Dua minggu setelah kejadian nyungsep dari tangga, akhirnya Delam sehat walafiat kembali seperti sedia kala. Tangannya sudah tak dibebat lagi, kakinya pun sudah baik-baik saja. Hanya bekas luka kecil-kecil yang tersisa. Tak apalah, itung-itung kenangan buat di masa depan biar selalu inget, pernah nyungsep dengan tak elitnya di tangga sekolah.
Delam turun ke lantai bawah. Mau berangkat sekolah, tapi seperti biasa mengambil sekotak milo dingin terlebih dulu di lemari pendingin dekat meja makan. Biasanya Meja makan masih kosong saat Delam turun. Ya, Delam selalu sengaja berangkat kepagian. Sudah semingguan ini dia berangkat sekolah sangat pagi saat orang-orang rumah belum pada keluar kamar. Tapi tumben hari ini sudah ada Zay yang duduk sembari menyantap sarapan. Delam melewati tanpa banyak peduli.
"Tar malem Mami sama Papi balik. Lo jangan kelayapan. Mereka jarang di rumah, kita harus quality time sama mereka." Suara Zay terdengar.
Delam melirik sekilas. Tidak menyahut. Berjalan lurus menuju pintu utama sembari menyedot susu kotak. Zay hanya bisa menghela napas, sedikit geram dengan kelakuan adiknya yang seperti itu. Yaudahlah, memang susah diurus.
-
Kali ini Delam tak sarapan di kedai bubur Babeh. Dia sarapan di kantin sekolah, memesan lontong sayur dengan teh botol dingin. Duduk sendirian, Beno dan Toni masih di jalan.
"Boleh dong gue duduk sini."
Delam menengok kanan-kiri. Sepenglihatannya, bangku-bangku kantin masih banyak yang kosong.
"Noh, sono masih pada kosong. Napa harus depan gue, si?!" sewot Delam. Tak lupa mendelikkan matanya.
Orang itu terkekeh. Tak menghiraukan perlakuan sewot Delam. Dia tetap mendudukkan diri dengan santai di hadapan adik tingkatnya itu. Lagi pula izinnya tadi hanya basa-basi.
"Zay mana? Tumben banget lo gak berangkat bareng dia," tanyanya walau sudah tahu bakalan salah kalau nanya ke Delam.
Bola mata Delam bergerak. Menoleh runcing. "Sejak kapan gue berangkat bareng tuh orang? Gak sudi! Mending jalan kaki, ato ngesot sekalian."
Lagi-lagi ucapan tajam Delam malah membuatnya terkekeh. Tidak pernah deh Erdin mendengar suara Delam biasa aja gitu, galak mulu perasaan, apalagi kalau mendengar nama sahabatnya.
"Tiba-tiba kenyang gue liat lo!" Delam berdiri. Menyeruput sisa teh botolnya lalu pergi. Meninggalkan kakak kelasnya yang bisa-bisanya merespon dengan kekehan di saat ujung mata Delam menyapunya tajam. "Dasar antek-antek Zay!" geram Delam kesal.
Erdin mendecih, melihat piring di hadapannya yang bersih tak tersisa. Ya iyalah, kenyang. Hadeuuhh Delamsyah.
--
"Item, kecil, keringetan. Apa hayooooo???"
"TOMPELNYA AME KALO ABIS OLAHRAGA!"
"UPILNYA ARUL YANG BASAH!"
"BIJI!"
"MAX KALO ABIS OLAHRAGA!"
"BANGSAT LO! "
"Ya, kan, lo kecil item."
"Nonononono ... Max-Gria, udah jan pada jambak. Lo semua salah! jawabannya ... SEMUT ABIS PUSH UP ... HAHAHAHA!!!"
"Ada yang lebih garing dari rengginang."
"Dahlah, males gue."
"Bubar-bubar, bentar lagi bel."
Delam tersadar dari lamunannya saat teman-temannya yang tadi berembug heboh di depan kelas memencar kembali ke bangkunya masing-masing dengan gerutuan, kecewa dengan lawakan garing Sheila. Termasuk Toni dan Beno yang kembali ke kursinya, Toni di belakang Delam dan Beno di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu