PART 27

10.4K 733 88
                                        

"Lo gak sekolah, Kak?" tanya Zen saat melihat kakaknya yang bergabung ke meja makan dengan tampilan berantakan, baru banget bangun tidur kayaknya.

"Nggak, hari ini gue check up," Delam menyahut sembari mendudukkan diri di salah satu kursi.

Hanya ada Zen dan Zay yang sedang sarapan. Delam masih mengantuk,
matanya merem lagi dengan tangan menopang dagu agar kepalanya tak jatuh.

"Ya ngapain lo bangun pagi? Kalo masih ngantuk, tidur lagi aja," ucap Zen saat melihat Delam yang kini benar-benar memejamkan mata lagi di meja makan.

Mata Delam kembali terbuka, sedikit. "Gue laper," katanya, kemudian mengambil selembar roti, langsung menggigitnya tanpa diberi apa pun terlebih dulu. Matanya pun kembali tertutup, tangannya kembali menopang dagu, dan selembar roti masih tergigit di mulutnya.

"Eh, Mas pulang."

Kepala Delam terjatuh. Matanya langsung terbuka. Suara nyaring Zen mengagetkannya.

"Ayya gimana, Mas?" Zen bertanya kepada masnya yang kini melangkah ke arah mereka.

"Udah baik-baik aja, tar siang pulang,"
sahut Prada.

"Syukur deh." Zen tersenyum lega. Senang kembarannya tak kenapa-kenapa, walaupun galak, tapi Ayya itu separuh jiwa buat Zen.

Prada duduk, melirik adik keduanya yang menopang dagu dengan mulut sesekali mengunyah, tapi matanya tetap terpejam.

"Udah, Mas, biarin aja, suka-sukanya dia aja," cegah Zay, tahu masnya pasti akan menegur. Dahlah biar suka-suka tuh makhluk satu.

-

Ayya melirik Delam tajam. Delam baru selesai check up, memasuki ruangan rawat Ayya yang hari ini akan pulang. Begitu masuk langsung disuguhi tatapan tajam.

"Bukan salah gue, lo sendiri yang minta,"
Delam langsung membela diri sebelum Ayya menyalahkannya dengan kata-kata.

"Kenapa lo gak kasih tahu?!" kata Ayya galak.

Bibir Delam mengatup. "Yaa ... gue lupa,"
ucapnya dengan bola mata bulat yang bergerak perlahan tanpa dosa.

Ayya mendengus. "Untung aja gue gak mati," katanya menyudahi tatapan tajamnya. "Sesek napas tuh nyiksa, tahu gak?! Berasa kek mau mati," Ayya menambahkan.

Delam melengos mendengar keluhan itu. "Lo bilang 'tahu gak' ke gue. Pengalaman gue lebih tinggi dari lo, tahu gak?" ucap Delam sembari melirik Ayya sekilas, kemudian dia mengeluarkan handphone, duduk di sofa.

Ayya terdiam. Memandang sang kakak yang kini sudah terfokus pada handphonenya itu.

"Lo sama gue, Lam."

"Sorry, Ton. Gue udah dibayar buat jadi babunya Delfin."

"Haha. Good, Delam. Besok sosis bakar meluncur ke kelas lo."

"Delam, sejak kapan lo murahan, anjer?! Sosis bakar doang, sini gue beliin sushi."

"Berisik lo, Ben. Milo gue mana?"

"Kemaren udah gue beliin, goblo!"

"Diminum Toni, anying!"

"Ehem."

"Bansad, Antoni! Mampus lo belom apa-apa udah mau mati. Mati aja lo!!"

"Heh, DELAMSYAH! Gue kan di tim lo, goblok! Jangan doain gue matilah, bantuin, anjir."

"Iye, Delam. Lo sekata-kata. Toni mati diawal, kita yang kesusahan ntar."

"Lah, bener juga lo, Fin. Maaf-maaf gue khilap. Gue ralat dah. Ya Allah, semoga Antoni panjang umur di game."

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang