PART 10

7.6K 547 20
                                    


***Sebelumnya tolong ya, aku tahu kamu ada yang plagiat copas. Mungkin ini masalah sepele buat kamu, tapi buat aku yang bikin cerita ini pake effort, rasanya gak rela dicopas gitu aja, walaupun kamu edit sedikit dan ganti nama castnya, tapi tetep secara keseluruhan aku kenal alur sama dialognya. Tolong udahan copasnya, dihapus ceritanya, terimakasih. Bikin cerita sendiri bisa kok, yok, bisa yok.

---

"Zay, lo ikut les bareng kita gak?"

"Oy, Zay."

"ZAY!!!"

Zay langsung melirik pada seseorang yang baru saja berteriak di sampingnya.
"Apaan, si? Jangan teriak-teriak, budeg kuping gue," omelnya.

Erdin menghela napas. "Emang budeg, dari tadi diajak ngomong gak nyaut," ucapnya kesal.

"Delam?"

Zay melirik Mahes yang memandangnya dengan sebelah alis naik, menyebut nama adiknya.

"Lo liatin Delam dari tadi," kata Mahes, satu-satunya yang menyadari arah pandang Zay sejak tadi.

Erdin langsung menatap ke arah Zay memandang. Lah iya, di ujung sana terhalang oleh beberapa orang, sosok Delam dengan kedua temannya sedang fokus pada handphone masing-masing yang diposisikan horizontal.

"Gak balik lagi dia?" tanya Erdin.
Biasanya kalau Zay udah natap Delam lama pasti karena dia lagi targetin buat nyeret anak itu pulang. Ya, adeknya Zay yang satu itu memang agak ngeselin, jarang balik, terus gak pernah kasih kabar, dan Zay yang selalu ditugasin buat nyeret dia pulang.

"Gue kalo punya Adek kek gitu udah bodo amat dah, balik syukur, gak balik lebih bersyukur," ucap Bry si anak tunggal yang kadang pengen banget punya adek, tapi ogah kalo adeknya kayak Delam, mending jadi anak tunggal aja, gapapa kesepian yang penting gak hipertensi.

"Tapi sebenernya si Delam tuh baek lagi, waktu itu gue pernah liat dia lagi kasih makan anak-anak kucing di pinggir jalan. Terus dia juga sering anterin temen-temen ceweknya balik, malah ada temennya yang tetangga gue, rumah gue kan lumayan jauh tuh, Delam mau-mau aja nganterin balik."

"Bela Delam mulu lo, ada apa, si?" Bry melirik Erdin. Dari dulu emang Erdin keliatan tertarik sama Delam, tapi bukan tertarik dalam hal menyimpang ya. Mungkin Erdin tertarik punya adek kayak Delam, dia kan sering anemia jadi mungkin butuh penambah tekanan darah.

"Yaelah, lo jangan liat dari buruknya mulu napa, sisi baiknya jadi ketutup. Suka aja gue liat adek Zay yang satu itu, beda," kata Erdin.

Bry mengernyit. "Beda? Iya, lebih rese! Perasaan Zen sama Ayya baik-baik dah, gen nyolot Delam turun dari siapa, sih."

"Napa lo dendam banget sih Bry." Erdin melirik, tak begitu suka kalau Bry sudah merespon berlebihan pada kelakuan Delam, ya walaupun emang kadang adik Zay itu di luar batas.

Bry diam. Ya, gak dendam sih. Cuma sering kasihan aja sama Zay, sering kerepotan karena adiknya, dan adiknya tak pernah tahu terimakasih, malah selalu ngamuk.

Zay tak menghiraukan obrolan kedua temannya. Tatapan matanya masih lurus ke depan, memandang langsung objek yang sedang diobrolkan.

--

"Udahan, ah. Males gue menang mulu."

"Si anjir, sombong amat."

Delam tersenyum miring meletakan handphone di meja lalu menyedot minumannya.

"Eh, ada acara muncak nih bareng anak Pecinta Alam. Ikut, yok. Seru tuh biar ala-ala," ajak Toni memandang kedua temannya dengan mata melebar. Barusan ada notif grup yang memberitahukan kegiatan hiking bareng anak Pecinta alam.

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang