"Popcorn di microwave punya siapa?" Suara Iren terdengar dari arah ruang makan.
"Bukan punya ku. Punya lo, Ay?" sahut Zen, melirik sang kembaran yang ada di sampingnya.
Ayya menggeleng. "Tuh." Bibirnya menunjuk Delam yang sedang tertidur di sofa dengan tubuh membelakangi.
"Punya Kakak, Mi!" sahut Zen agak nyaring agar maminya mendengar.
"Ini udah jadi, kok ditinggal?"
"Gak tau tuh, ditinggal tidur!" sahut Ayya sedikit ketus, masih kesal. Tadi mereka rebutan microwave, Ayya mau masukkin mie cup biar mozarellanya meleleh, tapi keduluan Delam yang masukkin popcorn. Dan kakaknya itu tidak mau mengalah.
"Tolong bangunin kakaknya, Ay. Mau dimakan gak?"
Zen diam saja, sibuk dengan handphone, karena yang disuruh kan Ayya.
"Zen, bangunin." Ayya menendang pelan kaki saudara kembarnya.
Zen mendecak. Melirik sebal, tapi beranjak juga tanpa protes. "Kak," panggilnya, menggoyangkan pelan lengan Delam.
"Kak, popcornnya mau dimakan gak Udah jadi tuh. Kakkk, bangun." Zen mendengus, bahkan kakaknya tak tergerak sama sekali. Dasar kebo!
"MAMI, KAKAKNYA GAK MAU BANGUN!!!"
"Teriakkin, Zen, tapi pelan-pelan," sahut Iren yang masih berada di ruang makan.
"Teriak pelan-pelan gimana?" Zen menggumam, bertanya pada angin. Lalu kembali mencoba membangunkan kakaknya, dengan memanggil tepat di lubang telinga. Tapi Delam tak mau bangun juga.
"Gak mau bangun, Miii!!!"
Iren meninggalkan salad ayamnya. "Kakak susah dibangunin, tapi gak sesusah itu, ah. Kamu banguninnya gimana sih?" gerutu maminya sambil melangkah menghampiri ke ruang keluarga.
Delam tidur, meringkuk menghadap ke sandaran sofa, menenggelamkan wajah diantara bantal-bantal sofa. Dasar nempel molor, nempel di mana saja matanya pasti langsung merem. Pulas lagi.
"Kak, bangun. Jangan susah gitu, ah."
Iren menggoyang pelan bahu Delam.
"Kakak!" panggil Iren dengan nada agak menyentak. Iren mendecak, tidak bangun juga, benar-benar. Lalu dia menarik pelan tubuh Delam agar telentang, kalo digituin biasanya putranya itu akan bangun dan menggeram kesal.
"Kak, jangan susah gitu, ah. Mami gak suka. Kakak!"
Ayya dan Zen tak mengerti apa-apa, tapi begitu mendengar nada bicara maminya berubah, mereka langsung menegak. Iren menelentangkan tubuh Delam sepenuhnya. Tangan Delam terjatuh, terkulai tanpa daya. Membuat tubuh Iren ikut terjatuh di sisi sofa. Sejak kapan putranya tak sadarkan diri? Bibirnya yang pucat sudah menjadi kebiruan, wajahnya tak ada rona sama sekali. Iren beralih melihat ujung jari tangannya, sudah membiru. Iren meletakan jari telunjuk di bawah hidung Delam. Sedikit melega, masih ada.
"Zen, tolong panggil Abang, suruh telepon ambulance," titah Iren berusaha untuk menguasai diri agar tidak kalut. Iren bangkit, mengangkat sedikit tubuh Delam. Dengan pelan Iren mendudukkan diri di sofa, lalu dengan hati-hati menidurkan kepala Delam di pahanya.
"Gak pa-pa, gak pa-pa. Kakak pasti baik-baik aja, Kakak pasti baik-baik aja,"
gumam Iren terus-menerus sembari mengusap-usap rambut Delam dan menciuminya beberapa kali. Iren berusaha menangkan dirinya sendiri yang sudah ada di ujung kalut, agar tidak menggila."Mami," Ayya memanggil, dia mematung.
Paham ada sesuatu yang terjadi pada kakaknya, tapi kenapa? Tadi Delam baik-baik saja, bahkan sempat berdebat dengannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/228240520-288-k426107.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu