PART 38

8.5K 636 143
                                    

Ada yang aneh dari Iren. Ayya dan Zen tak lepas mata dari maminya yang terlihat sedang terlalu bersemangat itu.
Bahkan makan malam kali ini mereka dijemput satu persatu ke kamar masing-masing. Dan saat sampai ruang makan, meja makan terisi penuh. Ada berbagai menu padahal yang makan cuma mereka.

"Mau ada tamu ya, Mi?" tanya Zen

Iren menoleh, hanya tersenyum. Delam baru bergabung di meja makan dengan wajah bangun tidur, menguap lebar sembari menarik kursi. Senyum Iren semakin lebar saat melihat putra ketiganya datang. Membuat Ayya dan Zen saling lirik. Ow, ada urusannya sama si kakak ketiga sepertinya. Ada apa nih? Padahal malam kemarin sang kakak keluar dari kamar maminya dengan wajah tak baik, sepenglihatan mereka.

"Taek lo pada, lupa hari ini ulang tahun gue!" ucap Delam saat maminya pergi ke dapur dan dua adik kembarnya memasang wajah bertanya-tanya.

"Tanggal berapa hari ini, Ay?" tanya Zen.

"Tujuh," sahut Ayya.

"Lah, iya!" Mata Zen melebar.

"Kok gak da party?" tanyanya kemudian.

"Dah tua lah party-party kek anak abege," sahut Delam terdengar menggerutu, seperti seorang kakek.

"Sweet seventeen, Kak, ya'elah," kata Zen. Gimana sih kakaknya ini. Delam merespon dengan kedikkan bahu, sweet seventeen hapalah, sama aja.

"Lo juga lupa, kan?" Delam melotot ke penghuni lain yang diam saja.

"Gue tahu," Zay berucap datar.

Tumben sekali dia buka mulut. Delam tersenyum. Iren kembali ke meja makan dengan cake krim putih yang di atasnya dihias dengan berbagai buah berry.

"Mami yang bikin lho."

"Serius?" Zen melebarkan mata seperti tidak percaya sekali, maminya bisa bikin kue.

"Seriuslah. Maminya kalian kan jago," kata Iren membanggakan diri sendiri.

"Kok Mami gak pernah bikin buat Ayya?"
Bibir putrinya itu mencuat.

Delam melirik. "Irian banget lo jadi orang!" katanya. Tanda memulai perdebatan nih.

Ayya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. "Kali ini gue gak akan balas nyewot, lo lagi ulang tahun sebagai hadiahnya, gue bakal baik," ucapnya diakhiri senyuman manis penuh keterpaksaan.

Iren sibuk menata ini-itu. Ini ulang tahun pertama putra ketiganya yang dia rayakan langsung, walaupun bukan pesta, karena Delam tak mau perayaan.
Tapi dia tetap antusias.

"Bentar-bentar, kita videocall Mas sama Papi dulu," kata Iren sembari mengeluarkan handphone. Tak harus menunggu lama, panggilan video itu langsung tersambung dengan putra pertama dan suaminya, bapaknya anak-anak.

"Mas, tungguin lho, Mi. Dikira gak jadi," kata Prada.

Iren terkekeh. "Jadi dong, ini adek kamunya tidur mulu," ucapnya, mengarah pada Delam.

"Mana nih anak yang ulang tahun?" Tama bersuara, Iren mengarahkan layar pada Delam yang lagi nyemilin kremesan udang goreng tepung.

Delam hanya tersenyum lalu kembali acuh, memakan tepung crispy yang gurih itu. Tama sudah biasa, hapal dengan tabiat putranya yang satu itu.

"Udah 17 tahun aja anak Papi, gak akan ada party nih? Kemarin Zay party. Mau gak di Villa?" Tama menawarkan.

Iren sedang serius menyalakan lilin.

"Mau-mau-mau, di Jogja ya, Pi?" Ayya yang menyahut dengan girang.

Sementara yang lagi ulang tahun, yang ditanyain, hanya fokus pada lilin yang sudah menyala di depannya, berbincang pelan dengan sang mami perihal buah-buahan yang menghalangi lilin, Delam mengambilnya satu lalu memakannya.

Delam 1999 (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang