PART 36

8K 622 109
                                    

"Assalamu'alaikum, Zennara pulang."

Tak ada sahutan. Hening. Padahal tampak kaki seseorang yang menjuntai di ujung sofa sana, kemudian Zen melangkah dengan dengusan.

"ASSALAMU'ALAIKUMMM!! ZENNARA PULANGGG!!!"

Kali ini tepat sekali di depan lubang telinga orang itu, Zen berteriak kencang. Berani sekali dia mengganggu macan yang sedang adem ayem. Sudah bisa diperkirakan respon yang diterima.

Mata bulat itu langsung meliriknya tajam. "Wa'alaikumsalam! Paan si?! Ganggu, tahu gak?!" katanya marah.

Delam mendelik tak suka, dia lagi enak baringan di sofa sambil gabut scroll video youtube. Tiba-tiba suara pintu terdengar diikuti suara langkah kaki. Dia sudah tahu Zen pulang hari ini. Orang Iren bilang kok. Zen pas masuk rumah tak ucap salam, malah teriak salamnya di dekat Delam. Kan, bansad!

Zen berjalan memutar, mendudukkan diri di sofa dekat kakaknya. "Gak kangen apa sama gue?" tanyanya dengan bibir mencuat, kontras dengan tubuh tingginya yang tegap. Ya, itulah, tubuh cuma cover, Zen tetap saja anak kecil baru gede.

Delam mengangkat kepala, melihat ke ruang makan, tak mempedulikan adiknya. "Mi! Tadi ada abang gojek nganterin rendang, katanya dari Bunda Ami," teriaknya pada Iren.

Iren yang sedang minum langsung melebarkan mata. "Mana???" tanyanya, antusias. Terdengar girang sekali.

"Di kulkas," Delam menyahut, kemudian kembali berbaring tanpa mengindahkan keberadaan adiknya.

"Lo lagi ngapain sih?" tanya Zen. Kepalanya bergerak mengintip handphone Delam.

Refleks Delam menjauhkan handphonenya. "Apaan sih, ah?! Lo kok balik dari rumah sakit tambah bawel sama kepo, lo dikasih obat apa si sama dokter?! Gak baik kepo sama privasi orang," omel kakaknya itu.

Zen kembali duduk, memajukan bibir bawah. Diomelinkan.

"Tambah sok imut lagi, gak pantes lo," sang kakak nyeletuk lagi.

Zen hanya bisa mengatupkan bibir. Menghela napas. Mempertahankan kesabaran, diliriknya sang kakak yang kini sudah sepenuhnya acuh, memainkan handphone dengan khusuk. Gak pa-pa, Zen. Omelan Delam itu candu. Walaupun kadang emang bikin, pengen nelen aja tuh orang satu.

--

"Zen gak boleh makan udang, pedes. Gak ada makan sambel, pokoknya makan sayur bening dulu." Iren menuangkan sayur bayam ke mangkuk lalu menaruhnya di dekat piring putra bungsunya.

Zen mengembuskan napas pasrah. Saat matanya mendongak, tak sengaja beradu tatap dengan kakaknya. Nyelenehnya, Delam sedang memandang Zen dengan wajah datar sembari menggigiti udang montok bersaus merah itu.

"Mi, Kakak aja bisa makan, berarti gak terlalu pedes," kata Zen, merajuk.

Iren melirik Delam sekilas. "Nggak, kamu baru sembuh," tegasnya.

Zen lupa; apa yang Mami kata, tidak bisa diganggu gugat! Dia hanya bisa mengembuskan napas pasrah lagi. Menyantap nasi dengan sayur bayamnya sembari sesekali melirik sang kakak ketiga yang masih anteng menggigit udang yang kesekian ekor dengan tatapan mata terus tertuju pada Zen. Ekspresinya datar sekali seakan tak berdosa.

Sehabis makan. Delam langsung meminum obat rutinnya terus lanjut ngemil keripik kentang sambil nonton TV, sedangkan Zen masih duduk di meja makan, ditahan Iren karena obat empat bijinya baru diminum satu, tinggal tiga lagi, dan Zen terus menimbang-nimbang, sangat lama.

"Mi, jangan diminum aja, ya? Kan udah sembuh," katanya berusaha membujuk Iren sejak tadi. Padahal yang sakit dia,
minum obat juga buat kesembuhan dia .

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang