PART 24

8.6K 598 62
                                    


Mata Delam terbuka saat rasa nyeri terasa di punggung tangannya. Ada Mami yang sedang menempelkan plester dibekas jarum infus yang baru saja dilepas. Walaupun sudah lama tak bergelut dengan hal-hal berbau medis, tapi Iren masih hapal caranya memasang infus dan melepaskannya dengan baik dan benar.

"Buka dikit mulutnya."

Delam masih setengah tidur, tapi mendengar dengan jelas kalimat suruhan itu, dia menurut, membuka mulutnya sedikit.

Iren mengapitkan termometer kecil. "Mami takut kamu demam," ucap Iren.
Menghela napas lega karena suhu tubuh Delam normal.

Mata Delam masih sedikit berat untuk melek, makanya dia merem lagi.

"Mau sekolah gak? Mau Mami izinin aja?"

Delam menggeleng, membuka mata. "Mau sekolah aja," sahutnya pelan.

"Awas jajan yang aneh-aneh lagi," tegas Iren.

Delam nyengir. "Kalo gak pake sambel gak apa-apa, kan?"

Tatapan Iren mendatar.

"Iyaa, nggak akan lagi. Aku makan masakan Mami doang," kata Delam diakhiri desahan pelan. Lalu Delam bangun, duduk. Rambut gondrongnya acak-acakan dengan muka bantal yang sangat kentara.

Iren merasa gemas sendiri melihatnya.
Delam itu tak mirip dengan dirinya ataupun Tama, tak tahu mirip siapa.

"Sana mandi."

Delam mengangguk, beranjak mengambil handuk.

"Jangan lama-lama," ingat Iren sebelum Delam masuk ke dalam toilet.

"Iyaaaa." Delam menyahut dari dalam.
Orang dia mandi paling lama 10 menit doang, sabunannya kilat.

-

"Satu-satu, Kakk!!"

Sudah terlanjur Delam menegak beberapa pil obatnya sekaligus. Delam Nyengir setelah obat-obat itu berhasil tertelan kemudian meneguk jus buah yang dibuat maminya.

"Kebiasaan deh, tar keselek bahaya."
Kadang Iren ngeri sendiri, pasalnya obat yang dikonsumsi oleh putranya tidak sedikit. Maen masukin aja semuanya ke mulut.

"Tenang, Mi, udah pro aku," ucap Delam tenang sembari beranjak, mengambil susu kotak di lemari pendingin.

Drrtttt ... Drrtttt ...

Handphonenya bergetar, Delam mematikan panggilan itu. Melangkah cepat mengambil tas yang tersampir di kursi.

"Mi, berangkat." Delam mengulurkan tangannya, menyalami tangan Iren.

Iren terbengong. Zen, Zay, dan Ayya masih ada di meja makan belum ada yang berangkat.

"Assalamu'alaikum," pamit Delam cepat.

"Wa'alaikumsalam. Gak bareng Abang????" tanya Iren agak nyaring karena Delam sudah berlari meninggalkan ruang makan.

"Nggaakkk. Beno maksa jemput," Delam menyahut nyaring juga sembari berjalan terburu-buru.

"Jangan lari, Kaakkk!!!" teriak Iren.
Anak itu menghilang dibelokkan menuju pintu utama. Iren menghela napas, hanya berharap Delam bisa mawas diri, paham dengan kondisi tubuhnya sendiri.

-

"Gak sabaran banget sih lo!" Delam langsung mengomel begitu naik ke atas motor gede milik Beno, napasnya tak karuan karena buru-buru mengayuh sepeda dari pelataran rumah sampai gerbang gara-gara handphonenya yang terus bergetar tak sabaran.

"Habis marathon dari mana, Pak?" tanya Beno seperti tanpa dosa. Hey, semua ini karena dia!!!

Delam mendengus, menepuk pundak temannya itu. "Udah buruan jalan.

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang