EXTRA PART - 1

2.2K 93 9
                                    

-SAHABAT-

Seorang lelaki dengan kaos berwarna biru tengah terduduk dibalik jeruji besi. Laki-laki itu tidak sendiri. Ada beberapa orang juga didalam sana menggunakan pakaian yang seragam. Tiba-tiba sontak mereka mendongak saat pagar besi itu terbuka.

"Saudara Galang Sachio,"

Laki-laki yang dipanggil perlahan terbangun. Tatapannya yang kosong dan sendu membuat siapapun tau bahwa lelaki itu masih dalam keadaan terpuruk setelah divonis penjara selama 2 tahun oleh hakim. Berkali-kali keluarganya menggunakan pengacara yang handal, tetapi hasilnya tetap nihil. Hakim tersebut tidak ingin meringankan hukumannya.

"Ada yang ingin bertemu dengan anda."

Langkah demi langkah, Galang melewati ruangan-ruangan yang terisi oleh para penjahat dari berbagai kalangan sampai akhirnya ia terpaku melihat orang yang dimaksud polisi itu.

Untuk pertama kalinya, sejak 1 tahun lamanya ia terkurung didalam penjara. Orang itu tidak pernah mengunjunginya. Galang melangkahkan kakinya mendekat dengan tangan yang masih diborgol sambil menundukkan kepala.

Wajah kebingungan Galang terpancar jelas ketika orang itu memberikannya paperbag.

"Buka." Perintah orang itu.

Kedua pupil mata Galang membesar.

Selama beberapa saat, tidak ada pembicaraan yang keluar dari mulut mereka. Sampai akhirnya, lelaki dihadapan Galang menbuka obrolan.

"Hari ini gue berangkat ke Aussie," ujarnya. "lima sampai enam tahun lagi, gue baru balik kesini."

"Lo--"

"Sampai saat itu tiba, lo yang akan mimpin Aeros." Tanpa lama-lama, lelaki itu bangkit dari tempat duduknya. Sesaat sebelum melangkahkan kaki keluar, ia sempat menoleh kebelakang. "Mereka semua masih nerima lo. Jadi jangan lakuin hal tolol lagi," ujarnya tersenyum miring lalu pergi.

"Cih!" Galang tersenyum. "Good luck, Dude!" ucapnya sambil memegang erat jaket aeros yang pernah menjadi miliknya.

***

"Gue pergi dulu. Jaga diri. Sehat-sehat lo disini. Kalau butuh apa-apa kabarin yang lain. Jangan bertindak sendirian. Paham?" ucap Vian.

Neska mengangguk. Sesekali ia mengelap air mata yang jatuh membasahi pipinya. Ia tidak suka dengan perpisahan. Saat ini mereka semua mengantar kepergian Vian di bandara.

"Sorry gak bisa dateng di kelulusan lo. Kalau udah masuk kuliah, lo harus inget lingkungan kuliah sama sekolah itu beda dan—"

"Hadehhh... Bawel banget sih lo!" bentak Athalas disamping Neska. "Mau pergi aja harus ceramah dulu."

Vian menghela napas lalu menatap Neska kembali. "Lo ngerti maksut gue kan?"

"Iya-iya! dia ngerti elah." jawab Athalas cepat.

Vian berdecak kesal.

"Kamu nih!" tegur Neska tetapi Athalas hanya memalingkan wajah. Kesal.

Disisi lain, Darel dan teman-temannya hanya bisa menggelengkan kepala saja melihat tingkah mereka.

"Kak Vian kapan balik lagi ke Indonesia?" tanya Eden sesegukan.

Vian kembali tersenyum seraya mengusap lembut puncak kepala gadis yang sudah dianggap adik olehnya. "I'll be back soon, okay?"

"Gimana dia?" tanya Chiko saat Vian menghampiri.

"Lo semua tetap harus terima mereka."

"Kalau Athalas yang memimpin kita, gue masih rela. Tapi si pengkhianat itu--"

AthalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang