Setelah berdebat panjang kali lebar, saling ngotot, saling ngegas, akhirnya diputuskan bahwa Arsen yang berhak menjaga Delam di UKS. Dua kandidat debat Toni dan Beno harus mundur dengan ikhlas, argumen mereka yang masing-masing diisi penuh dengan kengototan, akhirnya tak menghasilkan apa pun. Berakhir dengan kepasrahan pada keputusan sang ketua, dan helaan nafas panjang karena gagal bolos dari pelajaran Matematika.
Tapi tentu Arsen tidak setipe dengan dua anggotanya itu, walaupun ikut diberi dispen dari pelajaran, dia tetap membawa buku dan belajar sendiri di UKS, duduk di kursi dengan buku di tepi ranjang. Fokus memecahkan soal, sementara Delam tertidur setelah meminum paracetamol.
"Mi ...." Delam ngigo. Biasa terjadi saat orang mengalami demam. Demam Delam juga lumayan tinggi, tadi mencapai 38°.
Arsen menyentuh kening Delam, suhu panas masih terasa. Diliriknya jam dinding, waktu pulang masih lama. Arsen menaikkan selimut yang menutupi tubuh Delam, tadi sebelum tidur dia terus mengeluh meriang. Alih-alih kembali mengerjakan soal, Arsen jadi fokus menatap wajah Delam. Walaupun terlelap tapi terlihat tidak nyaman, sesekali terlihat seperti akan terisak, entah apa yang sedang dimimpikannya.
-
"Balik aja deh, Lam. Gue izinin, tar gue minta bunda jemput. Bang Zay lagi sibuk, kalo gue bawa lo di motor takutnya jatoh." Sudah kesekian kali Arsen bicara, menawarkannya pulang, dan lagi-lagi Delam tak juga menyahut, tetap meringkuk menghadap Arsen, mempererat selimutnya, masih kedinginan padahal sudah pakai jaket juga. Matanya terpejam, mulutnya mendesis. Sedang berada di tahap klimaks meriang.
"Gue telpon Bunda, ya."
"Mm." Akhirnya Delam menyahut walaupun hanya sekedar gumaman pelan. Gila permukaan kulitnya panas, tapi hawa dingin terasa nusuk nembus tulang, Ini dia ketempelan setan apa gimana??
-
"Sen, bentar, duduk dulu." Baru beberapa langkah dari UKS, Delam sudah terduduk di kursi panjang koridor, tampak tak kuasa untuk melangkah lagi.
Arsen mendengus. "Kan udah gue bilang pake kursi roda aja, gak nurut banget sih lo."
"AW!" Arsen berteriak refleks saat tulang keringnya ditendang Delam yang duduk di hadapannya.
"Gue lemes doang masih bisa jalan!" kata sepupunya itu sewot.
"Biasa aja dong, gak usah nendang. Lemes tapi tenaga lo masih kuat." Arsen ingin mengomel panjang sebenarnya, kesal dengan kekeras kepalaan makhluk di depannya itu. Wajah pucet, badan panas, keringet dingin, napas pendek, tapi tetap saja masih gede gengsi. Katanya kuat kok jalan sampe parkiran, jangankan parkiran sampe rumah pun masih oke, KATANYA!. Membuat kursi roda di UKS merasa tak berarti, tersudut di pojokkan. Cih, baru beberapa langkah udah minta duduk. "KUAT KOK". Bengal banget emang anak.
Delam berdiri lagi. Tangannya terlipat di dada, menghalau dingin, Arsen memapahnya. Dingin masih menusuk padahal matahari sedang terik, hoodie Arsen dan jaket miliknya serasa tak ada guna.
"Ini darah gue lagi musim dingin keknya."
Arsen melirik sekilas. Bodo amat! Musim semi kek, musim gugur kek.
Mereka kembali melangkah. "Bentar sekali lagi, Sen, lemes banget sumpah."
Delam menghentikan langkah lagi. Jongkok di tengah koridor, tangannya memegang Arsen. Kalo lagi meriang tulang serasa keropos ngilu saking dinginnya. Untung lagi jam belajar jadi koridor sepi.Arsen mendecak melirik jalan menuju UKS, sudah jauh, gak mungkin dia lari dulu ninggalin Delam buat bawa kursi roda. Sebentar lagi sampe lobi dan tak jauh dari lobi sampe parkiran, bundanya pasti sudah ada di sana. Arsen dengan tas Delam di punggungnya, akhirnya hanya berdiri mematung memandang Delam yang berjongkok di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Roman pour Adolescents**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu