70. Bersama Hingga Akhir

2.5K 127 54
                                    

Jarum jam sudah menuju pukul sembilan malam. Beberapa kali para suster keluar masuk ruang operasi. Sekarang situasinya sangat menegangkan. Sudah lebih dari enam jam, anggota Elvaroz beserta keluarga Neska menunggu didepan ruang operasi itu.

Bara menghadang salah satu suster yang baru saja keluar dari ruang operasi. Ia ingin menanyakan kondisi putrinya. Sayangnya, suster tersebut enggan untuk berkomentar apapun.

Dibelakang Bara ada Chika yang sedari tadi menangis tersedu-sedu ditemani Eden disebelahnya. Sudah berhari-hari juga Bara tidak melihat putri bungsunya itu.

"Andai saja kamu tidak egois, anak kita gak akan kena musibah kayak gini!" ucap Bara galak pada Chika.

Chika tidak menjawab dan hanya menundukkan kepala.

Leo ada disana duduk dengan perasaan yang tidak tentang sedari tadi. Disekelilingnya tersisa beberapa anggota saja. Kebanyakan dari mereka sudah ditugaskan untuk tetap berjaga di area bangunan tua tempat mereka berkelahi sebelumnya. Mereka berjaga-jaga apabila Lexis kembali lagi ke tempat itu karena sampai saat ini mereka kehilangan jejak seluruh anggota Lexis.

Athalas. Laki-laki itu sempat memaksa untuk ikut menunggu Neska, tetapi sayangnya ia harus kehilangan kesadaran dan malah berakhir masuk UGD. Pemicunya pasti karena banyaknya darah yang keluar.

Arsen, Reynard dan Randy yang mengurus Athalas tadi. Tiga jam yang lalu, Arsen memberi kabar bahwa Athalas sedang dalam penanganan. Leo yakin laki-laki itu pasti tidak akan kenapa-kenapa, oleh karena itu ia tidak terlalu fokus pada Athalas.

Vian baru kembali setelah beberapa jam yang lalu ia pergi. Rumah sakit ini milik keluarganya. Banyak dokter-dokter handal yang ada disana. Vian berniat menggunakan kekuasaannya untuk memerintahkan dokter profesional demi menolong Neska. Tetapi kenapa belum selesai dari tadi? Lama sekali.

BUK!

Semua sontak menoleh ke arah datangnya suara. Seorang lelaki baru saja menjatuhkan tasnya. Leo perlahan berdiri diikuti Axel dan Rezon. "Rel..." panggil Leo pelan.

Darel, pemimpin Elvaroz yang sesungguhnya. Deru napasnya begitu cepat. Siapa pun saat ini tau kalau pria itu berlarian sampai kesini. Ia berjalan dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Kedua bola matanya itu menampilkan rasa kesedihan sekaligus amarah yang amat besar.

Leo hendak mendekat ke arah Darel tetapi dengan cepat Darel mendorongnya agar tidak menutupi jalannya. Ia ingin melihat sendiri ruang operasi itu.

Aura laki-laki itu sungguh berbeda dari biasanya. Semuanya sampai tidak berani mendekat. Anggota Cavella maupun Aeros pun segan. Thander dan teman-temannya memandang Darel dengan tatapan yang sulit diartikan. Jadi dia kakaknya Neska sekaligus pemilik pangkat tertinggi, pemimpin Elvaroz.

Bagas menelan ludahnya dengan susah payah. Jangan sampai ia berbuat kesalahan. Ia tidak ingin mati muda apalagi di tangan Darel.

Darel berbalik melihat kedua orangtuanya yang duduk berjauhan serta Eden disana. Ia melangkahkan kaki menghampiri Eden, mengusap pelan puncak kepala gadis kecil itu yang kini memeluknya sambil menangis. Sungguh ia sangat kangen pada adik kesayangannya itu tetapi kenapa pertemuannya harus ditempat seperti ini.

"Kak Darel..." ucap Eden terisak. "Kak Neska gimana... Kak Neska pasti baik-baik aja kan?"

"Pasti."

Darel memandang semua anggota Elvaroz. Yang dipandang pun enggan untuk menatap balik. Mereka tidak memiliki nyali sebesar itu untuk bertatapan dengan Darel yang membawa nama Elvaroz sampai terkenal, bahkan Lexis saja mengakuinya.

"Bawa adek gue cari makan dulu, Xel," ucap Darel. "Dia pasti laper."

"Gak, aku gak laper, Kak. Aku mau tunggu kak Neska—"

AthalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang