Hari kalau dipakai liburan makin berlalu dengan cepat, ya. Selalu tak terasa. Padahal sudah ditambah dua hari dari waktu yang sudah direncanakan, tapi tetap saja berat sekali meninggalkan villa. Zen yang biasanya biasa saja pun, sekarang tampak enggan melangkahkan kaki."Nanti ke sini lagi, kan, Pi?" tanya Zen sambil menatap Tama.
Tama mengangguk, mengacak rambut bungsunya. "Iya, nanti kalo libur panjang ke sini lagi. Sekarang ayok pulang."
Zen dengan bibir terkatup, mengangguk dengan berat hati.
-
"Hatchi!!"
Untuk kesekian kali suara bersin terdengar, si pelaku yang mencoba memejamkan mata, terganggu dengan bersinnya sendiri. Delam kembali membuka mata sembari menggosok hidungnya yang sejak semalam gatal dan sedikit berair, tenggorokannya juga gatal. Siaga satu. Gelaja flu.
"Minum dulu nih, air anget."
Iren duduk di samping Delam, membiarkan Tama duduk sendiri. Meletakkan telapak tangannya di kening sang putra yang hidungnya kini tampak memerah, membantunya meminum segelas air hangat.
"Pusing gak?" tanya Iren. Untuk urusan flu saja, kalau itu terjadi pada putranya yang satu ini, dia menjadi sangat khawatir.
Delam menggelengkan kepala, memejamkan mata kembali. "Ngantuk," ucapnya, karena sejak tadi kantuk menyerang, tapi gatal di hidung dan tenggorokkan menganggunya.
"Bentar lagi landing, Mami kasih minyak angin ya biar anget."
Delam mengangguk saja.
-
Sampai di bandara, mereka dijemput dengan dua mobil. Maklum keluarga agak besar, sekalipun bawa alphard, tetep gak muat kalau full team.
"Mampir rumah sakit dulu, Pi. Minta obat flu."
"Gak usah, Mi. Kan di rumah ada," cegah Delam dengan cepat. Takutnya dia langsung ditahan, gara-gara gejala flu doang.
"Jangan minum obat sembarangan kamu tuh, harus pake resep dokter."
Iren sudah berkata. Tak bisa dilanggar. Yasudah, Delam bisa apa. Mereka mampir ke rumah sakit sebentar. Untungnya dokter tidak menyuruh aneh-aneh, hanya memberi obat untuk mencegah gejala flu semakin parah, lalu menyuruh untuk istirahat total. Dan jangan minum es. Ketahuan deh, kemarin di siang bolong Delam minum es kuwut sama eskrim potong saat jalan-jalan bareng Prada, Zay, Zen, dan Ayya.
-
Sampai rumah, suasana sepi. Anak-anak pada tepar sepertinya di kamar. Koper dan oleh-oleh juga masih tergeletak di lantai bawah.
"Minum obat, terus tidur. Nanti Mami bawain obatnya ke kamar," kata Iren yang kemudian beranjak ke dapur untuk mengambil minum.
Delam menurut, melangkahkan kaki ke kamar, tak ingin juga flunya tambah parah. Bagaimanapun, meski hanya sekadar flu, itu akan memperberat kerja jantungnya, itu terjadi dulu, hanya karena flu dia berakhir dengan tak bisa bernapas. Tapi itu sebelum punya LVAD, tak tahu setelah ada LVAD, tapi tetap saja Delam takut.
--
Delam sakit berbarengan dengan si kembar, yang dua-duanya kompakkan sakit. Mereka bertiga demam dengan suhu tubuh tertinggi dimenangkan oleh Ayya. Karena si kembar kalau sakit itu manja, dan Iren tak mungkin juga meninggalkan Delam, jadi dia menyatukan ketiganya di kamarnya yang punya ranjang ukuran king size, cukup untuk menampung mereka bertiga, sementara Tama dan Iren akan tidur di kasur lipat di samping ranjang.
Setelah diberikan obat dan ditempelkan plester demam, Ayya merengek ingin tidur sambil dikelonin Papi. Tama membantu putrinya itu bangun untuk tidur bersamanya, membiarkan Ayya memeluknya seraya memejamkan mata, hawa panas turut Tama rasakan. Sepanjang malam, dia mengelus-elus rambut putri kesayangannya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Roman pour Adolescents**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu