71. Penantian (SELESAI)

3.5K 141 40
                                    

Dua lelaki yang menjadi ketua dari gengnya masing-masing sedang bersandar pada mesin mainan di salah satu mall yang terletak di Jakarta. Mereka berdua tidak tampak akrab dan tidak bemusuhan juga. Mereka hanya berusaha untuk menjadi dekat. Mau bagaimana pun geng mereka adalah satu.

Mereka menatap sinis para lelaki yang sangat kekanak-kanakan. Sesekali rahang mereka menajam melihat para anggotanya yang bermain game layaknya bocah-bocah disekitar sana. Padahal umur mereka sudah tidak muda lagi tetapi kenapa tidak ada bedanya dengan anak-anak kecil yang berkerumun disamping mereka.

Teriakan demi teriakan terdengar di telinga Athalas dan Vian. Suara yang paling keras itu sudah pasti berasal dari Bagas dan Arga yang baru saja gagal mendapatkan boneka dari mesin yang sedang dimainkan.

"Sorry temen-temen gue kampungan," ucap Vian.

"Bukan cuman temen lo," jawab Athalas ketus. Ia lalu menunjuk temannya yang lain dengan dagu.

Vian mengernyit lalu menoleh ke arah yang ditunjuk Athalas. Mulut Vian sedikit terbuka. Kaget dengan apa yang dilihatnya. Ternyata Emil sedang duduk bersama dengan anak-anak yang berumur sekitar 5 tahun. Parahnya lagi, mereka semua sedang bermain pancing ikan dan hanya Emil lelaki yang tidak sadar diri dengan umurnya yang sudah tidak muda lagi.

Athalas menghela napasnya begitu juga dengan Vian. Ingin sekali marah rasanya tetapi Athalas memilih diam karena ada seorang perempuan yang juga bergabung dengan teman-temannya itu. Ya, perempuan itu adalah Neska. Perempuan yang akhirnya bisa keluar dari rumah sakit setelah berbulan-bulan memulihkan kesehatannya.

Hampir setengah tahun perempuan itu dirumah sakit. Bahkan sekarang Athalas sudah lulus dari sekolah. Neska juga belajar dari rumah. Perempuan itu sekarang kelas XII. Mulai sekarang akan terasa berat untuk Athalas karena tidak seperti disekolah yang bisa dengan mudah melihat Neska kapanpun.

Athalas, Vian dan seluruh anggotanya itu sudah mendaftar di beberapa universitas yang berbeda-beda. Informasi diterimanya mereka juga sudah keluar dua hari yang lalu sehingga mereka tidak perlu cemas untuk mencari universitas lain.

Dengan wajah yang riang, Neska berlari menghampiri Athalas lalu memeluk erat lelaki itu. Athalas membalasnya dengan hangat. "Udah puas mainnya hm?"

Neska menjawab dengan senyuman manis membuat hati Athalas lagi-lagi meleleh.

"Ck! Jangan didepan gue kek!" ketus Vian lalu berjalan menjauhi pasangan itu.

"Ih kenapa-" Neska menoleh hendak mengejar Vian tetapi ditahan Athalas.

"Biarin."

"Tapi itu Vian kenapa pergi?" tanya Neska.

"Gak usah dipeduliin," jawab Athalas lalu mengelus rambut halus Neska. "Kalau udah puas mainnya. Pulang yuk?"

"Tapi aku masih mau main. Aku udah lama gak keluar. Selama ini aku cuman tiduran dirumah sakit tau," ucap Neska merengek.

"Tapi kita udah delapan jam di timezone sayanggggg," jawab Athalas gemas. Hampir lima juta lebih yang dihabiskan untuk mereka bemain. Athalas tidak mempermasalahkan uang. Belasan juta pun ia mampu memberikannya pada Neska untuk bermain hanya saja... hanya saja ini sudah delapan jam!

Melihat Neska yang cemberut membuat Athalas gregetan. "Kamu masih belum puas?" tanyanya lagi.

"Belom. Ada boneka lucu yang mau aku capit. Tadi Bagas sama yang lain udah usaha cuman tetep gak keambil."

"Boneka apa sih?" tanya Athalas sedikit kesal. Ia memang tidak ikut bermain sedari tadi karena baginya mainan disana untuk anak kecil. Selain itu kenapa juga harus ada seluruh anggota Elvaroz disana? Padahal Athalas hanya mengajak Neska dan hanya ingin berdua saja tetapi nyatanya Neska malah mengajak para cecunguk sialan ini untuk bergabung. Alhasil tidak ada kesempatan dirinya untuk berduaan bersama Neska.

AthalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang