PART 42

7K 651 170
                                    

Seisi kelas sedang riuh, saat Delam masuk, senyap seketika. Toni dan Beno yang lagi pada gabut menaruh dagu di lipatan tangan, langsung duduk menegak. Jenit yang ada di depan kelas,
mengucek-ngucek mata.

"Please, ini yang gue liat, roh apa gimana?" serunya melantur.

Senyum Delam luntur. "Amit-amit, Jenit, Ya Allah, lo kira gue udah mati!"

Jenit mendekat, memegang-megang wajah Delam. "Asli? ANJIR, ASLI!!! WOI!!! INI DELAM ASLI, BALIK DIA!" teriaknya langsung heboh. Jenit berteriak sembari melirik ke belakang tempat teman-temannya yang lagi pada kompakkan melongo kayak orang bego.

Delam mengelus dada, mengembuskan napasnya panjang, takut-takut suara nyaring cewek itu yang tiba-tiba, bisa membangunkan kesayangannya yang lagi kalem. Tak sampai di situ. Baru saja tenang. Jenit menubruk tubuhnya, memeluk erat tanpa aba-aba. Sangat erat. Sampai Delam termundur dan kaget untuk kedua kalinya.

Seisi kelas yang baru tersadar akan kehadiran Delam, langsung bersorak heboh. Bahagia sekali tak jadi kehilangan satu teman. Kecuali Freya dan Arsen yang diam saja, toh mereka sudah tahu semuanya, keputusan om dan tantenya mana mungkin bisa diganggu gugat, mereka tahu maksud kedatangan Delam ke sekolah bukan untuk kembali.

Toni dan Beno berdiri dengan cengiran lebar, keduanya saling lirik.

"Seneng bangettt ...." Jenit melepas pelukan, dia tersenyum, tapi air matanya mengalir.

"Dih, nangis, lebay banget lo," ledek Delam.

"Taik! Udah sono lo duduk." Jenit mendorong tubuh Delam pelan lalu tangannya sibuk mengusap air mata dengan senyum yang terus mengembang.

"Silahkan." Beno dan Toni mempersilahkan ala pegawai restoran.

"Bapak, mau cemilan apa pagi ini? Waffle? Pancake? Atau kue cubit?" tawar Beno.

Toni maju meraih buku catatan,
memeragakan seolah-olah buku menu. "Sama minumannya kita ada. Berbagai jus, teh hangat, air putih, dan sujamer."

Beno melirik. "Sujamer? Apaan?" tanyanya.

"Susu jahe merah, goblok!" sahut Toni ngegas.

"Gak usah ngegas, goblok! Mana gue tahu!"

Lalu Delam duduk di bangkunya tanpa mempedulikan Toni dan Beno yang mulai adu gas. Anak-anak kelas mendekat, mengerubuni Delam. Semua melontarkan pertanyaan, Delam mau jawab pun bingung, semuanya bertanya.

"Sorry-sorry-sorry, jangan berkerubun, engap teman-teman." Beno mengangkat kedua tangannya ke depan menyuruh agar teman-temannya mundur.

"Ke mana aja sih, Lam?"

"Katanya lo keluar sekolah?"

"Iya, gue denger katanya operasi lo kemaren gagal?"

"Katanya lo di rumah sakit?"

Max--si pria tukang gosip, Sheila, Gria, Arul, James, dan yang lainnya, saling menyuarakan gosip-gosip yang mereka dengar tentang Delam.

"Tuh'kan apa gue bilang, semua cuma hoax!!!" Didit berseru kesal sembari menggebrak meja.

"Siapa si yang bikin gosip, anjir!" Roka yang duduk di meja dengan kaki naik ke kursi, berseru kesal juga.

"Udah gue bilang, kita masuk berdua puluh, lulus juga pasti berdua puluh," kata Sheila dengan anggukan kuat.

"Mmm, sebenernya gue dateng cuma mau pamit aja sih. Yakali, awal perkenalan, akhir kok gak ada pamitan."

Dan Delam bersuara, membuat semuanya bungkam, terlebih Toni dan Beno yang langsung melirik Delam dengan mulut terbuka.

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang