PART 33

7.8K 630 79
                                    

"Gue yang boncengin, gue yang badannya lebih gede."

"Heh, bocah! Walopun badan lo lebih gede, tapi gue idup lebih lama. Awas minggir!"

Hhhhhhhhh ... ini mereka berdua mau balik ke rumah, lagi ributin sepeda yang teronggok depan teras pos satpam. Dan akhirnya Delam yang ambil alih sepeda lipat berwarna hitam itu. Membuat Zen mendengus.

"Buru naik!" titah kakaknya sewot.

Zen memutar bola mata. Melangkah malas mendekati Delam, berdiri di belakang dengan kaki memijak pada jalu sepeda dan tangan memegang pundak kakaknya itu.

Setelah memastikan Zen sudah siap. Delam mulai mengayuh. "Kok lo berat si," keluhnya, padahal baru satu putar kayuhan.

Zen mendecak. "Ya, makanya gue bilang badan gue lebih gede dari lo! " katanya ngegas. Ya, habisnya kesel, ngeyel banget.

Bola mata Delam bergulir dengan ujung mata sekilas melirik Zen yang tak terlihat di belakangnya. "Kebanyakan dosa," sungut nya pelan. Tentu Zen tak akan mendengar. Tak lama dari arah belakang terdengar suara deru mesin mobil, yang dalam hitungan detik suaranya terdengar semakin mendekat.

"Kak, ke pinggir," kata Zen, karena Delam dengan cuek tetap mengayuh santai, padahal mobil sudah ada tepat di belakang mereka.

"Bodo amat. Siapa tuh? Zay? Halangin aja," sahut Delam acuh.

Zen menepuk bahu kakaknya yang bandel itu, agak keras. "Mobil Mas Prada!" ucapnya geram.

Delam menengok ke belakang sekilas.
"Lah, iya." Benar itu mobilnya Prada, bukan mobil Zay. Delam langsung mengayuh ke pinggir.

"MAS!" Zen teriak saat mobil hitam legam Prada melewati mereka.

Delam melirik anak itu dengan sinis. Doyan banget teriak.

"Mas bawa sushi mau gak?" Prada sempet-sempetnya membuka jendela mobil, bersuara keras tanpa menghentikan laju.

"MAU!" Zen menyahut. Lagi-lagi dengan teriakan

"Cepetan, Kak, jalan lagi."

Delam langsung menengok ke belakang mendengar titahan itu. "Lo berani nyuruh gue?" katanya sewot. Harga dirinya sebagai kakak memang terlalu tinggi, mendengar kalimat suruhan yang keluar dari mulut adiknya, sedikit pun dia tak ridho.

"Ish, cepetan. Mau sushi gak?"

"Ya, mau."

"Ya, ayok makanya."

"Ya, santai dong!"

Delam menggerutu pelan. Zen tak ingin mendengar, yang penting kakaknya kembali mengayuh sepeda.

-

"Pada cuci tangan dulu," titah Iren, disela kesibukkannya menyajikan beberapa macam sushi yang Prada beli.

"Gak usah lah, orang pake sumpit ini,"
Delam menyahut, sementara Zen menurut pada ucapan sang mami. Anak itu langsung melangkahkan kaki ke dapur untuk mencuci tangan.

"Kakak!" tegas Iren, matanya melotot menatap Delam.

"Iyaaa, canda. Ini mau cuci tangan." Delam langsung beranjak.

Iren menghela napas keras kemudian melanjutkan kegiatannya. Geleng-geleng kepala melihat kelakuan si anak ketiga yang tambah bengal.

"Zen, tolong panggilin Ayya."

"Siapp, Bunda!"

Zen si penurut selalu sigap jika maminya menyuruh. Tanpa penolakan setelah mencuci tangan dia langsung melangkah menuju lantai dua, memanggil kembarannya yang berada di kamar.

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang