Prada meremat tangan Delam, berharap adiknya dapat merasakan. Dia tak bicara apa-apa, hanya menatap lekat wajah itu beberapa lama, lalu pergi setelah mengelus lembut rambutnya.
Seperti biasa, tempat ternyaman Prada meneteskan air mata adalah mobil putihnya. Dengan menyembunyikan wajah di lipatan tangan di atas stir, punggung kokoh itu bergetar tanpa ada tangan yang mengelus. Prada menangis tanpa suara. Tapi percayalah, menangis tanpa suara, itu paling perih.
Satu hari sudah berlalu. Tinggal empat hari lagi.
--
Iren menggantikan kaus kaki Delam, kali ini warnanya putih dengan logo jumpman juga, tetap dengan logo kesukaannya. Iren merapikan selimut yang sudah diganti; selimut tebal berwarna abu bercorak siluet pembasket yang sedang melakukan jump shot. Iren pakaikan semua yang Delam suka. Dada Delam masih nampak naik turun, walaupun kulitnya dingin, tapi itu cukup untuk menandakan kalau putranya masih hidup.
Mata Iren menatap pasien monitor, tidak ada peningkatan dari angka-angka yang rendah itu. Iren memejam. Menggenggam tangan Delam, menempelkan pada keningnya sembari merapalkan do'a dalam hati. Iren akan terus seperti ini, sampai jam besuk berakhir.
-
Sementara Tama, akhir-akhir ini pria itu selalu duduk lebih lama saat selesai melaksanakan sholat berjama'ah di mesjid dekat rumah sakit. Kadang sambil tersedu, seorang imam yang sudah mengenalnya selalu menghampiri, mengusap pundaknya, dan kemudian duduk di samping Tama. Turut mendo'akan putranya.
-
"Ay, liat deh. Video lo yang Famvacation udah tembus 900 ribu, hampir sejuta yang nonton."
Hanya dengan senyuman tipis Ayya menanggapi seruan takjub temannya. Entah kenapa, Ayya tidak merasa senang sama sekali, padahal akun yang dia bangun dari nol itu, kini penontonnya sedang melesat, tapi Ayya bahkan tak berminat menyentuhnya lagi untuk saat ini.
"Udah lama lo gak up video lagi. Lo mau berenti, Ay ? Sayang lho."
"Gak tahu deh, Queen, gue lagi gak mood," sahut Ayya sembari menggerak-gerakkan sedotan dalam gelas strawberry smoothienya.
"Banyak yang kangen, Ay. Gue juga. Ayok dong, up video lagi. Mau liat abang-abang lo, hehe."
Cengiran lebar tercipta di wajah temannya itu, Queenita, teman SMP Ayya, sekarang berbeda sekolah dan kebetulan hari ini perwakilan sekolah Queen datang ke sekolahnya untuk membicarakan acara amal kolaborasi yang akan diselenggarakan bulan depan. Jadilah, mereka berdua bertemu dan makan siang bersama di kafetaria. Queen tak tahu apa-apa tentang kondisi yang sedang Ayya alami.
"Liat, orang-orang juga pada nanyain video Famvacation Bali part 3 yang lo janjiin, udah sebulan belum juga di-up."
Tentang janji itu, Ayya jadi teringat. Bahkan videonya belum Ayya sentuh lagi sama sekali.
"Gue hiatus dulu deh kayaknya, Queen. Nanti deh gue mulai aktif lagi," kata Ayya diakhiri senyum tipis.
"Yaaaa, sayang banget, Ay. Kenapa, sih?" Queen terus menscroll video-video, sangat menyayangkan. "Abang-abang lho cakep-cakep banget deh. Enak ya, Ay, dijagain empat cowok. Jadi pengen juga."
Bibir bawah Queen maju, matanya masih terfokus pada handphone. Untung saja. Jadi, dia tak melihat air mata yang sempat menetes, mengalir di pipi Ayya tanpa komando. Ayya menghapus cepat. Mengalihkan pandangnya.
Ayok, Ayya, pikirin hal lain, lo gak boleh nangis di sini.
-
Embusan napas panjang terdengar untuk kesekian kali di kamar yang hening itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Teen Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu