27. Lexis?

1.7K 79 1
                                    

"Tunggu!"

Suara berat yang terdengar dari arah belakang membuat Athalas tidak jadi untuk membuka pintu mobilnya. Athalas menoleh ke belakang mendapati Vian, Chiko dan tiga temannya yang belum Athalas ketahui namanya. Bagas menatap sinis Chiko. Ia sangat membenci laki-laki yang sifatnya seperti Pano. Sangat menyebalkan.

"Mau apa lagi lo?" tanya Athalas dingin.

"Kita beda pool di semua cabang olahraga. Ayo kita ketemu di pertandingan akhir. Kita lanjutin sejarah antara SMA Tunas Bangsa dan SMA Angkasa empat tahun yang lalu, khususnya basket putra," ucap Vian.

"Siapa takut?"

Senyum Vian memudar, "Ne-Neska," ujar Vian gugup. "Gak ada yang ganggu dia kan disekolah?"

Athalas yang hendak membuka pintu mobilnya lagi-lagi terhenti. Ia kembali menoleh. "Lo nanya ke gue? Kenapa gak lo cari tau aja sendiri siapa yang ganggu dia?"

"Karena lo lagi deket sama dia makanya gue nanya ke lo."

Athalas tersenyum miring. Ia menghampiri Vian. "Kalau gue bilang gue orangnya gimana?"

Rahang Vian mengeras lalu mencengkram kerah Athalas. Bagas dan Alpret sontak mendekati Athalas tetapi dihadang oleh Chiko dan tiga temannya yang lain. "Gak usah ikut campur," ujar Chiko memperingati Bagas dan Alpret untuk tidak maju.

Bagas mengepal kuat tangannya begitu juga dengan Alpret yang sudah siap untuk berkelahi. "Las," panggil Bagas tetapi tak ada jawaban.

"Jangan pernah main-main sama Neska atau lo akan tau akibatnya," ucap Vian penuh penekanan disetiap katanya lalu melepaskan cengkraman pada kerah Athalas.

Athalas merapikan kembali seragamnya yang sedikit berantakan. Laki-laki itu masih tersenyum santai. Tiba-tiba...

BUGH!

Athalas baru saja memukul rahang Vian sampai terjatuh. Kejadiannya berlangsung begitu cepat sampai-sampai Vian maupun Chiko dan yang lainnya tidak sempat menangkis serangan Athalas. Chiko berbalik hendak melayangkan pukulannya tetapi sudah terlebih dahulu ditahan oleh Bagas.

"Ketua lo sendiri yang duluan ngajak ribut ketua gue," ucap Bagas dingin dengan tatapan yang tajam. Disaat seperti ini, sudah tidak ada lagi Bagas si heboh melainkan Bagas yang sangar.

Vian bangkit berdiri sambil memegang sudut bibirnya yang sedikit berdarah. Athalas kembali mendekat, "Gue gak peduli sama ucapan lo tadi. Jangan lo pikir gue bakalan takut dengan ancaman lo!" Sesudah mengatakan itu, Athalas menyuruh Bagas dan Alpret untuk masuk ke mobil.

"Lo gak apa-apa?" tanya Chiko ketika mobil Athalas sudah pergi.

"WOW!"

Vian reflek menoleh ke belakang saat mendengar langkah kaki yang kian mendekat ditambah suara tepukan tangan. Chiko, Zidhan, Regan dan Arga juga ikut menoleh. "Gue melihat pemandangan dimana gue jadi flashback saat gue dan temen-temen gue mukulin lo semua," ucap seorang lelaki yang sedari tadi menonton pertengkaran Vian dengan Athalas dari kejauhan bersama anggotanya.

Rahang tajam Vian kembali mengeras. Wajahnya menunjukkan kemarahan. Bukan karena diejek, melainkan karena sekumpulan orang itu seharusnya tidak berhak menginjak daerahnya. Geng itu disebut Lexis—musuh Aeros dan orang yang berbicara tadi adalah Bima, wakil ketua Lexis.

"Jadi Neska udah punya cowok baru? Gue rasa Alex bakalan kecewa kalau dengar berita ini," ucap Bima yang tersenyum.

"Berani banget lo injak sekolah ini!" ketus Chiko.

"Gimana ya? Gue kan ikut pertandingan ini juga." jawab Bima. "Sekolah kita udah damai dan mereka kasih akses gue dan yang lainnya untuk menginjak daerah ini lagi."

AthalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang