PART 23

9.7K 604 105
                                    

"Lah, Zen, lo, Goblok! Di belakang lu, Dongo! Tembak, Njing! Mampus mati! Kegoblokan yang mengakar sampe tulang belikat!" Delam mengakhiri celotehannya dengan kecewa sembari menghempaskan tubuh pada sandaran sofa, melirik Zen kesal.

"Ya, lo jangan rusuh, Kak, gue jadi panik."

-

Prada yang weekend ini memilih mengistirahatkan tubuh dan pikiran sejenak, karena beberapa Minggu  kemarin sibuk sekali. Kasus yang pelik dan klien yang banyak mau. Senyum tipisnya terbit menonton dua adiknya yang sedang duduk berdua di sofa depan kolam renang, Prada mengintip dari deretan dinding kaca. Penatnya hilang melihat mereka, sejak kapan dua adiknya jadi sedekat itu. Beberapa minggu jarang di rumah, sepertinya banyak yang Prada lewatkan, hubungan Delam dengan sang mami, hubungan Delam dengan Zen, dan Delam yang sekarang lebih sering tersenyum ,tak begitu dingin seperti dulu walaupun menyebalkan dan juteknya tetap ada. Rumah terasa lebih hangat saat dia pulang, terlebih sekarang maminya ada.

Prada terkekeh, kini Zen tampak mengomel pada Delam yang hanya meresponnya dengan lirikkan ujung mata.

-

"Napa lo gak maen sendiri aja, si? Napa lo recokin gue?" Zen kesal sungguh kesal. Dia yang maen, dia yang kalah, dia yang dimaki, padahalkan akun-akun dia, tapi kenapa kakaknya yang jadi riweuh.

Delam bangkit pindah tempat duduk,
duduk di ayunan rotan dengan kedua kaki ditekuk naik. Pundung.

"Inget, ya! Yang ngajarin lo itu gue, lo lupa gimana mohon-mohonnya lo sama gue biar diajarin ngegame, sampe gue yang baik hati ini akhirnya luluh dan mau ajarin lo. Tapi apaan?! Sekarang lo maki gue, cih! Habis manis sepah dilepeh. Cukup tau!" cerocos Delam mendrama, memalingkan wajahnya yang cemberut.

Zen melengos lelah menanggapi. Yahhh!!!!! Ternyata kakaknya tak seasyik yang dia pikir ternyata, semakin dekat semakin tahu kelakuannya, resek!

Mereka saling diam. Zen melirik, sekarang kakaknya itu sedang memandang kolam renang sembari menggigiti kuku. Jorok.

"Yaudah, lo sini ajarin gue lagi." Akhirnya Zen mengalah, emang selalu dia yang harus mengalah. Bukan apa-apa, masalahnya kalo Delam udah diem, itu lebih resek bakal susah lagi buat diajak ngomong. Delam tak bergeming seakan tak mendengar suara Zen. Tuhkan.

"Kak, budek beneran tahu rasa, yang ambekan tar gondokan."

Delam masih tak bergeming, tetap memandang lurus kolam renang dengan wajah sok jual mahal. Tapi beberapa saat kemudian kepalanya menoleh, tumben cepet sadarnya, batin Zen refleks.

"Gue maafin lo, tapi ada syaratnya."

Halahhh. Ngab. Sad. Pantes.

"Dih, maafin apaan? Gue gak merasa ada salah." Zen mengernyit, sedikit tak terima, seakan hanya dia yang salah.
Emangnya Zen salah apa?

Pandangan Delam menajam, mengartikan ancaman.

Zen mendesah, melirik tatapan tajam kakaknya yang sebenarnya kini sama sekali tak terlihat menakutkan, lain dari dulu.

"IYA, iiyyaakkk ... apaannnnn?" tanya Zen sedikit ketus. Gemas sekali rasanya pengen colok tuh mata.

"Cheating day," sahut kakaknya dengan Senyum yang merekah dan alis yang dinaik-naikkan.

"Mumpung Mami lagi gak ada, makan di luar, yok. Gue lagi ngidam ramen nih," kata Delam, mengelus-elus perut udah kayak ngidamnya ibu hamil.

Tanpa harus dipikirkan Zen langsung menggeleng  "Nggak, ah. Tar dimarahin Mami, tar lo kenapa-napa, tar--"

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang