Freya mengekori Delam yang berjalan memasuki toko buku, yang berada di dalam mall. “Lo mau beli buku apa sih, Lam?” tanya Freya.
Delam melihat kanan-kiri, berjalan sana-sini. Entah sedang mencari buku apa, sekarang dia melangkah ke bagian buku Islamic. Freya terus mengekor.
“Nah ... buku itu." Delam menunjuk ke salah satu rak. Melangkah lebar ke arah yang ditunjuknya.
“Lah, Iqro?” Freya melongo melihat Delam yang tersenyum lebar dengan sebuah Iqro yang baru saja dia ambil.
“Ngapain beli Iqro??” tanya Freya dengan kedua alis terangkat.“Gue kan gak bisa baca Qur’an, Fre,” Delam menyahut sendu, ujung bibirnya menurun. Freya mengerutkan kening, memundurkan kepala dengan mulut terbuka. Delam siap diledek.
“Lam, jangan bilang lo sama sekali gak pernah ngaji dari bocah?” Freya memandang Delam dengan harapan Delam tidak mengangguk.
“Ya, pernah dong, anjir!”
Huuhhh … Freya mengembuskan napas lega mendengar sangkalan Delam. “Terus lo kenapa beli iqro? Beli al-quran aja kali, Lam. Lo kan udah bukan bocah.”
Raut wajah Delam masih menyendu. “Gue sama sekali gak bisa baca quran, Fre. Lo kan tahu gue ikut ngaji dulu bareng lo sekali doang. Gue juga gak sekolah formal, gak belajar agama gue," jelasnya.
Sedih sekali Freya mendengarnya. Dulu rumah Delam dekat dengan rumahnya dan Arsen juga, tapi saat kecil Delam jarang ada rumah hanya sesekali dan terakhir kalinya saat Freya TK. Delam pernah ikut mengaji dengan dia dan Arsen, di rumah pak ustad yang tak jauh dari rumah mereka, tapi setelah itu besoknya Delam tidak pernah ikut lagi. Tidak pernah terlihat lagi di rumah, dan tak berapa lama kemudian rumah omnya itu pindah.
“Lo gak belajar ngaji sama sekali?” Mata Freya melebar memandang Delam. Delam menggeleng.
“Sholat lo bisa?” Freya berharap, Delam bilang bisa. Setidaknya yang wajib dia bisa.
Delam nyengir, menggeleng. Freya benar-benar melongo dibuatnya. Jujur, Freya juga bukan orang yang begitu taat beribadah, tapi setidaknya urusan sholat dan mengaji dia bisa, dan dikerjakan, walaupun tidak sempurna dan sering terlewat.
“Gue dukung niatan tobat lo, Lam,” ucap Freya, bersunggung-sungguh seraya menepuk-nepuk pundak Delam dengan mata melebarnya yang masih ingin menapik kenyataan kalau sepupunya ... entahlah.
“Makasih, Fre.” Terharu Delam, akhirnya ada yang mendukung, tidak memandang aneh.
Freya menarik tangan Delam. "Ayok! Cari buku yang bisa menuntun lo," ajaknya, bersemangat.
Setelah membeli banyak buku yang Freya ambil begitu saja, dan Delam hanya menurut saja, percaya pada Freya, lalu membayarnya. Mereka berdua keluar dari toko buku. Karena Freya lapar dan kebetulan ada tempat makan cepat saji di samping toko buku, jadi di sana lah mereka sekarang. Freya melahap ganas burger kingnya seraya sesekali menyedot ice soda, sementara Delam hanya melamun memandang ke arah samping, mengulum sedotan yang tertancap pada gelas plastik es coklat.
“Woi!” sentak Freya seraya menendang sepatu Delam. Delam menoleh.
“Kenapa sih lo jadi suka ngelamun gitu?” Sudah lama Freya penasaran. Teman-temannya sering membicarakan kebiasaan Delam itu, yang terjadi akhir-akhir ini.
“Ngelamun apaan?” Alis Delam menyatu, malah balik bertanya.
Freya mendengus. “Oh iya, otak elo kan gak ada isinya, masa iya ada yang dipikirin."
Delam tak menghiraukan ucapan Freya, cowok itu malah melamun lagi. Aneh sekali melihat seorang Delam yang biasanya selalu sewotan jadi seperti orang pasrah begini. Yasudahlah, Freya tak akan menganggu lagi, bertanya pun tak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu