PART 60

9.5K 622 139
                                    

"Rambut lo bau, ih. Bau asem, apek. Bauuu ...."

"Eungghh--"

"Ayya, jangan digangguin."

Ayya terkekeh saat ditegur sang mami yang lagi nyiapin makan. Sejak sampai rumah sakit tadi, dia langsung naik ke ranjang, tidur di samping Delam yang meringkuk membelakangi. Dan Ayya mulai tergoda untuk menganggunya.

"Canda, Kakak." Ayya memeluk kakaknya, menghirup harum tubuh itu. Rambut Delam gak bau kok, harum dry shampoo. Badannya juga wangi, Mami kan selalu rutin kasih body mist yang wangi vanilla, manis-manis gitu.

"Ay, makan dulu."

"Iya." Ayya bangun. Sebelum turun dari ranjang, mengecup cepat kening sang kakak, membuat Delam kembali menggeram pelan. Gadis itu nyengir lebar saat maminya memandang dengan mata melotot. "Dikecup dikit doang kok," katanya, terkekeh.

Iren menghela napas. "Kalau Kakak sehat, mana pernah, mau deket-deket kamu, Ay."

"Soalnya Delam galak," Ayya menyahut dari meja makan.

"Sama aja kalian berdua tuh," kata maminya.

Ayya tertawa pelan.

Iren membenarkan selimut yang menutupi sampai dada Delam, kemudian membuka handphone.

"Ayya mau dibeliin apa kata Papi?"

"Nggak mau apa-apa."

"Yakin?"

"Iya."

Tanpa Iren tahu. Gadisnya makan dengan air mata menetes. Liat ayam bakar pake bumbu kecap aja, Ayya inget Delam. Padahal Delam masih ada di dekatnya.

-

Ayya itu kalau nangis lucu. Pipinya bentuk tirus, tapi chubby 'Agak chubby' Ayya marah kalau disebut chubby. Bibirnya yang kecil mengerucut, kalau nangis jadi kayak bocah, minta banget dicengin. Iren pergi sebentar buat beli sesuatu, titip Delam ke Ayya, tapi sekarang Ayya malah nangis. Delam bingung, kenapa adiknya tiba-tiba tergugu seperti anak kecil. Mana tangisnya bersuara. Pasrah saja dia lihat adiknya mendrama. Memandang dengan tatapan lelah. Gemas sekali mulutnya ingin mencaci. Andai saja ada kekuatan.

"Lo gak mau nanyain gue kenapa gitu?"

Diselasesenggukannya, Ayya baru bersuara. Khas permulaan Drama betina. Delam memutar bola mata. Bergerak perlahan, sangat perlahan, sampai berhasil memunggungi adiknya. Males banget.

"Delaaaammmmmm!!!!!!!"

Ayya merengek nyaring, suara tangisnya mengencang kembali. Kenapa sih, lagi PMS tuh anak? Delam tak mau peduli. Tidak ingin buang tenaganya yang sedikit itu hanya untuk menanggapi adiknya yang tidak jelas.

"Lo jangan ke mana-mana."

Ayya kembali bersuara di tengah alunan tangis. Mirip bocah rewel yang gak mau ditinggal. Delam tak menanggapi. Sungguh lelah. Buat bangun aja dia gak sanggup. Emangnya mau KE MANEEE????!!!!!

"Gue gak akan biarin malaikat jemput lo."

Ayya tadi baru bangun tidur. Kayaknya belum bangun bener deh. Masih ngigo, ngelantur.

"Delaammmmm!!!!! Aaaaaaaaa aaaaa ...."

Tangisnya makin mengencang. Membuat Delam terpaksa bergerak, mengubah posisi menjadi telentang. Memandang lurus adiknya. Fix ini lagi mens, jadi over sensitif. Ada jerawat di dagunya.

Tangan Delam terangkat, seperti akan mengelus kepala Ayya, menyuruh secara tak langsung agar dia mendekat. Ayya maju, duduk merapat dengan ranjang, memajukan kepala. Dan Delam menjitaknya. Pelan sih. Tapi, Ayya kira kepalanya mau dielus.

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang