"Gak asik banget kita mau nyombong, tapi keknya lo belom sehat bener." Toni yang baru datang menarik kursinya ke depan, samping meja Delam, setelah menyempatkan diri menyimpan tasnya terlebih dulu.
"Lo aja jangan pake kata kita, gue mah gak suka nyombong orangnya," ralat Beno tanpa mengalihkan pandangan dari layar handphone.
Toni mendecih, melirik temannya itu. Padahal begitu tiba di puncak kemarin, dia yang paling gencar mencari spot foto yang keren untuk disombongkan pada Delam biar Delam sirik terus nyesel, katanya.
Sedangkan Delam sepertinya sama sekali tak peduli. Sejak tadi hanya menidurkan kepala di atas tas, menenggelamkan wajah dalam lipatan tangan, dengan posisi membelakangi Toni.
Toni menendang pelan sepatu Beno. Membuat Beno langsung melirik.
"Kenapa?" tanyanya tanpa mengeluarkan suara hanya gerakkan mulut dengan dagu menunjuk Delam.
Beno pun tak menyahut dengan suara,
hanya meletakan jari telunjuknya di bibir sebagai isyarat untuk diam saja, kemudian dia melanjutkan kegiatannya kembali, main handphone.Baru saja Freya akan melangkahkan kaki menghampiri Delam setelah mendapat pesan dari Arsen yang tidak masuk karena izin, bel masuk keburu berbunyi mengurungkan langkah Freya.
"Lam, Lam, Bel, Lam."
Delam terusik saat bahunya digoyang-goyang Beno. Dilanjut dengan tepukan dari Toni dan suaranya yang menyuruh Delam bangun. Toni menyeret kembali kursinya ke belakang.
Delam juga denger suara bel kok, cuma kayaknya sang tubuh lebih enak diajak tiduran dari pada belajar. Delam mengangkat kepala, matanya merah. Bibir pucatnya dia tutupi dengan masker berwarna abu yang dia pakai di bawah hidung. Dia tepuk-tepuk pelan dadanya yang sedari tadi terasa berat.
Keningnya mengernyit. Delam mendesah, dengan terpaksa harus melepaskan jaket, males banget kalo nanti disuruh buka dan harus beralasan sakit. Ya, walaupun bukan alasan, memang kenyataannya Delam baru sembuh dari sakit. Tapi tetep aja males.
Delam mendecak, pagi-pagi suhu AC udah tinggi. Ini temen-temennya apa gak pada masuk angin.
"Kalo dingin pake aja." Toni berbisik dari belakang menyondongkan tubuh sekilas ke dekat Delam.
Delam melirik Toni tanpa mengatakan apa pun, kemudian kembali menghadap ke depan. Mengambil buku dalam tas, buat gimmick aja, rencananya mau tidur lagi.
Boring, Beno berkali-kali menguap. Halaman belakang bukunya sudah tercipta maha karya, gambar Spongebob yang bulat-anti mainstream biar gak ngantuk. Biasanya dia akan balas-balasan gambar dengan Delam, buku yang harusnya dipakai mencatat jadi buku bergilir, saling membuat komik pendek, atau gambar-gambar nyeleneh, duet sama Delam kadang juga bertiga sama Toni.
Beno menengok ke belakang. Woah, gak takut dikutuk memang si Delam. Tidur di jam belajar dengan posisi sama seperti sebelum bel tadi. Bedanya sekarang bantalnya buku, bukan tas.
Mata Beno menengok ke Toni, tepat sekali seperti punya telepati Toni pun menengok. Toni meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, mengibas-ngibaskan tangan menyuruh Beno untuk kembali menghadap ke depan, mengerjakan tugas yang diberi.
"PAK!"
Semua siswa melirik ke arah Freya yang memanggil nyaring dengan tangan teracung. Perasaan gak lagi kuis.
"Delam sakit, Pak. Boleh izin ke UKS ?"
Guru paruh baya yang sejak tadi duduk di tempatnya, menunggu siswa-siswi selesai mengerjakan tugas itu, menoleh ke arah Delam yang rupanya tertidur.
Seisi kelas pun jadi ikut menoleh. Delam memang selalu mengantuk di jam belajar. Terlihat ngantuk berat, ribuan kali menguap, sekali-kali merem melek,
tapi tak pernah sampai tidur terang-terangan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu