34. Salah Orang

1.8K 84 9
                                        

Athalas masuk ke dalam ruang tamu rumahnya dengan tas olahraga yang bertengger di bahu kirinya. Ia baru saja pulang setelah mengantar Neska. Saat Athalas ingin menaiki anak tangga menuju kamarnya, tiba-tiba saja terdengar suara benda yang terjatuh dari arah dapur. Awalnya Athalas mengira suara itu datang dari Bi Sari yang sedang membersihkan dapur, tetapi ia baru ingat kalau tadi sebelum Athalas masuk ke dalam, Bi Sari sedang membuang sampah diluar. Terus didapur siapa? Tanyanya dalam hati.

Athalas menaruh tas olahraganya sembarangan. Fokusnya saat ini hanya pada suara bising di dapur. Athalas tersenyum saat mendengar suara benda-benda yang terjatuh lagi. "Berani banget maling masuk kerumah gue," ucapnya pelan.

Tanpa rasa takut, Athalas berjalan menuju dapur dengan santai. Ia tidak membawa alat pelindung diri apapun. Jika benar ada maling masuk ke dalam rumahnya, mungkin orang itu patut diberi penghargaan karena memiliki nyali yang besar untuk masuk ke rumah keluarga Ganendra.

"Gue gak akan biarin lo keluar dari rumah ini dengan hidup-hidup,"

Langkah kakinya semakin dekat dengan dapur. Suara-suara itu masih terdengar tetapi hanya samar-samar saja. "SERAHIN DIRI LO DIDEPAN GUE ATAU LO AKAN MENYESAL SEUMUR HIDUP!" teriak Athalas lantang sebelum memasuki area dapur.

Laki-laki itu bersender pada tembok pemisah dapur dengan ruang tamu. Athalas sama sekali tidak takut jika orang itu akan melakukan hal yang buruk padanya karena menurut Athalas siapapun orang yang masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi sedikitpun berarti mereka harus siap untuk menerima segala konsekuensinya.

"Gak mau serahin diri? Jadi lo mau mati ditangan gue, ya? Asal lo tau, gue tipe orang yang gak kenal ampun. Senjata apapun yang lo bawa sekarang gak akan berguna sama sekali selama gue ada dirumah ini."

Orang itu masih tidak menampakkan dirinya. Athalas berdecih. Ia akui nyali orang ini sangat besar. Athalas berbalik dan alangkah terkejutnya sampai mundur beberapa langkah melihat orang yang ada di hadapannya. Mata Athalas melotot. Mulutnya terbuka setengah. Wajahnya sangat kaget.

"MAMA?!"

"Mama ngapain malem-malem didapur?!" teriak Athalas yang tidak percaya bahwa orang yang disangkanya maling ternyata adalah Clara, mamanya sendiri. Athalas mengusap kasar wajahnya. Ia sudah berbicara yang tidak-tidak tadi. Bahkan sampai membawa hidup dan mati.

Bukannya marah, Clara malah tertawa geli mendengar gaya berbicara anak laki-lakinya itu. "Emangnya mau kamu apain? Kenapa teriak-teriak segala, sih? Kyla udah tidur, kalau kebangun gimana?" ucap Clara. "Kamu ini baru pulang udah berisik aja."

"Ya mama lagian ngapain ada di dapur," ujar Athalas menahan emosi, "Ini lagi! Pake acara bawa panci segala. Mama kenapa belom tidur? Ini udah malem, Ma. Mama kan masih sakit, gak boleh banyak gerak dulu kata dokter."

"Mama udah sedikit baikan. Mama harus banyak gerak biar otot mama gak kaku."

Athalas menghela napasnya. Mamanya ini sungguh batu sekali. "Yaudah sini Athalas bantu. Mama lagi buat apa?"

"Mama gak perlu dibantu. Kamu mandi saja. Bau keringat, ih!" Clara menutup hidungnya. Sebenarnya Athalas tidak bau, hanya saja Clara ingin sedikit menggodanya.

"Athalas gak pernah bau, Ma," jawab Athalas sedikit kecewa. Ia mengambil panci yang ada pada tangan Clara. "Sini Athalas bantuin biar cepet kelar terus mama istirahat."

Clara hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah laku anaknya. Athalas kembali melotot melihat area dapur yang begitu berantakan bagai kapal pecah. Berbagai macam bahan kue berserakan dimana-mana. Tumpahan gula, tepung, coklat cair bercampur menjadi satu.

"Mama abis perang apa gimana, sih?" dumel Athalas.

***

Athalas menjatuhkan tubuhnya diatas sofa. Ia pikir dengan membantu mamanya, kue itu akan jauh lebih enak dari sebelumnya. Ternyata salah, rasa brownies itu malah semakin aneh—keras, pahit, dan terlalu manis. Padahal Athalas sudah mengukur semua bahan sesuai dengan resep yang Neska kasih, tetapi kenapa rasanya masih tidak seenak buatan gadis itu?

"Besok Athalas beliin aja brownies yang udah jadi."

"Eh, jangan! Besok mama mau bikin lagi pokoknya sampai jadi."

Athalas menarik napas lalu menghembuskannya, "Kan tinggal beli aja, Ma. Hobi mama kan ngerajut, kenapa tiba-tiba berubah jadi masak, sih?"

"Mama jadi suka masak karena Neska kasih brownies waktu itu. Enak banget. Mama suka, deh. Kamu kapan mau bawa dia kerumah?"

"Gak tau. Liat nanti."

"Mama bingung. Padahal resepnya udah sama tapi kenapa rasanya beda, ya?"

"Mana Athalas tau. Athalas aja gak ngerti soal urusan masak apalagi buat kue."

"Apa kita bikin lagi aja sekarang? Mumpung bahannya masih ada banyak."

Athalas menatap mamanya. "Ma, tapi ini udah mau jam sepuluh. Besok Athalas pulang tanding bawa Neska kerumah buat ajarin mama cara bikin brownies."

"Bener ya?" ucap Clara bersemangat. "Makasih, anak mama sayang!" Clara memeluk erat Athalas. Cowok itu tersenyum. Apapun akan ia lakukan hanya untuk membuat mamanya bahagia.

***

Pintu kamar Neska baru saja terbuka. Gadis itu belum tidur karena sedang menyiapkan kebutuhannya untuk tanding besok. Neska menoleh melihat mamanya yang masuk lalu duduk ditepi kasur. "Ada apa, Ma?" tanyanya.

"Akhir bulan ini mama mau pergi."

Neska mengalihkan pandangannya. Tidak tertarik dengan pembicaraan itu. "Terus?" tanya Neska dingin.

"Bilang ke papa kamu kalau mama pergi sama temen-temen mama,"

Neska berdecih, "Pembohong."

"Maksut kamu apa, Neska?"

Neska menoleh menatap mamanya, "Kenapa gak ngomong langsung aja sama papa?" Chika tidak menjawab.

"Udah pokoknya kamu bilang aja seperti yang mama ngomong ke kamu. Jangan banyak nanya," ucap Chika lalu keluar dari kamar. "Pulang mama beliin oleh-oleh,"

Neska memejamkan matanya sejenak. Napasnya ia buang dengan pelan lalu kembali membereskan barang-barangnya, "Palingan juga pergi sama cowok itu,"

Berkali-kali ia mencoba untuk tidak peduli dengan urusan Chika tetapi tetap saja tidak bisa. Neska harus mencari tau seluk beluk dari cowok simpanan mamanya. Sekaya apapun orang itu tidak akan bisa menggantikan Bara, ayahnya. Sekali pun Neska harus menegur orang itu, pasti akan ia lakukan demi kebaikan keluarganya sendiri.

Beberapa hari yang lalu, Neska membuka ponsel mamanya untuk mencatat nomor ponsel orang itu. Setelah sekian lama, ia baru bisa mendapatkan kontaknya karena selama ini ponsel Chika tidak pernah ditaruh diatas meja. Mungkin karena mamanya takut ada seseorang yang membukanya.

Ia memang tidak pernah melihat wajahnya karena pria itu selalu ada didalam mobil ketika mengantar pulang mamanya. Tetapi ia benar-benar muak jika laki-laki itu terus menerus membelikannya perhiasan mewah. Bara mungkin tidak bisa membelikan perhiasan sebanyak itu tetapi bukan berarti ia harus senang jika diberi oleh orang yang bahkan menjadi simpanan gelap mamanya.

Neska membuka kotak perhiasan yang pernah diberikan laki-laki itu lewat Chika. Dimulai dari anting, kalung, cincin, jam tangan dan gelang mewah memang sangat menggiurkan. Neska bahkan tidak bisa membayangkan betapa mahalnya perhiasan itu. Jika dua ginjalnya di jual belum tentu bisa membeli perhiasan sebanyak ini. Tetapi, Neska sama sekali tidak sudi memakainya.

"Gue bukan orang yang bisa disogok dengan perhiasan seperti ini, laki-laki berengsek!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue bukan orang yang bisa disogok dengan perhiasan seperti ini, laki-laki berengsek!"

***

AthalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang