban. Noval mengambil paksa ponsel Neska dan melemparkannya kedalam mobilnya. "Eh! Handphone gue!" teriak Neska.

Noval masih tidak menjawab dan mengeluarkan beberapa lembar uang lalu memberikannya pada ojek tersebut. "Pacar saya gak jadi naik ojek, Pak. Silahkan Bapak ambil dan pergi." Bingung dengan apa yang terjadi, lelaki paruh baya itu menerimanya dan melajukan motornya tanpa menoleh ke arah Neska sedikitpun.

Noval masuk ke dalam mobil meninggalkan Neska sendirian yang masih terpaku. "Masuk atau handphone lo gak akan balik?" teriak Noval dari dalam mobil.

"Ih! Gue nabung mati-matian buat beli itu handphone tau!" gerutu Neska.

***


AthalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang